01 |KEMBALI MELIHAT DUNIA

18.4K 803 7
                                    

Selamat Membaca!
Jangan lupa tekan 🌟 dan komentarnya.

Playlist :
Tabir Cinta by Suby & Ina

•••
"Aku ingin setegar pohon. Ia tetap berdiri tegak walau dedaunan yang ia pertahankan jatuh dan pergi meninggalkan."
by @putrisrid

MEREKA bilang surga itu tempat pulang terindah. Aku hampir ingin mengintip pintu bersilau cahaya yang mengarah ke surga, tapi tangan Tuhan melarangku. Dia bilang aku masih punya waktu, lalu hanya butuh satu bisikan kata darinya "Bangun," kedua mataku akhirnya terbuka.

Hal pertama yang kulihat setelah itu adalah wajah gelisah dokter dan kedua suster di sampingnya. "Ibu." Suara pertama kugunakan memanggil ibuku. Aku tidak tahu berapa lama aku tertidur di sini dan aku khawatir ibu sedih karena kondisiku.

"Kamu akan bertemu ibumu nanti. Sekarang aku harus memeriksamu." Dokter perempuan bername-tag Winda memasang eartips stetoskop ke telinga lalu mengarahkan diaphragmnya ke sekitar dadaku untuk mengecek kondisi denyut jantungku. Dokter Winda kemudian lanjut memeriksa mataku dengan senter kecil di tangannya.

Disela melakukan pemeriksaan medis lainnya, aku berpaling menatap sekeliling ruangan yang entah mengapa terasa... sepi. Bukankah di saat seperti ini ibu seharusnya di sisiku? Menunjukkan raut bahagianya melihatku akhirnya bangun dari koma, atau sekadar memelukku sebagai ungkapan rasa rindunya.

"Dokter."

Dokter Winda menoleh setelah menyuntikkan cairan di lengan kiriku. "Di mana ibuku? Apa dia baik-baik saja?" Aku menangkap kesedihan di wajah dokter Winda yang sekarang berpaling memeriksa infus, dia menjawab tanpa menatap wajahku seolah sedang menyembunyikan kekalutannya, "Jangan terlalu banyak bicara, tubuhmu masih terlalu lemah setelah koma."

Perasaanku mendadak tidak tenang, dokter Winda seakan menutupi jawaban atas pertanyaanku sebelum ini. Ya Allah... semoga ibu baik-baik saja, semoga pikiran buruk yang terlintas di kepalaku sekarang tidak nyata.

"Semua baik-baik saja Afra. Yang perlu kamu pikirkan sekarang hanyalah kesehatanmu." Dokter Winda mengelus bahuku seraya tersenyum hangat, berusaha meredam kegelisahanku yang ternyata disadarinya.

"Setelah ini petugas gizi akan membawakan makanan untukmu, makanlah. Satu minggu ke depan kamu harus menjalani terapi supaya otot-otot tubuhmu dapat beraktivitas normal seperti dulu. Karena hampir empat tahun koma, tubuhmu mengalami strok ringan hingga memerlukan beberapa tahap pemulihan."

Aku menganggukkan kepala, "Terima kasih dokter," kataku, sebelum dokter Winda serta suster pendampingnya meninggalkan kamar. Memberi kesunyian pekat yang menjawab pertanyaan tentang keberadaan ibuku.

Air mata menetes di pipiku diikuti suara isak tangis. Ibu sudah tiada. Beliau sudah menderita kanker cukup lama dan aku sebagai satu-satunya penopang hidup ibu bekerja keras demi membiayai perawatan penyakitnya. Tapi setelah tragedi beberapa tahun lalu yang menyebabkanku koma, bagaimana ibu merawat dirinya yang sakit sendirian?

"Ibu... hiks," aku membungkam mulut dengan kedua tangan. Membiarkan air mata membasahi pipi dan baju rumah sakit yang kukenakan. Padahal aku sudah bekerja keras dulu, mengabaikan rasa lelah dan sakitku untuk bekerja mencari uang demi pemulihan ibu. Tapi hanya karena keegoisan orang lain dan kecerobohanku, semua yang pernah kuusahakan di masa lalu sekarang menjadi sia-sia.

"Hiks... hiks... kenapa Ya Allah?" Tanganku menyeka hidungku yang berair, dan mulutku tak berhenti terisak, "Jika... pada akhirnya aku hanya terbangun sendirian, mengapa hiks... mengapa tidak Kau ambil sekalian nyawaku?" Aku menghirup napas sesak sambil teringat kepergian Ayah saat aku berusia tiga belas tahun.

My Husband Soldier (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang