Sebuah ruangan putih yang tak begitu luas itu terasa sunyi, tak hanya itu perasaan mencekam pun begitu mendominasi hingga siapapun yang berada di sana merasakan sesak yang amat sangat. Seorang bocah perempuan yang kemarin baru saja menempati ruangan itu kini duduk di kursi yang tersedia disana dengan tubuh bergetar.Tangannya yang sedang meremat pulpen menorehkan tinta hitam itu pada sebuah buku yang tak cukup tebal dengan cover berwarna hitam. Air matanya terus saja menganak sungai tanpa henti, bibirnya bergetar menahan isakan, dan tangannya terus saja menulis.
"Tidak usah terburu-buru, waktumu masih banyak bocah," suara di belakangnya membuat bulu kuduknya meremang, Ia ingin menangis kencang dan meminta tolong namun Ia tahu semua itu adalah hal yang sia-sia saja. Seseorang yang begitu familiar dimatanya ternyata adalah seseorang yang akan jadi jembatan antara hidup dan matinya, Ia tak ingin percaya namun kenyataan seakan menampar wajah mungilnya.
"Pa-paman,, a-aku boleh bertanya sesuatu?," gadis kecil itu bertanya dengan ragu, akal bocahnya memiliki banyak pertanyaan yang begitu membuatnya penasaran.
"Ya,, tanya saja karena setelah ini kau tidak akan aku beri kesempatan," lelaki dengan pakaian serba hitam itu menanggapi, Ia yang tadinya duduk diatas ranjang itu kini berpindah ke hadapan bocah perempuan yang begitu ketakutan itu. Kepala botak gadis itu memberi tahu bahwa sebenarnya dia pun bukanlah manusia dengan punya banyak harapan untuk hidup.
"Paman kenapa mendekati Kak Changbin? Apakah kau mau menyakitinya?," Ia tersenyum tipis, lalu mengarahkan salah satu tangannya untuk mengelus kepala botak gadis yang divonis penyakit kanker darah itu.
"Tidak, aku tidak akan menyakitinya selama dia tidak menganggu pekerjaan ku. Dia akan jadi mainan ku," Ia berkata dengan intonasi lembut, namun terdengar begitu dingin dan menakutkan. Sangat bertolak belakang dengan image yang Ia tunjukkan pada dunia luar, yang ramah dan easy going walaupun terkesan misterius.
Gadis kecil itu mengangguk, Ia tak ingin menyela atau membela sebab Ia tak begitu mengerti perkataan orang dewasa dihadapannya. Namun, bibir kecilnya kembali ingin bertanya, walaupun sebenarnya Ia tahu jelas apa jawaban dari pertanyaan yang akan Ia lontarkan.
"Eumm,, paman..apa kau ingin membunuhku seperti yang ada di film yang ditonton oleh Kakak ku?," Lagi-lagi Ia tersenyum namun kali ini dengan kepala menggeleng, "aku tidak membunuhmu sayang, aku menyembuhkan mu,"
🔪
Kini ruangan yang digunakan sebagai kantor bagi tim penyelidik bentukan Chan tengah dalam situasi tegang hanya karena sebuah berita yang kemarin malam mereka dapatkan. Dan pagi harinya mereka segera melangsungkan rapat yang diliputi ketegangan, juga rasa kesal luar biasa.
"Lihat, ini korban keenam," Jaehwan berkata dengan suara jengkel, Ia sama sekali tidak mengira jika akan ada korban kembali dalam waktu dekat.
"Jangan mengambil kesimpulan dulu, siapa tahu ini tidak ada hubungannya. Kau tidak lihat rentan waktunya terlalu dekat?," Hyunjin mencoba menenangkan dan berpikir positif, namun energi negatif terlalu menguasai pikirannya.
"Benar juga, ini pasti bukan perbuatan orang yang sama," Jisung menimpali, sebab memang ciri-cirinya tak begitu sama dengan kasus sebelumnya.
"Siapa lagi korbannya kali ini?," Woojin bertanya, Ia perlu sesuatu untuk meyakinkan diri akan apa yang tengah Ia pertimbangan di kepalanya sekarang. "Salah satu pasien dari rumah sakit Sarang juga, namanya Kim Nayeon, gadis kecil pengidap kanker darah stadium akhir," Bangchan menjawab pelan, kini kepalanya juga tengah berkecamuk.
"Siapa yang memberimu laporan?," Bangchan menoleh pada Seungmin, Ia menghela nafas sebentar sebelum menjawab, "Dr. Seo menelepon ku kemarin. Dia terdengar begitu khawatir dan panik, kemarin aku sudah mengirimkan polisi untuk menyelidiki. Dan hari ini aku akan kerumah sakit,"
"AKU IKUT! AKU IKUT!!," Seungmin berteriak ketika mendengar rencana Chan yang akan pergi mengunjungi rumah sakit, Ia mengangkat lengannya tinggi-tinggi agar Chan mau mengajaknya.
"Dia itu kenapa?," Hyunjin menatap Seungmin aneh, tidak biasanya lelaki itu se semangat ini. "Hufftt,, kau tau dia baru saja menemukan bonekanya. Sejak kemarin dia meributkan dokter tahun pertama yang bekerja dengan Dr. Seo itu," Jisung menjawab dengan jengah, walaupun melihat Seungmin yang terlihat begitu antusias adalah hal yang langka.
"Siapa? Dr. Lee atau Dr. Yang?," Hyunjin kembali bertanya, mendengar itu Seungmin segera menjawab, "kalau Dr. Lee itu bukan tipe ku, tapi tipenya Jisung,"
Baik Hyunjin, Bangchan dan Woojin kini menatap Jisung horor, sejak kapan manusia tupai itu menyukai manusia. "Kau menyukai seseorang bermarga Lee, Sung? Aku kira tipe mu adalah lelaki bermarga Kim," Woojin menimpali sambil tersenyum kecut, dihadiahi dengan gelakan geli dari Hyunjin, Seungmin dan Bangchan kecuali Jisung yang kini terlihat dongkol.
Sedangkan Jaehwan yang melihat itu memijit batang hidungnya lelah, sebenarnya dosanya apa hingga Ia bertemu dengan manusia-manusia konyol yang mempunyai otak jenius seperti mereka ini? Membuat frustasi saja.
🔪
Malam kembali menyapa, waktu berputar begitu cepat hingga tidak menyadari bahwa kini gadis kecil yang beberapa hari lalu masih tertawa riang itu kini telah terbaring kaku di ranjang putih tempat dirinya bernafas untuk terakhir kali. Menyedihkan memang, namun tidak ada yang menangis untuknya.
Tubuh kecil yang kaku dan telah membiru itu dibopong keluar ruangan menuju ruangan lainnya yang letaknya entah dimana. Lorong gelap panjang yang terlihat tak berujung itu ternyata berakhir pada sebuah pintu yang terhubung dengan ruangan lainnya. 'Ia' membuka ruangan tersebut setelah memasukkan kode sandi pada mesin, lalu masuk kedalamnya dengan santai.
Ia meletakkan tubuh gadis kecil yang sering dipanggil Nayeon itu pada sebuah ranjang yang lebih kecil dari ranjang pada ruangan sebelumnya, berwarna hitam dan tidak tersedia bantal atau selimut pertanda ranjang tersebut bukanlah tempat yang dijadikan untuk tidur.
Ia mengambil sesuatu dari laci pada meja yang ada pada ruangan tersebut, lalu kembali di samping ranjang sebelumnya. Benda yang tampak seperti sebuah dompet berukuran besar itu dibuka, dan menampakkan berbagai jenis dan macam pisau tajam dari ukuran paling kecil hingga yang terbesar.
Ia memiliki yang paling kecil, menatap mata pisau yang begitu mengkilap itu dengan lebar. Lalu Ia mengambil sebuah korek gas dan membakar ujung pisau tersebut selama 10 menit.
Setelah merasa cukup panas, Ia membuka pakaian bocah kecil yang telah kehilangan nyawanya itu. Menatap tubuh polos itu bak sebuah kanvas nya, sedangkan pisau yang Ia pegang itu adalah kuasnya.
'Ceshhh'
Suara yang dihasilkan dari bertemunya besi panas dengan kulit manusia itu menghasilkan alunan indah pada telinga, apalagi asap yang keluar dari luka itu membuat senyumnya makin merekah.
Seakan tengah melukis, Ia dengan lihai menyayat daging gadis itu hingga darah-darah nya mengalir deras. Ia suka bau anyir dari cairan kental berwarna merah pekat itu. Sayatan yang tak begitu dalam itu terus Ia buat di seluruh tubuh, hingga tidak ada lagi ruang untuk 'menggambar'. Setelah puas, Ia mengambil kembali pisau yang lebih besar, seperti sebuah pisau dapur namun ini lebih tajam dari pisau yang Ia pakai biasanya.
'Jukhh!' 'juckhh!!'
Tanpa aba-aba Ia menusukkan pisau tersebut pada perut mayat bocah itu, begitu dalam hingga hampir satu badan pisau.
'Jukchh' 'Juckhh'
Kedua kalinya Ia menusukkan pisau tersebut kali ini tepat pada bagian jantung hingga darah tersembur keluar dari mulut dan hidung bocah perempuan itu. Lagi-lagi Ia tersenyum melihat darah-darah itu mengalir juga membasahi wajahnya.
Setelah merasa cukup, Ia meletakkan kembali pisau itu pada tempatnya. Namun sebelum itu, Ia ambil kembali scapel yang tadi Ia pakai dan membakar mata pisau itu lagi. Kemudian Ia mengarahkan ujung pisau itu pada bagian pinggir pinggang tubuhnya gadis kecil itu dan menuliskan sesuatu disana.
Luka bakar itu membentuk sebuah luka kecil bertuliskan huruf 'A'.
To Be Continued...
:)
KAMU SEDANG MEMBACA
[7]SEXY KILLER || SKZ [TAMAT]✓
Fanfiction"Do you know me?," 17+ Rate T-M Gore Thriller Angst/Tragedy YAOI BXB