Jas putih yang selalu jadi kebanggaan tersendiri bagi diri itu kini dipenuhi bercak pekat merah berbau anyir, sama hal nya dengan kedua tangan yang saat ini tak lagi berupa. Jejak air mata masih tersisa, rambutnya berantakan, keringat penuh kekhawatiran membuat dirinya terlihat teramat sangat kacau. Kakinya bergetar, cengkraman pada ujung jas yang ia gunakan jadi pertanda bahwa ia tidak baik-baik. Tidak sebelum ia mendapat kabar soal seseorang yang kini tubuhnya tengah dibedah di dalam ruang operasi.Sebuah tangan menyentuh pundak, ia mendongak, dan mata yang keseluruhan merah itu bersibobrok dengan pernik cokelat bata dari rekannya. Melempar senyum yang tak terdapat ketenangan disana, mereka sama-sama cemas nya.
"Dia akan baik-baik saja. Percaya padaku." Pundaknya di tepuk dua kali, lantas di beri elusan penenang, sosok itu duduk di sebelah tubuhnya. Ia tersenyum getir.
"Aku tahu." Ia membalas dengan suara serak, sang rekan menoleh, memandangnya dengan lembut. Berdehem sejenak, namun itu tak membantu tenggorokannya yang terasa sakit, lebih tepatnya seluruh tubuhnya terasa sakit setelah melihat dengan secara langsung bagaimana tubuh itu mengucurkan darah setelah bunyi suara meledak terdengar.
"Jangan menyalahkan dirimu. Ini pasti pekerjaan si pembunuh itu, mereka memang sejak lama mengincar Detektif Chan." Changbin mengangguk, menyetujui perkataan Jeongin, juniornya. Namun tetap saja, ia tak bisa menyingkirkan pikiran bahwa Chan terluka karena dirinya.
"Lee Minho kan?" Jeongin menggeleng ragu, ia tak bisa menuduh seseorang meskipun hatinya yakin bahwa pria yang Changbin sebutkan itu memanglah dalang dari semua ini.
"Kita belum tau kebenarannya sebelum pembunuh sesungguhnya ditangkap. Tidak perlu khawatir, aku yakin cepat atau lambat orang gila itu akan segera tertangkap. Chan dan teman-temannya adalah orang-orang pilihan yang hebat." Changbin mengangguk pelan, jemarinya yang masih terdapat noda darah setelah tadi berusaha keras menahan darah yang keluar dari tubuh Chan agar pria itu tak kehilangan banyak darah. Changbin bersyukur Chan ditangani secara cepat.
Mengingat bagaimana Chan tertembak oleh seseorang yang tidak diketahui identitasnya itu membuat Changbin kembali meringis. "Aku bersumpah akan membunuh Minho." Ujarnya sambil memejamkan mata, Changbin membuang nafasnya perlahan.
Jeongin tersenyum tipis, menepuk kedua tangan Changbin yang menyatu membuat kelopak yang terpejam itu kembali terbuka, memandang heran padanya. "Orang itu akan mendapatkan balasan yang setimpal." Changbin sekali lagi menyetujuinya dan berharap semoga apa yang Jeongin katakan benar adanya.
"Oh ya, ngomong-ngomong Felix kemana? Selama seharian ini aku tidak melihat rupanya." Changbin mengendar pandang nya, siapa tahu saja dengan begitu ia bisa menemukan seseorang yang tadi ia tanyakan pada Jeongin. .
Jeongin mengeryit, ia sendiripun baru ingat bahwa selama sehari penuh ia tak bertemu dengan temannya itu, "Aku juga tidak melihatnya hari ini."
Changbin mengambil ponselnya di saku jasnya, mengeluarkan benda itu untuk melihat apakah ia mendapatkan pesan atau apapun yang berhubungan dengan Felix. Namun selain pesan dari Chan, Hyunjin, dan beberapa rekan dokternya, tak ada satupun pesan masuk dari Felix.
"Tidak biasanya anak itu menghilang tanpa izin." Jeongin tertawa tipis ketika mengingat sesuatu yang mungkin saja jadi alasan terbesar kenapa Felix tiba-tiba menghilang.
"Kau tau kan bahwa Jisung menghilang dengan Woojin. Ku rasa Felix merasa galau karenanya."
Entah harus ikut tertawa atau bagaimana, Changbin memilih diam tak menanggapi lelucon Jeongin. Lagipula ia merasa ada yang janggal, seakan Felix sengaja untuk menghindar dari mereka. Itu hanya perasaan Changbin saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
[7]SEXY KILLER || SKZ [TAMAT]✓
Fanfiction"Do you know me?," 17+ Rate T-M Gore Thriller Angst/Tragedy YAOI BXB