Now playing: Lauv- Sad Forever
***
Al nampak lusuh duduk sendirian di salah satu bangku taman sekolah sambil menatap hasil ulangan yang tak juga bisa membuatnya jadi yang pertama. Rasa marah menyerangnya tanpa ampun. Apa lagi yang kurang? Teriaknya dalam hati. Semua telah dia lakukan. Belajar hingga mimisan sudah hampir menjadi kesehariannya. Tapi hasil ini benar-benar membuatnya roboh terlebih serangan bayangan kedua orangtuanya yang mengamuk karena kecewa makin membuatnya tak keruan.
Dia sudah tidak kuat lagi, kegagalan beruntun membuat suara-suara yang memintannya menyerah makin lama makin terdengar keras di kepalanya. Dan lagi-lagi pertanyaan itu muncul di hadapannya. Untuk apa sebenarnya semua ini? Benarkah perjuangan yang tidak manusiawi ini untuknya? Untuk hidupnya dan kebahagiaannya seorang tanpa embel-embel tumpangan kepentingan orang lain? Karena tanpa dikatakan pun semua telah jelas, dia sangat menderita menjalani prosesnya.
Lamunannya teralih dengan kedatangan sesosok perempuan yang dikenal Al secara ajaib, Nila namanya. Bagi Al, Nila adalah manusia paling penuh warna yang pernah dia temui seumur hidupnya. Dan menurut Nila, Al adalah orang pertama yang tak mengotakkan hal dengan satu warna. Pemikiran aneh yang membuat mereka nyaman satu sama lain.
Nila berjalan mendekati Al sambil menyodorkan minuman favorit Al, thai green tea.
"Kamu kenapa? Kusut amat wajahmu," ucap Nila yang langsung mengambil posisi duduk di sebelah Al.
"Kamu pernah ngerasa ada di tempat yang salah nggak sih?" Pertanyaan yang membuat Nila hampir tersedak oleh minumannya.
"Ya pasti pernahlah. Manusiawi itu," jawab Nila dengan tenang.
"Terus gimana ngehadapinnya?" tanya Al masih dengan sorot matanya yang kosong.
"Dengan prinsip kayak Pak Descartes, cogito ergo sum." Al memicingkan mata tanda ketidakpahamannya. Nila meneruskan perkataannya, "itu kan artinya aku ada karena aku berpikir." Penjelasan yang justru membuat Al makin tak paham.
"Jadi maksudmu gimana sih, Nil?" Memang tidak mudah menerka maksud pemikiran Nila ketika jiwa filsufnya keluar.
"Ya, nggak bisa dipungkirin keberadaan kita di dunia ini adalah hasil dari pikiran kita sendiri jadi kita harus mikir. Apa kita beneran berada di tempat yang salah atau kita aja yang ngerasa kelelahan karena kegagalan yang terus-menerus? Cuma kita yang bisa ngeanalisis bukan orang lain. Dan jangan lupa hidup itu tentang sebuah pilihan. Soal kasus kamu tadi cuma ada dua pilihan bertahan atau pindah. Iya kan?"
"Iya sih. Tapi gimana kita bisa yakin ama pilihan kita?"
"Dengan mengesampingkan benar-salah dan baik-buruk."
"Terus?"
"Lebih ke pertimbangan resiko aja. Baik-buruk dan benar-salah itu akan dinilai dari seberapa kuat kita bisa menanggung resiko dari pilihan kita. Kalau kamu kuat ngadepinnya orang-orang akan ngasih respond yang menyenangkan, tapi kalau sebaliknya ya kamu tahulah gimana pikiran para netijen." Keduanya pun tersenyum sambil beradu pandang.
"Tapi apa pun itu dan seberat apa pun manusia tetap harus memilih, termasuk kamu, Al," Ucap Nila dengan tatapan seriusnya.
"Iya, semuanya udah nggak bisa di-pending lagi," sahut Al parau sambil mengalihkan pandangannya ke depan.
Tiba-tiba tangan kiri Nila memegang pundak Al dan berkata, "apa pun pilihanmu, percaya deh kalau kamu nggak sendirian. Aku selalu ada dan ngedukung kamu." Perkataan yang langsung membuat mata mereka bertemu dan senyum terbit di wajah Al yang awalnya kelu. Kemudian mereka bertukar tawa sejenak lalu keadaan ceria itu berubah canggung. Nila refleks melepaskan tangannya dari bahu Al. Keduanya berdeham bersamaan dan menjauhi tatapan satu sama lain.
Mereka yang sama-sama salah tingkah pun mengalihkan pikiran dengan menerka-nerka masa depan seperti apa yang telah menanti mereka. Mereka juga membungkam kegugupan mereka dengan pertanyaan berapa banyak pilihan-pilihan yang harus mereka buat kedepan dan benarkah pilihan-pilihan yang telah mereka lakukan selama ini. Walaupun tak bisa dipungkiri ada yang bergejolak begitu kuat ketika tawa menyemarakkan kebersamaan mereka. Apakah itu juga bagian dari pilihan yang harus mereka buat di masa depan?
***
Selamat datang di Illustrationalove, selamat kenalan juga ama Al dan Nila...
Gimana prolognya? Ngajakin baku hantam atau malah bikin baper? Kalau aku sih jadi pengen ngirim bom nuklir ke authornya abis otaknya konslet kerasukan teori buku filsafat. Hhhheee...
Oh ya vote, komen dan ramein cerita ini ya. Biar authornya sembuh dari kemageran. Dan ketemu lagi di hari dan setiap Selasa. Oke?
Salam kenal,
Prilda Titi Saraswati
Find me:
IG: @prildasaraswati
WP: @prildasaraswati
KAMU SEDANG MEMBACA
Illustrationalove
Teen FictionNaldo atau yang lebih akrab dipanggil Al menjalani hidup dalam dunia penuh label. Di mana stigma-stigma berkumpul menjadi pakaian yang tak bisa dilepaskan. Standar kesempurnaan yang diyakini umat manusia pun menjelma menjadi topeng yang wajib dikena...