26. Kencan?

135 9 73
                                    

Para siswa mulai berkumpul untuk memenuhi tribun. Mereka membagi kelompok untuk memisahkan antar pendukung. Terlihat Irina dan Risya tengah duduk di antara teman-teman satu sekolahnya.

Mereka terlihat kompak dengan seragam sekolah dan beragam spanduk yang bertuliskan kalimat penyemangat untuk tim basket sekolah mereka. Beberapa siswa laki-laki tampak heboh bersorak untuk tim cheersleader yang tengah tampil membuka acara pertandingan kali ini. Irina dan Risya berdecak kagum melihat penampilan Danessa dan kawan-kawannya terlihat kompak dan ceria.

Setelah kehebohan penampilan gadis-gadis cantik itu, wasit mulai memasuki arena pertandingan. Disusul deretan pemain yang berjalan gagah di belakangnya. Terlihat wajah tampan sekaligus menggemaskan milik Daniel sebagai kapten tim yang berjalan di urutan pertama. Disusul Dimas dan Leon serta pemain lain yang tak kalah dalam memikat hati para gadis.

Sorak sorai penonton semakin heboh kala pluit tanda pertandingan dimulai terdengar. Suasana mulai tegang ketika Daniel berhadapan dengan pemain lawan yang tengah menguasai bola. Hanya beberapa detik sampai Daniel mampu merebut bola itu dan mengoper pada Dimas yang bertindak sebagai shooting guard.

Dengan gerakan cepat Dimas melempar bola tepat pada ring dan menghasilkan poin. Suara teriakan gadis-gadis yang semakin mengaguminya terdengar nyaring. Namun, hanya satu suara yang ia cari. Matanya menelusuri deretan penonton yang mendukungnya. Mencari keberadaan gadis dengan mata indah juga senyuman yang selalu mampu mendebarkan jantungnya lebih cepat.

Senyum indah otomatis terbentuk dari sudut bibirnya kala mata mereka bertemu. Terlihat gadis itu memberikan gestur menyemangati. Tentu saja hal itu membuat Dimas semakin terpacu untuk segera menyelesaikan pertandingan dan bertemu dengan orang yang mendapatkan tempat spesial di hatinya itu.

Kembali bermain dengan teknik yang mengagumkan. Mencetak poin berkali-kali untuk timnya. Ia bermain dengan penuh semangat hari ini. Selain karena segala permasalahan yang mengganggu pikirannya telah selesai, ini juga pertandingan terakhirnya bersama Daniel untuk sekolah mereka. Sebab, setelah ini keduanya harus fokus untuk persiapan ujian akhir yang menentukan kelulusan mereka.

Daniel memainkan bola oranye itu dengan sangat tenang. Seperti ini hanyalah permainan sehari-harinya bersama Dimas dan temannya yang lain. Ia tidak panik sedikit pun bahkan saat pemain lawan mulai mengincarnya. Gerakan tangannya yang cepat mampu menyelamatkan bola dan mencetak poin akhir yang membawa kemenangan bagi tim mereka.

Pluit tanda pertandingan berakhir pun ditiup. Semua orang bersorak riuh menutup pertandingan antar sekolah tingkat kotamadya itu. Kekalahan tim lawan dapat diterima dengan baik meski mereka hanya membawa pulang piala runner-up dalam final kali ini. Sedangkan piala utama tengah dijunjung dengan bangga oleh Daniel dan kawan-kawannya.

Di tengah kerumunan itu terlihat Dimas tengah menatap pada barisan penoton paling atas. Ia mencari seorang gadis dengan rambut panjang yang sejak tadi meneriakan namanya beserta kalimat-kalimat penyemangat. Tersenyum manis ketika gadis itu juga menatapnya. Memberi isyarat agar mereka bertemu di luar lapangan selepas pertandingan ini.

***

Irina tengah duduk gelisah pada bangku panjang. Ia menunggu di taman dalam gelanggang olahraga yang dijanjikan Dimas. Sudah lebih dari lima belas menit ia menunggu, tetapi cowok itu tak juga muncul

Gadis itu memainkan ponselnya untuk menghilangkan jenuh. Membuka kamera depan untuk memastikan penampilannya tidak berantakan. Setidaknya ia sudah sangat siap untuk bertemu kekasihnya.

"Udah cantik, kok," ucap seorang pria yang tiba-tiba muncul dari belakang membuat ia terkejut.

Pria itu kemudian duduk di sebelah Irina. Membuat gadis itu otomatis menggeser posisi duduknya. Ia menatap pria di sebelahnya dengan wajah kesal juga bingung.

"Kak Daniel? Ngapain di sini?" tanya Irina seraya matanya terus melirik ke belakang mencari keberadaan orang yang ditunggunya sejak tadi.

