CTD 1

175 28 4
                                    

Seorang gadis terduduk lesu disamping nakas dengan memeluk kakinya sendiri. Tubuhnya bergetar menahan isakan tangis yang siap keluar dari mulutnya. Air mata terus mengalir dari kelopak matanya tanpa diminta. Tanpa aba-aba tangan gadis itu mengarah pada nakas dan mengambil sebuah foto yang terletak diatasnya.
Dibawanya foto itu kedalam pelukan erat untuk menyalurkan rasa kasih dan sayangnya.

3 hari kemudian...

"Zeva, turut berduka cita ya atas meninggalnya Om Rendy, yang tabah ya." ucap salah satu teman sekelas Zeva, Amel.

Zeva hanya tersenyum menanggapi ucapan bela sungkawa disetiap langkahnya yang terucap dari teman-temannya. Walau terkadang ucapan bela sungkawa tersebut masih membuat mata sembab Zeva berkaca-kaca.

Baru saja duduk dan hendak melepaskan tas digendongannya, Zeva dikejutkan oleh pelukan spontan dari kedua sahabatnya dengan sudut bibir yang ditarik kebawah, hal itu membuat Zeva terkekeh melihatnya.

"Lah kok nangis?" tanya Zeva saat melihat salah satunya mengeluarkan air mata.

"Gue masih sedih banget sama kepergian bokap lo" jawab Thea yang berusaha menyeka air matanya.

Zeva tersenyum dan mengusap pelan bahu sahabatnya itu. Hari ini Zeva harus berjanji bahwa kesedihan sudah terlewatkan. Tidak ada lagi air mata dan tidak ada lagi nuansa mendung dihidupnya. Mau tidak mau Zeva sudah harus mengikhlaskan kepergian sang papa yang meninggalkannya lebih dulu akibat kecelakaan.


"Buset rame amat ni kantin!" Seru Thea.

" Kalo mau sepi kuburan sono!" sengit Jeylan

"Mulai dah berdua ini," celetuk Zeva meninggalkan keduanya yang sedang saling mengejek ekspresi satu sama lain.

Mereka berpencar mencari makanan yang diinginkan masing-masing. Tidak lama Zeva selesai terlebih dahulu karena ia hanya membeli sekotak susu dan dua buah roti bakar.

Kepalanya celingukan mencari tempat duduk yang kosong. Namun, hasilnya nihil. Semua tempat duduk telah berpenghuni.

"Zev duduk mana nih?" Tanya Jeylan yang sudah berdiri disampingnya, diikuti dengan Thea.

"Eh itu Apen bukan sih? masih ada yang kosong tuh, ke sana aja yuk." ajak Thea.

Saat hendak mengeluarkan suara, Jeylan dan Thea lebih dulu berjalan menuju bangku Apen. "Huft ..." Zeva menghela napas.

"Woi Apen gabung ya, kaga ada tempat kosong lagi nih. makasih" cerocos Thea.

"Lo sendirian pen? temen lo mana?" tanya Jeylan.

Raffen atau yang kerap disapa Apen mengalihkan matanya dari semangkuk mi ayam dan tertuju pada tiga gadis yang tiba tiba saja muncul di hadapannya.

"Tu Garvi sama Arthur." Tunjuk Apen dengan dagunya untuk memberitahu bahwa temannya sedang mengantri membeli makan.

"Tuh kan, mana mungkin Apen sendirian," ucap Zeva

"Ish gapapa kali Zev, orang masi ada tempat juga buat mereka. Masih cukup ini" Saut Thea.

"Makan aja Zev, santai aja sama kita. Atau mau gue suapin nih?" Ujar Apen.

"Dih modus lo kain pel." Jeylan menanggapi.

"Sirik lo ibu tiri,"

Yah pemandangan yang sangat lumrah dan sering terjadi. Jeylan dengan Apen yang tidak pernah akur. Walau begitu, jika dilihat lihat sebenarnya chemistry mereka itu dapet banget.

Mereka menyantap makanan mereka masing-masing. Setelah hampir 10 menit berlalu, Garvi dan Arthur datang. Mereka membeli ayam geprek. Arthur duduk disamping sebelah kanan Apen sedangkan Garvi disebelah kiri Apen, yang dimana bersebalahan dengan Zeva.

Zeva merasa gelisah dalam duduknya. Dirinya saat ini benar benar sedang grogi parah. Mereka semua tau kalau Zeva menyukai Garvi dari hari pertama mereka masuk ke sekolah ini, SMA Sora Academy. Tapi entah kenapa Garvi seperti acuh tak acuh padanya.

Sebenarnya Garvi itu tau atau tidak? itu yang selalu dipikirkan Zeva.


Langit sore mendukung suasana hati Zeva saat ini. Langit biru cerah dengan berbagai corak awan yang terlihat, membuat Zeva sedikit mengingat papanya. Dia tersenyum dengan menutup matanya dan melentangkan kedua tangannya.

Zeva berjalan menuju parkiran dengan bersenandung riang. Beberapa kali tersenyum menanggapi orang orang yang menyapanya.

Ck!Deva mana sih?! Gerutu Zeva dalam hati saat sampai diparkiran yang tidak menemukan sepupunya.

Zeva berdiri seorang diri di dekat motor Deva.

"Lama!" Celetuk Zeva.

"Ya maap, abis kena hukum bu Sinta suruh bersihin perpus." Jelas Deva.

"Kenapa lagi? ketahuan bolos? ngerokok?."

"Opsi pertama boleh juga." Ucap Deva diikuti kekehan.

Sedangkan Zeva memutar bola matanya malas. Entah sampai kapan sepupunya itu tidak membolos mengikuti pelajaran Bu Sinta, yang notabenya guru Geografi paling killer.

Zeva menaiki motor Deva, dan keduanya pun melesat pulang ke rumah. Tidak banyak yang mereka bicarakan saat diperjalanan.

"Makasih, pulang sono! Ati-ati!" Ucap Zeva saat sudah turun dari motor Deva.

"Yaampun! gue ngga disuruh masuk dulu gitu? dikasih minum kek!" Heboh Deva.

"Balik lo balik!"

"Setidaknya kasih gue makanlah."

"Minum aja nggak gue kasih, malah minta makan! Gue masuk dulu. Ati-ati kesandung!"

"Amboi punya sepupu pelitnya sekarung!" Celoteh Deva.

Deva pun kembali ke rumahnya. Rumahnya satu perumahan dengan Zeva namun hanya berbeda komplek saja. Jika Zeva berada di komplek E maka Deva berada di komplek K.

Zeva mencium tangan mamanya, lalu berpamitan untuk pergi memasuki kamarnya.

"Ehh eh Zev, tunggu dulu!" Ucap mama tiba-tiba.

Spontan Zeva menghentikan langkahnya di tengah-tengah anak tangga. Ia menoleh menghadap mamanya, namun mamanya berjalan menuju dapur. Zeva menunggunya dengan memainkan ponsel.

"Nih mama punya jus. Biasa habis dari rumah bude Yanti." Jelas mama dengan menyodorkan jus yang ada ditangannya.

"Aaaaaa! Lop yu mwahh!" Seru Zeva menuruni anak tangga dan mengambil jus mangga pemberian mamanya. Tidak lupa mengecup singkat pipi mamanya, lalu ia kembali berjalan menuju kamarnya.

Bude Yanti merupakan orang tua dari Deva. Yanti dan Rana-mama Zeva merupakan saudara kandung dengan Yanti yang menjadi kakak dari Rana.

***

Carry The DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang