Queen Mednorts

36 4 1
                                    

Elang mengangkat alis melihat Anin berjalan ke arah mereka dengan muka tertekuk. Pagi ini mereka bertiga ... Elang, Aron dan Biru sedang sarapan di kafetaria sekolah.

“Napa muka lo?” tanya Biru begitu Anin sampai di depannya. Cewek itu hanya memandang malas dan menghempaskan dirinya ke samping Elang. Matanya menatap ketiganya bergantian.

Elang menaikan kedua alisnya, “kenapa?”

“Laper,” jawabnya singkat dengan mata yang tak lepas pada nasi goreng mereka bertiga.

Elang mengangguk-angguk singkat mendengar jawaban gadis itu, geli sendiri macan seperti Anin bisa merengek karena makanan. Dia terkekeh pelan membuat Anin mendongak menatapnya.

“Pesen sana,” ujarnya pelan.

“Maunya, tapi mana bisa. Sebentar lagi bel masuk bunyi tahu, mana sempet gue pesen. Noh jalan ke kasir aja butuh waktu, masak butuh waktu, makan butuh waktu nggak cukup 5 menit,” katanya panjang lebar.

Biru mencibir, “tinggi lo juga butuh waktu Nin,” sindirnya. Anin mengumpat kearahnya lalu tanpa aba-aba wanita itu sudah mencabik-cabik seragam Biru yang kini sudah tertarik pasrah.

Aron melengos keras melihat keduanya. Bisakah dia makan dengan tenang tanpa gangguan makhluk-makhluk unfaedah seperti mereka.

“Udah-udah! Ck, Nin balik sono.”

“Gue nggak suka ya-,” omelan Anin terhenti saat Elang dengan tidak tahu dirinya menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulut gadis itu. Seketika raut wajah gadis itu merekah. Tertawa senang sampai membentuk kerutan di kedua sudut bibir Anin.

“Wuahh baik syekali kamyu, makin sayang dehh. Nggak jadi ngatain bisu kalau gitu, kapan-kapan aja,” ucapnya girang. Ketiga lelaki yang ada di sana hanya menggeleng maklum melihat tingkahnya. Sudah biasa dengan kerandoman si Queen Mednorts.

Mereka berempat makan dengan tenang minus Anin yang menjadi parasit bagi Elang. Karena gadis itu dengan tidak tahu malunya meminta Elang menyuapinya sementara dia sibuk dengan instagram. Jatuhnya si perempuan tidak tahu diri itu yang menghabiskan sarapan Elang.

“Dekor kelas gimana Nin?” tanya Aron kemudian.

“Udah hampir jadi kok tinggal finishing bentar habis itu kelar,” jelasnya masih dengan menerima suapan dari Elang.

BRAK!

Anin tersedak, tenggorokannya terasa sakit saat makanan yang belum terkunyah harus tertelan bulat-bulat. Aron dengan sigap memberikan minumnya kepada gadis itu yang sibuk memegangi lehernya dengan mata yang memerah.

“Minum dulu pelan-pelan,” kata Aron menenangkan sedang Elang memijat pelan tengkuk belakang gadis itu.

“Uhuk ... uhuk!”

Sang pelaku hanya diam saja sambil sesekali meringis melihat keisengannya yang berbuah maut nantinya.

“Tian bangsat!” umpat Biru pada lelaki yang sudah membuat keributan. “Lo dateng-dateng salam  kek, ini malah mukul meja. Kalau dia kesedak gimana?”

Tian menoyor kepala pemuda itu, “Setan, udah kesedak itu.” Biru hanya cengar-cengir tidak jelas di tempatnya. Dia memang tidak ada niat untuk membela atau memarahi sang pelaku.

Karena mereka partner in cream dalam membuat kerusuhan.

Anin berdehem, menormalkan kembali wajahnya yang terasa panas. “Udah Ron, thanks Lang.”

“Eh buaya cari mati lo?!” amuk Anin begitu saja. Lelaki itu kini berkelit ke arah belakang Aron yang dimana tidak bisa dijangkau Anin.

“Damai aja ya Nin, sorry elah kagak sengaja,” ucapnya dengan cengengesan.

Mednorts  [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang