"Aku datang dan pergi bersama hujan."
=Devandra Axelle Reynand=
Suara sirine ambulance terdengar memekikkan telinga di sepanjang jalan raya kota metropolitan malam ini. Mobil putih itu melaju kencang di jalanan dan membuat beberapa kendaraan di depannya terpaksa menyingkir dan memberi jalan. Menerobos lampu merah pun tak apa. Keramaian kota yang sudah sangat bising dengan suara-suara kendaraan bermotor, bunyi klakson di mana-mana, ditambah suara sirine ambulance yang membuat bulu kuduk berdiri. Banyak orang yang mendengar suara tersebut pasti bertanya-tanya tentang apa yang terjadi.
Ambulance tersebut membawa orang sakit atau membawa jenazah? Siapa yang meninggal atau seberapa parah kah pasien yang berada di dalam ambulance tersebut. Mungkin tidak semua orang peduli dengan hal tersebut, toh itu juga bukan keluarga atau kerabat mereka. Namun bagi beberapa orang hal itu sangat mengganggu dan membuat pikiran yang sedang kalut melayang ke mana-mana tanpa arah tujuan.
Sebuah mobil hitam melaju sedang di tengah jalan raya, tampak si pengemudi seorang gadis cantik yang berwajah cemas itu juga mendengar suara sirine ambulance tersebut. Pikirannya yang sedang kacau jadi bertambah parah ketika dia mulai memikirkan hal buruk yang bahkan belum tentu terjadi.
"Nggak. Nggak." Gadis itu berusaha mengusir berbagai pikiran buruk yang bersarang di otaknya---membuat hatinya semakin tak tenang. "Nggak akan terjadi apa-apa. Jakarta kan emang udah sering ada kecelakaan lalu lintas. Itu pasti orang lain yang ada di dalam ambulance." Dia meyakinkan dirinya sendiri untuk menenangkan hatinya. Dalam hati dia berharap memang harus tidak terjadi apa-apa.
Si gadis menurunkan kaca jendela dan sesekali pandangannya menyapu seluruh sudut jalan yang dia lalui. Kedua mata cantiknya tak pernah lelah menjelajahi kota Jakarta yang sudah gelap dan hanya diterangi oleh lampu-lampu jalanan itu.
Kamu pergi ke mana, sih? Aku bener-bener khawatir. Harus ke mana lagi aku nyari kamu?
Si gadis menyeka air matanya yang mengalir tanpa izin melalui kedua sudut matanya. Perasaan takut terus saja membayanginya ketika dia belum menemukan seseorang yang dia cari.
Mendadak sebuah pemikiran terlintas di benaknya. Dia ambil ponselnya dan menelepon seseorang dengan menempelkan bluetooth di telinganya.
"Halo?" Terdengar suara pria di seberang sana. "Tumben jam segini nelepon. Ada apa?"
"Aku butuh bantuan kamu." Si gadis langsung ke pokok permasalahan. Untuk apa juga dia berbasa-basi di saat pikirannya sedang kacau seperti ini.
"Pasti aku bantu. Ada masalah apa?"
"Adik aku hilang."
"Apa? Maksud kamu?"
"Dia pergi dari rumah," jawab si gadis yang merasa ada sebilah pisau yang menancap ke jantungnya saat dia mengatakan hal tersebut---juga kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa saja terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devan
Teen Fiction"Aku datang dan pergi bersama hujan." Devandra Axelle Reynand---remaja tampan berumur 17 tahun yang sejak kecil sudah menaruh hati kepada kakaknya sendiri--- Irene Adelia Elvina yang umurnya terpaut 8 tahun darinya. Devan selalu melakukan apa pun de...