"Yaelah, nyantai kali, Rin. Gue cuma numpang ngadem bentar, kok," sahut Daniel melihat keterkejutan Irina.

"Eumm ... Kak Dimas—" belum sempat Irina melanjutkan ucapannya, Daniel lebih dulu menyela seolah tahu apa yang akan cewek itu tanyakan.

"Dimas lagi dandan, siap-siap mau ketemu lo!"

Sontak Irina mengerutkan keningnya bingung. Ia membayangkan Dimas sedang berdandan ala anak gadis yang bersiap bertemu kekasihnya. Kemudian ia menggelengkan kepala menyingkirkan segala pikiran buruk yang berasal dari ucapan Daniel itu.

Melihat itu membuat Daniel terkekeh dengan kepolosan irina. Kini Daniel mulai memahami kriteria gadis idaman sahabatnya itu. Cindy dan Irina, keduanya adalah gadis cantik. Namun, memiliki kepolosan yang membuat banyak pria gemas pada mereka.

"Bercanda! Dimas lagi ngobrol sebentar sama pelatih dan orang-orang di sana," jelas Daniel.

Irina menganggukkan kepala mengerti. Kemudian ia kembali bertanya, "Kenapa bukan Kak Daniel? Kan, Kakak kaptennya?"

"Karena gue males," jawab Daniel singkat.

"Kak Daniel nggak pulang bareng Risya?" Irina kembali bertanya untuk sekedar menghilangkan kecanggungan. Ia sungguh tidak suka berada dalam situasi canggung bersama orang yang tidak terlalu akrab dengannya.

Daniel menggeleng pelan. Ia duduk dengan tenang sambil menatap langit yang sudah hampir sore. Membawa angin sejuk yang memberikan ketenangan.

"Lo tahu lah, Risya pasti pulang sama Leon. Kalau dia pulang sendiri juga pasti dia udah teriak minta nebeng," jawab Daniel dengan senyum jahil membayangkan teriakan sepupunya. Irina hanya mengangguk membenarkan. Kemudian terdengar teriakan heboh seorang gadis yang menghampiri mereka.

"Kak Daniel!" Suara itu semakin mendekat seiring langkah kaki yang dipercepat menuju tempat Irina dan Daniel duduk.

"Apaan si, Sa teriak-teriak gitu?!" sahut Daniel seraya mengusap telinganya yang mulai sakit mendengar teriakan itu.

"HARI INI GUE PULANGNYA NEBENG KAK DANIEL YA!" Gadis itu sengaja berteriak di dekat telinga Daniel. Membuat sang empunya menatapnya tajam. Sedangkan yang ditatap hanya cekikikan tanpa rasa bersalah.

Kemudian seorang pria datang menyusul langkah gadis itu. Ia tersenyum menatap Irina, lalu mengusap pucuk kepala si gadis yang berteriak pada Daniel—sahabatnya. Ia menepuk pelan bahu Daniel untuk meredam kekesalan cowok itu pada adik kesayangannya, Danessa.

"Niel, lo anterin pulang Danessa, ya?" pintanya seraya memberikan Daniel tatapan memohonnya.

Baru saja Daniel akan menolak. Namun, ia urungkan karena mendapati tatapan Dimas berubah mematikan. Lantas ia mengangguk dan segera menyeret Danessa dari sana agar tidak mengganggu pasangan yang tengah dimabuk asmara itu.

***

Dimas menghentikan motornya tepat di depan pagar rumah Irina. Membiarkan gadis itu turun dari boncengannya. Kemudian menerima helm dari tangan mungil itu.

Ia tersenyum manis seraya tangannya merapikan helaian rambut gadis itu yang sedikit berantakan. Sedangkan Irina sudah merona akan perbuatannya ini. Menikmati setiap detik kebersamaan yang mendebarkan.

"Besok aku jemput jam 7 pagi, ya?" ucap Dimas dengan suara beratnya.

Irina terlihat bingung mendengarnya. Karena seingatnya besok adalah akhir pekan dan sekolah sudah pasti diliburkan. Ia juga tidak ingat sudah membuat janji untuk bertemu siapa pun.

"Mau ke mana?" tanyanya memastikan.

"Kencan," jawab Dimas singkat, lalu kembali memakai helmnya dan bersiap untuk pergi dari sana.

Irina masih mematung di tempatnya. Menatap punggung Dimas yang semakin menjauh bersama motornya. Ia merasakan sensasi aneh saat mendengar kata 'Kencan.' Wajahnya memanas diiringi dengan detak jantung yang semakin cepat. Namun, detik berikutnya ia menyadari satu hal.

Bukankah jam 7 terlalu pagi untuk sebuah kencan?

Tbc...

Terimakasih sudah baca 💙

Terimakasih sudah mampir meski hanya sekedar mau tahu 💙

Edited: December 31, 2019

Mine(Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang