Pagi ini keadaan di Archi’s atau Archipelago High School sedang lengang-lengangnya. Para guru tengah melakukan rapat untuk study banding kelas sebelas. Namun tidak dengan kelas yang berada di lantai atas tersebut, pagi-pagi sudah membuat bising. Rencananya hari ini mereka akan membuat papan identitas karena sebentar lagi memasuki HUT Kemerdekaan Indonesia. Sudah tentu membuat semua penghuni Mednorts gaduh tak karuan untuk mempersiapkannya.
Ke-17 makhluk astral itu mulai bekerja. Beberapa anak sibuk mengatur urusan dekor, papan identitas juga ornamen-ornamen tambahan yang dibutuhkan. Di pojokan terlihat Aron, Tian, Elang, dan si kembar Dopan Devon tengah bermesraan dengan triplek seukuran papan tulis untuk mereka hias. Mereka berlima memang kebagian membuat identitas kelas karena yang mengusulkan adalah si kembar. Selain itu, hanya mereka yang jago dalam urusan gambar menggambar. Sebenarnya mereka berdua ... Dopan dan Devon tidak kembar, namun karena nama mereka hampir mirip bonus kelakuannya juga jadi akhirnya anak-anak dari awal masuk kelas sepuluh kompak menamai mereka dengan upin-ipin versi dewasa.
“Nin, cat-nya mana woe!” teriak Dopan dari belakang. Gadis yang tengah menguncir rambutnya menjadi ekor kuda itu mendengus kasar berbalik berjalan ke belakang dan menoyor kepala Dopan.
“Kaga usah teriak nyet, gue nggak budeg!” sengaknya sembari memberikan cat kaleng berwarna biru. Lelaki itu meringis di tempatnya. Anindya Shafa Affryna atau biasa disapa Anin kerap kali ditakuti anak-anak Mednorts karena kebringasannya. Sebenarnya gadis itu diam saja sudah membuat anak-anak menciut apalagi jika gadis itu tengah mengeluarkan tanduknya, seperti sekarang. Lucunya, Anin ini punya level kemarahan yang berbeda kata Devon. Kalau tingkat emosinya sudah di ubun-ubun, maka gadis itu akan diam, hal ini yang paling dihindari oleh anak Mednorts. Namun tetap saja mereka tidak pernah kapok untuk menggoda Anin.
Menyenangkan katanya.
Mungkin hanya dua orang saja yang berani dan tak terpengaruh oleh hawa Queen dari Anin. Si Ketua kelas, Angkasa Putra Azharon yang selalu memasang tampang judes nan datar. Lalu sang most wanted Archi’s—Elang Adiputra.
“Yaelah Nin, lo tuh sensi mulu dah,” sahut Devon sewot.
“Bacot!”
Anin memperhatikan mereka yang sudah kembali fokus dengan papan tersebut. “Gue heran sama kalian. Kenapa nggak pake banner aja goblok. Kenapa harus pakai triplek segala?” tanyanya tak habis pikir dengan kelima temannya itu.
Tian menolehkan kepalanya dengan senyum sinis, “lo tahu seni kagak. Ini tuh bagian dari seni, indah dan mengagumkan.”
“Heh the Nun! Seni darimananya bego. Tampang aja cakep otak lo pas-pasan.”
Tian memasang wajah tersakiti sembari memegang dadanya.
“Ahh... sungguh adinda, perkataanmu menyakiti hati kanda. Apa salah kakanda padamu dinda?” tanyanya sambil sesekali mengusap kasar matanya seolah ada air mata yang mengalir di kedua pipi pemuda itu.
Anin dan keempat orang yang ada di sana mengumpat kasar. Gadis itu kini membuang pandangannya, berdecak malas. Membalas tatapan Dityan tajam.
“Dahh lah, kagak guna ngomong sama kurcaci-kurcacinya Aurora.” Anin mengibas-ngibaskan tangannya ke udara.
“Lah kurcaci bukannya di kisah snow white? Napa jadi ke Aurora?” tanya Devon bingung.
“Putri salju itu anjing!” kata Dopan menengahi.
“Goblok. Lha iya snow white itu putri salju.”
“Beda kali. Namanya aja udah jelas banget kok.”
Anin berkacak pinggang menghadap mereka, “heh sok tahu banget lo. Mainannya barbie aja sok-sokan benerin,” sewotnya sampai ingin menabok kepala mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mednorts [HIATUS]
Novela Juvenil[Plagiat Dilarang Mendekat] Mengandung kata-kata kasar. Harap bijak dalam membaca "Ada ya, manusia macam mereka ditengah-tengah sekolah internasional ini?"- Angkasa Putra Azharon "Harap sabar, kelas gue emang isinya anak monyet semua. Termasuk gue...