Enam

21 7 0
                                    

MURKA

Matahari sinar nya begitu indah menyinari dunia. Pagi ini tak seperti biasa nya, matahari tak mau lagi menyinari dunia. Awan hitam berlalu lalang di atas, enggan tuk menampakan sinar matahari dari atas sana.

Berhari-hari kami menunggu sinar nya. Namun, yang datang hanyalah kilatan petir dan tetesan air. Tetesan air berubah menjadi sebuah kubangan dan  menenggelamkan seluruh dunia.

Canda tawa yang aku dengar tiap Pagi kini hanya khayalan. Yang ku dengar kini, tangis yang tersedu sedu, meraung raung berharap hari ini akan kembali menjadi hari hari sebelum nya.

Menunggu. Kini mereka hanya bisa menunggu. Menatap seluruh nya, hanya ada puing puing banguban, banyak orang yang kehilangan. Berlari kesana kemari tak tau arah. Bingung.

Aku hanya bisa menatap puing puing bangunan. Ku pejam kan mata, ku genggam erat tangan ku, menahan amarah pada diri ku. Ku berteriak , aku pun lari tak menentu. Hancur.

TIDAK DIANGGAP

Di saat semua orang tak peduli dengan kedatangan mu, aku beribu ribu mengharapkan kamu datang. Namun, tuk kedua kali nya kamu datang mereka mengharapkan mu datang dan  mengucapkan selamat tinggal. Sedangkan aku hanya diam dan menatap itu semua. seolah olah aku tak berguna lagi, bahkan melihat ku saja kau tidak mau. Mungkin jika itu cara tuk melupakan diri ku, aku bersedia merasa sakit dan rela melupakan mu

COBA MENGERTI

Ku pergi jauh. Sangat jauhh. Sendiri ku pejamkan mata, duduk di antara langit dan bumi. Memandangi alam ini yang begitu indah nya, udara sore yang menyejukan menghilangkan segala masalah yang ada. Ingin rasa nya lupa dan tak ingin mengingat itu lagi, namun kenyataan yang membawa ku untuk tetap merasakan sakit yang mendalam. Andai waktu itu aku tak ada disana. Mungkin, aku tak seperti ini.

•Riris Safitri•

KATAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang