CTD 2

56 12 5
                                    

Waktu menunjukkan pukul 06.37 dan Zeva baru saja sampai di sekolah. Menurutnya sampai di jam segitu tidak terlalu siang karena dominan murid akan datang pada pukul 06.45, atau lebih tepatnya 10 menit sebelum bel masuk berbunyi.

Di koridor pertama, Zeva dan Deva memisahkan diri. Mereka memang selalu berangkat dan pulang bersama. Hal itu merupakan keinginan dari budenya, Bude Yanti. Zeva senang senang saja menerimanya, toh dia jadi lebih hemat juga. Hemat uang dan hemat tenaga contohnya.

Yang dilihat pertama kali saat hendak memasuki kelas yaitu suasana kelas yang begitu ricuh, terutama para gadis.

"Kenapa sih?" Tanya Zeva saat berada dibangkunya, dibelakang Thea.

"Ada razia katanya!" Jawab teman sebangku Zeva, Jeylan.

"Aaaaaaaaaa, gimana dong ini?!" Keluh Thea kebingungan.

"Ya gimana?" Tanya Jeylan balik.

"Entar lipbalm, liptint, bedak, kaca, maskara gue kesita semua dong!"

"Makanya jangan nekat ngelanggar peraturan!" Omel Zeva.

"Asal kalian tau ni, peraturan diciptakan itu untuk dilanggar!" Ucap Thea membela diri.

"Niat sekolah apa buka salon buk?" Sindir Jeylan.

Thea berdecak kesal dan sibuk kembali dengan barang-barangnya bersama yang lain, yang membawa banyak make up seperti dirinya.


"Jey, kemarin Garvi ngechat gue." Cerita Zeva di tengah tengah kelas berlangsung.

"Chat gimana? Cielah emangnya kenapa?" Sahut Jeylan dengan sedikit menggoda.

"Dia tanya gue tau apa engga kakak kelas yang ikut ngewakilin olimpiade matematika siapa,"

"Terus? itu doang? jangan bilang Garvi beneran jadi ikut ngewakilin angkatan kita?"

"Gue gatau pastinya sih, ga tanya. Tapi kemungkinan iya bisa jadi. Soalnya dia sering juga kan ditunjuk buat ngewakilin."

Zeva dan Jeylan bercerita pelan karena mereka juga sekelas dengan Garvi.

Mengapa hanya mereka yang bercerita? dan kemana perginya Thea? Ingat, Thea sedang disidang bersama murid lain yang membawa make up ataupun melanggar peraturan di aula lantai dua. Sungguh Thea yang malang. Tetapi itu juga salahnya sendiri sih.

"Wah gila ya tu guru ngebuat gue lari 3x muterin lapangan utama" Adu Thea.

"Lagian elo juga sih," timpal Jeylan.

"Udah ih ribut mulu. Ayo ke kantin, laper banget nih gue!" Ajak Zeva.

Ketiganya berjalan keluar kelas menuju kantin. Kali ini mereka hanya membeli cemilan ringan saja dan kembali ke kelas. Alasannya? karena mereka bertiga belum menyelesaikan pr sosiologinya.

"WOI GUE NYONTEK PR SOSIOLOGI NOMOR 10 SAMPE 15 DONG!!" Seru Thea entah kepada siapa di dalam kelas.

Hening. Tidak ada yang menanggapi. Mereka hanya terkejut mendengar teriakan Thea, tetapi tidak ada yang meresponnya.

"Ck! pada pelit amat. Liat aja ntar kalo ulangan sejarah, gaakan gue kasi liat." gerutu Thea. Ya dia memang pandai dalam mata pelajaran sejarah. Hanya itu, catat.

Di tengah gerutunya Thea, Garvi, Apen dan Arthur memasuki kelas. Zeva tidak menyadari hal itu, karena posisi dia membelakangi pintu dan menghadap ke Thea dan buku yang ada dihadapannya.

"Ehhh ehh lo pada ngerjain apaan? emang ada pr?" Tanya Apen menyerocos.

Zeva mendongakkan kepalanya. Dia melihat di samping Apen terdapat Garvi yang juga memandanginya. Entah memandanginya atau memandang buku di hadapannya.

"Sosiologi. Lo udah belum? gue liat donggggg! dari nomor 10 sampe 15 ajaa dehhh," pinta Thea.

"Ya belumlah gilaaa." jawab Apen.

Garvi berjalan menuju bangkunya. Membuka tas dan mencari sesuatu. Dikeluarkannya buku bersampul putih dari dalam tas. Kemudian berdiri dan berjalan menuju gerombolan meja Zeva.

"Nih" ucap Garvi dengan menyodorkan bukunya.

"BENERAN??? OMAYGADDD MAKASIHHH GARVIII. GUE TAU LO EMANG TERBAIKKKK." puja Thea.

"VI GUE JUGA MAU IKUTAN YAAA." ucap Apen yang tiba tiba ikut bergabung dengan menyeret kursi lain dari samping.

Tidak ingin menyia-nyiakannya, mereka segera menyalin jawaban Garvi dengan catatan mengubah sedikit kosa katanya agar tidak terlalu ketahuan kalau mereka menyalin.

"Makasih Garvi." Ucap Zeva dengan mengembalikan buku Garvi.

Kata Thea dan Jeylan, sekalian biar bisa modus.

"Okee" hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Garvi.


"Temen temen gimana kalau besok sekitar jam 9 an aja? biar ngga terlalu sore juga pulangnya." Laki laki memakai kacamata berdiri di depan kelas untuk menyampaikan sarannya, dia adalah si ketua kelas. Panggil saja Firman.

"Ini wajib ga sih? gue rasanya males banget deh" celetuk Jeylan.

"Engga wajib kok. Tapi lebih bagus lagi kalo kalian ikut berpartisipasi sih. Soalnya kan ini juga lomba mural buat kelas kita juga." Jawab Firman.

Sekolah mengumumkan adanya lomba mural. Hal itu serentak dilaksanakan oleh semua angkatan di sekolah.

"Akal akalan sekolah doang ni biar kaga ngeluarin duit banyak." Tanggap Arthur

"Lah iya juga ya, kita yang jadi sasarannya." ucap Apen.

"Lo ikut kaga Zev?" Tanya Jeylan.

Zeva mengedikkan bahunya, "Gatau, liat besok."

***

Carry The DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang