#1

13K 947 37
                                    


"Ibu Anataya,  dipanggil pak Fariq ke ruangannya," ujar Tenti, sekretris cantik itu tiba-tiba mengagetkannya,  ia pandangi satu persatu stafnya masih tekun berkerja di kubikelnya masing-masing. Akhir bulan yang melelahkan.

"Iya Ten,  aku akan segera ke sana," sahut Aca, panggilan akrab Anataya, bangkit dan melangkah menuju ruangan direktur.

Membuka pintu perlahan dan tampak wajah dingin Fariq yang mengalihkan pandangan dari komputer pada wajah lelah di depannya.

Sekilas Aca melihat nama di meja direktur, Farishasqa Hafez Mikala, ia menghembuskan napas berat, berusaha tenang menghadapi bosnya yang jarang berbicara, namun pandangan matanya seolah bisa menebak apa yang ada di kepala anak buahnya.

"Apa selalu seperti ini pekerjaan anak buahmu, tidak bisakah meningkatkan speednya, ini sudah jam berapa,  pulanglah,  perintahkan divisimu,  besok sebelum maghrib semua pekerjaan harus selesai," ujarnya dengan suara datar namun tatapan matanya mengerikan.

"Ya Pak, maafkan saya,  yang kurang becus mengurus anak buah saya, saya akan membuat mereka bekerja lebih baik lagi, permisi," ujar Aca bangkit dari duduknya.

"Aku belum menyuruhmu pergi, bisakah kita tidak seformal ini Ca?" tanya Fariq dan Aca kaget saat ia mendengar laki-laki itu memanggil dengan nama kecilnya.

"Kita di kantor dan bapak atasan saya," sahut Aca berusaha menatap mata atasannya namun ia kalah lagi, dan pura-pura menatap ujung sepatunya.

"Aku sudah sebulan di sini,  menggantikan papa dan kamu tetap dingin padaku, kamu bukan Aca yang aku kenal, laki-laki itu tidak pantas kamu ingat, kamu di sini merenungi nasibmu sampai berubah seperti ini sementara dia,  berada dalam pelukan hangat istrinya," Aca kaget menatap wajah Fariq teman sma-nya yang dulu sangat pendiam sekarang jadi menjengkelkan baginya, Aca menatap dengan geram.

"Bukan urusan bapak, itu masalah pribadi saya, permisi," sahut Aca kesal dan melangkahkan kaki ke pintu,  belum sampai ia membuka,  lengannya ditarik oleh Fariq, Aca menoleh dengan marah.

"Jika hanya ini yang akan bapak bicarakan,  saya tidak akan capek-capek ke ruangan bapak."

****

Aca menghempaskan diri di kursinya, anak buahnya menoleh padanya hampir bersamaan.

"Ibu dimarahi?" tanya Ryan kawatir.
"Nggak lah,  kalian sudah bekerja dengan baik, dia saja yang masih  merasa kalian kurang cepat kerjanya, ok, kita lanjut besok saja, ini hampir jam sebelas malam, kalian pulanglah,  besok sebelum maghrib bos minta pekerjaan kalian harus sudah selesai," ujar Aca.

"Siap bu," suara staf Aca hampir bersamaan. Mereka segera meninggalkan ruangannya dan menuju tempat parkir.

Hanya Aca yang masih melanjutkan pekerjaannya. Ia masih saja tekun menatap layar komputer dan sesekali keningnya berkerut.

"Minumlah, paling tidak ini bisa menemanimu malam ini," Fariq tiba-tiba menyodorkan mug kecil berisi kopi.

"Makasih," ucap Aca pelan pandangan matanya tetap pada komputer.

"Bapak ibu sehat Ca?" tanya Fariq tanpa menatap Aca,  matanya melihat ke arah jalan yang masih saja ramai, dari lantai tiga nampak kendaraan yang hilir mudik.

"Ibu sehat, bapak meninggal dua tahun lalu," Aca menghembuskan napas dengan kuat,  mengingat bapaknya yang terkena serangan jantung saat mendengar tunangan anak tunggalnya menikah dengan wanita lain hanya dua bulan menjelang pernikan mereka.

Mata Fariq terpaku menatap wajah datar Aca. Dua tahun lalu,  berarti bersamaan dengan peristiwa itu, apakah..ah entahlah..

Fariq meneguk kopinya sampai tandas. Menatap wajah dingin Aca yang memejamkan mata sejenak, terdengar komputernya yang sudah dimatikan. Lalu melihat Aca yang meneguk kopinya lalu berdiri.

AFTER THE LOVE HAS GONE (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang