☂Part. 03 | Strategi Menolak Perjodohan 2☂

1.8K 160 608
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devan berada di dalam mobil yang dikendarai sendiri oleh Irene

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Devan berada di dalam mobil yang dikendarai sendiri oleh Irene. Gadis itu masih saja tertawa mengingat kejadian di kafe tadi. Dan orang yang ditertawakan duduk di sebelahnya, kupingnya sudah keriting mendengar tawa kakaknya yang menyakiti kupingnya itu.

Laki-laki tujuh belas tahun itu melepas jasnya dan melemparnya ke belakang, melepas kacamata penyamarannya, dan mengacak-acak rambut belah tengahnya. Tatanan rambutnya sekarang ini berantakan. Lebih keren kalau berantakan daripada belah tengah seperti tadi, pikirnya.

"Apa Kakak mau terus ketawa sampe kita pulang ke rumah?" Devan benar-benar sudah tidak tahan mendengar suara tawa kakaknya itu. "Bukan ucapan terima kasih yang aku denger, tapi ketawaan menyeramkan kayak gitu?"

Irene pun berusaha meredam tawanya. Air matanya sudah sampai mengalir gara-gara terlalu lama tertawa. "Aduh, sorry. Aku bener-bener nggak bisa berhenti ketawa kalo inget kejadian tadi. Kamu kan tahu, tiap kali kamu ngelakuin hal-hal kayak gitu, itu lucu banget, tahu nggak? Dan apa tadi yang kamu bilang? Tujuh bulan lagi kita bakalan punya anak? Hahahahaha ... aku nggak pernah nyuruh kamu buat ngomong kayak gitu, kan?"

"Ya biar meyakinkan aja. Gimana sih, Kak?" ujarnya kesal, "Biar sandiwaranya cepetan selesai dan aku bisa cepet pulang. Capek."

"Ya ampun. Maaf banget adikku sayang." Dia mengusap-usap kepala Devan. "Sebagai ucapan terima kasih karena kamu udah bantuin aku lagi hari ini, sekarang aku traktir kamu makan, deh. Oke, kan?"

"Hm." Devan masih manyun saja. "Kenapa sih, Kakak nggak jujur aja sama papa kalo nggak mau dijodohin? Atau Kakak cari pacar aja biar nggak ngelakuin kencan buta terus kayak gini. Ujung-ujungnya aku harus nyamar lagi, nyamar lagi. Kakak tahu, ini udah yang ke berapa kalinya aku ngelakuin hal gila kayak gini demi bantuin Kakak? Kalo papa sampe tahu, kita berdua bakalan tamat."

Berbeda dengan Devan yang mengkhawatirkan tentang papanya, Irene justru terlihat santai-santai saja. "Percuma juga ngomong sama papa. Nggak bakalan ngaruh. Tetep aja acara perjodohannya bakalan tetep berlanjut entah sampe kapan. Ya, anggep aja kita ngelakuin ini buat hiburan lah. Tapi emang lumayan mengasyikkan, kan? Hehehehehe .... "

DevanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang