CTD 3

38 9 2
                                    

Weekend adalah waktu yang tepat untuk bermalas-malasan. Jam menunjukkan pukul 07.30 WIB. Zeva beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan mengambil handuk. Ia menuju lemari untuk memilih pakaian mana yang akan dikenakannya untuk datang ke sekolah. Yang pasti harus sopan.

Sebelum memasuki kamar mandi, ia mengambil ponselnya dan mencari nama seseorang di dalam daftar kontaknya.

"Halo" Ucap Zeva saat teleponnya sudah tersambung.

"Apa?" Tanya seseorang singkat dari sebrang telepon.

"Dev anterin gue ke sekolah dong!" Pintanya.

"Ngapain lo sabtu sabtu ke sekolah?"

"Lo ga ikut kelas lo lomba mural apa?!" Rengeknya.

"Ikut. Tapi gue dari semalem tidur rumah temen gue, ga pulang."

"Alahhhhhhhh, gue sama siap—"

"Mana gue pikirinn..."

"Ih anjir! awas aja l-" Rengek Rasi.

Tut... Tut... Tut...

Telepon berakhir sepihak. Tentu saja Deva yang mengakhirinya.

Zeva melempar ponselnya asal diatas kasur, lalu berbalik melangkah menuju kamar mandi.

Tidak butuh waktu lama, 15 menit kemudian Zeva selesai. Ia mempoles tipis wajahnya dengan bedak dan juga menggunakan lipbalm ke bibirnya. Lalu ia turun untuk sarapan, ah tidak sepertinya sudah terlambat jika dikatakan sarapan.

Hampir 10 menit Zeva duduk di halte, namun bus tidak kunjung lewat.

Tin!

Zeva tergelonjak kaget. Ia menoleh ke kanan dan mendapati Garvi berhenti disamping halte. Hatinya tiba-tiba berdegup dengan cepat. Ia terpana melihat Garvi dengan honda CBR nya. Rasanya Zeva ingin berbalik dan berteriak serta mengatakan bahwa Garvi terlihat ganteng mengenakan pakaian hitam dengan kemeja yang membalutinya tanpa dikancing dua atas.

"Lo mau ke sekolah kan?" Garvi membuka suara.

Zeva hanya menganggukkan kepalanya.

"Naik."

Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Zeva beranjak dan menghapiri Garvi. Tangannya menggenggam kecil kemeja Garvi, takut saja jika ia terjengkang kebelakang.

Selama perjalanan yang ada hanyalah suara angin dan kendaraan. Tidak satupun dari mereka membuka obrolan. Mungkin jika ini sunyi, suara hati Zeva yang sedang bergemuruh akan terdengar.

***

Keduanya berjalan beriringan menuju lapangan belakang. Dengan posisi Garvi berada di depan dan diikuti Zeva dibelakangnya. Dan itu membuat beberapa siswa dari kelas lain yang ikut datang ke sekolah menatap mereka berdua.

Tatapan itu membuat Zeva semakin berdegup. Beda halnya dengan Garvi, ia acuh tak acuh.

"Kayanya tadi ada yang bilang naik bus nih." Ucap Jeylan menggoda.

"Dih apaan sih lo." ucap Zeva salting. "ketemu di jalan" lanjut Zeva berbisik.

"Cielahhhhh" Thea menyenggol kecil pundak Zeva.

Ternyata di halaman belakang sudah ramai anak anak yang ikut berpartisipasi. Kelasnya sendiri pun sudah ditahap menggambar desain. Mungkin sekitar 30% sudah berjalan. Setelah desain selesai, mereka membagi rata untuk mewarnai bagian bagiannya.

Jam menunjukkan pukul 1 siang. Mereka belum selesai. Masih ada kemungkinan 40% yang belum terselesaikan.

"Laper ga sih? cari makan dulu yok." ajak Zeva

Jeylan dan Thea mengangguk menyetujui.

Mereka bertiga meletakkan kuas dan berjalan keluar untuk mencuci tangannya. Ya walaupun cat yang mengenai tangan mereka tidak sepenuhnya hilang. Lalu izin untuk istirahat sejenak.

"Mampir pom dulu ya, bensin gue habis!" Ucap Thea cukup berteriak karena mereka sedang berada di jalan.

Dibelakang Zeva hanya menganggukkan kepala walau sebenarnya tidak dapat dilihat oleh Thea.

Thea memasuki area pom bensin diikuti Zeva yang masih setia membonceng dibelakang. Setelah antrian yang cukup panjang, akhirnya mereka selesai.

Belum benar-benar keluar dari pom bensin, mereka dipanggil oleh seseorang. Mungkin orang itu juga habis mengisi bensin, pikirnya.

"Mbak..mbak..." Panggil orang itu.

"Ya mas?" Sahut Thea yang sudah berhenti di sebelah motor orang itu.

"Boleh minta nomor mbaknya yang dibelakang?" Tanya orang itu dengan menunjuk.

Lah gue???!! Batin Zeva terkejut.

Bola mata Zeva spontan melebar setelah mendengar pertanyaan orang yang tak dikenalinya itu.

Buru-buru Thea menancapkan gas motornya meninggalkan orang aneh yang berada di dekat pintu keluar pom bensin. Jeylan langsung kembali ke sekolah setelah mereka selesai makan, jadi hal ini hanya dialami oleh Thea dan Zeva.

"Gila takut banget gue!" Ucap Thea.

"Apalagi gue The!"

Thea melirik kaca spionnya, ia takut jika saja orang tersebut mengikutinya. Ia menghela napas lega saat dugaannya tidak benar-benar terjadi. Selanjutnya mereka bergegas kembali menuju sekolahnya.

Duh, cah kerjo.

***

"Lo mau pulang bareng atau sendiri?" Tanya Garvi.

"Barenglah gila. Datengnya sama lo masa pulang sendirian. Ga tanggung jawab amat elo jadi cowo." bukan, bukan Zeva yang menjawab, melainkan Apen.

"Gue ga jemput dia." jawab Garvi.

"Sama aja elah. Lo yang ngajakin dia barengkan tapi." kekeh Apen.

"Betul tu kata Apen." tambah Jeylan, dan diberi anggukan oleh Thea.

"Ya kalo lo ga keberatan sih gue bareng aja sama lo." ucap Zeva. "Lagian kita juga searah."

Thea sedikit terkejut, "Tumben temen lo ngegas." bisiknya pada Jeylan.

"Biarin dah, kemajuan dari pada gitu gitu doang."

Garvi tidak merespon. Ia berjalan santai menuju parkiran.

"Pegangan." ujar Garvi.

"Hah?" Zeva bingung. Ia disuruh pegangan oleh Garvi? Model pegangan gimana yang dimaksud oleh Garvi?

"Ck! emang gue ojek apa." ucap Garvi. Pasalnya Zeva meletakkan tangannya diatas pundak Garvi. Emang ada ya orang pegangan seperti itu?

Garvi membawa turun tangan Zeva dan melingkarkannya di pinggang. Tentu saja Zeva terkejut bukan main. Untung dia bisa mengendalikan ekspresinya.

"Takut lo terbang."

Setelah itu Garvi meninggalkan parkiran sekolah. Jangan tanya berapa pasang mata yang melihat mereka. Tentu saja ada yang kaget, senang, dan iri tentunya. Seperti sekarang, seorang perempuan yang menatap kepergian mereka dengan tangan terkepal.

***

Carry The DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang