5# Jaga Jarak

707 39 19
                                    

Bagaimana mungkin aku mengatakan mencintai Allah, sementara aku masih sering menduakan-Nya?

-ENGKAULAH SATU-SATUNYA-

🍂🍂🍂

"Mas," panggil akhwat di depan Rio sekali lagi.

"Eh iya, afwan Mbak. Nomor lima ya?" tanya Rio tanpa menatap akhwat di depannya.

"Iya."

"Tiga puluh empat ribu, Mbak."

Akhwat itu mengangguk. Lalu ia mengeluarkan uang lima puluh ribu dari dompetnya. "Ini Mas," katanya sembari mengulurkan pada Rio.

Tidak berapa lama Rio mengulurkan uang kembaliannya. "Terimakasih atas kunjungannya," ucap Rio dengan bibir sedikit mengembang.

Akhwat itu mengangguk, lalu matanya menyipit.

Ah Rio tahu, pasti Saba sedang tersenyum.

Tunggu, benarkah itu Saba?

Tapi Rio yakin, ia sudah hafal dengan gerak-gerik tubuhnya. Lima kali mengantarkannya pulang cukup kan untuk mengenalnya?

Walaupun tanpa berbicara. Hanya mengawasinya dari jauh.

Hatinya berdebar, ingin tahu lebih dalam  tentang Saba. Namun dengan mati-matian Rio mencoba mengabaikan keinginan itu. Semakin mencari tahu apapun tentang Saba, maka semakin membuatnya tidak khusyuk dalam beribadah.

Konsentrasi Rio benar-benar terpecah. Tidak hanya saat waktu luang, tapi juga saat ibadah.

Bagaimana mungkin ia mengaku mencintai Allah, tapi ia masih menduakan-Nya?

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Rio mantap.

Ia putuskan untuk menjauh.

Ia putuskan untuk berhenti mencari tahu apapun tentang Saba.

Ia putuskan untuk melupakannya.

Bahkan, sebelum mereka saling mengenal.

🍂🍂🍂

Tauhid harga mati. Itulah tema kajian malam hari ini. Rio duduk di barisan tengah bersama dengan Fathan yang tengah sibuk memainkan ponselnya.

"Sibuk main hape mulu sih?" gerutu Rio sewot.

Pasalnya ia merasa kalau dirinya tengah dikacangin oleh sahabatnya sendiri. Kacang mahal bro!

"Bentar, adek muntah lagi nih. Apa aku pulang aja ya?" jawab Fathan tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel canggih bercasing hitam.

"Kayra?" tanya Rio lirih. Ia memangkas jarak antara dirinya dengan Fathan.

Fathan mengangguk, sementara wajahnya menyiratkan kekhawatiran yang luar biasa. Mungkin seperti itulah wajah seorang suami ketika meninggalkan istrinya yang tengah hamil muda.

Rio mengangguk mengerti, kemudian bibirnya mengembang. "Ya udah, pulang aja. Nanti aku kirimin ringkasannya deh."

"Bentar," jawab Fathan sekenanya.

Rio menghela napas pelan lalu menggeser tubuhnya. Mending ia kembali fokus pada Ustadz Faiz saja. Tema kali ini memang sangat penting, jadi ia harus benar-benar memperhatikannya.

Sesaat kemudian, Fathan bernapas lega. Ia masukkan ponselnya ke dalam tas lalu ikut menyimak. Memperhatikan Rio yang sibuk mencatat, ternyata dia sudah dapat lima baris catatan.

Merasa diperhatikan, Rio mendongak.

"Nggak jadi pulang?" tanya Rio sembari menyenggol bahu Fathan yang kini fokus pada Ustadz Faiz.

ENGKAU LAH SATU-SATUNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang