#3

8.3K 716 21
                                        


Aca menatap wajah Fariq yang masih diliputi kemarahan, ada apa dengan orang ini pikir Aca,  tadi malam sangat lembut, mengapa pagi ini kembali menjadi dingin dan menakutkan.

"Apa bapak tidak melihat saya sedang bekerja, sejak pagi saya di sini bahkan belum beranjak untuk sekedar minum dan bahkan belum sholat, saya tahu prioritas pekerjaan saya Pak, saya akan segera ke ruangan bapak setelah sholat," Aca menatap Ariq yang mengatupkan gerahamnya dengan kuat menahan marah. Ia berlalu dan melangkah lebar menuju ruangannya.

"Aduh ibu, segera temui bos bu,  ini akan merembet ke yang lain deh," ujar Meity, salah satu stafnya yang bertubuh tambun dengan wajah ketakutan,  sementara yang lain meringkuk ketakutan dikubikelnya. Hanya Ryan yang masih bisa tersenyum dan menatap Aca dengan wajah polosnya.

"Bos lagi pms kali ya?" ujarnya yang mampu membuat teman-teman satu divisi melemparinya dengan kertas,  sudah tahu situasi genting masih sempat-sempatnya bergurau.

****

Setelah sholat Aca melangkah menuju ruangan Fariq,  ia membuka perlahan dan melihat wajah tanpa senyum di depannya.

"Kau tahu kan aku mencemaskanmu, berangkat pagi-pagi buta ke kantor kamu mau apa, apa kamu menyiksa dirimu karena laki-laki brengsek itu, aku mengkhawatirkanmu Ca," suara Fariq terdengar diliputi kemarahan.

Aca diam tak bergerak sedikitpun,  wajahnya datar saja,  ia tetap dalam posisi berdiri di belakang pintu yang ia tutup tadi.

"Jika bapak merasa selesai dengan marah bapak,  boleh saya pergi?" suara Aca terdengar pelan dan Fariq mengerang di tempatnya. Ia segera berdiri dan melangkah mendekati Aca. Dalam jarak dekat mereka saling pandang. Dan Aca kembali kalah, ia memilih menunduk.

"Aku tahu kamu sedih, tapi jangan gini caranya Ca, kamu mau bunuh diri dengan gila kerja, aku yakin kamu mengabaikan sarapan dan makan siangmu," ujar Fariq menatap wanita di depannya dengan cemas.

"Boleh saya pergi Pak?" suara Aca terdengar memelas dan Fariq memeluk Aca, dan benar dugaan Fariq air mata Aca mengalir deras, kembali membasahi kemejanya.

Jakun Fariq naik turun merasakan salivanya yang sulit ia telan, mendengar lirih suara tangisan Aca membuatnya semakin marah pada laki-laki itu, namun sesaat kemudian, Aca mendorong badan Fariq perlahan dan mengusap air matanya.

"Saya akan kembali ke ruangan saya Pak, terima kasih," Aca menatap wajah sedih di depannya, dan ia membuka pintu,  menuju ruang kerjanya.

Seluruh stafnya menatap penuh tanya mata sembab Aca, namun mereka takut untuk bertanya.

****

Aca melangkah ke pantry,  di sana ia membuat minuman bersereal, meneguknya selagi hangat. Lalu melangkah ke luar setelah mencuci mug dan membawa kembali ke ruangannya.

Aca melihat jam dipergelangan tangannya,  jam tujuh malam. Ia kembali ke ruangannya dan mendapati anak buahnya sudah pulang semua. Ia meraih tasnya dan melangkah menuju lift.

Setelah sampai loby ia menyapa seorang satpam yang kebetulan lewat dan mendekatinya.

"Ibu, ada yang menunggu ibu di depan," ujar satpam itu dengan sopan. Kembali Aca terkesiap saat melihat postur tubuh seseorang di depan ruang loby, ia mengangguk ramah pada satpam dan melangkah pelan,  Aca berniat akan menyudahi semuanya,  keresahannya,  dan kelelahannya. Ia dekati laki-laki itu.

"Ada apa masih mencariku,  masih kurang jelas apa yang aku katakan?" ujar Aca dengan wajah dingin. Laki-laki di depan Aca menoleh, menatap wajah cantik namun tampak kuyu di depannya.

"Kita bicara Ca,  aku harus menjelaskan padamu,  semuanya,  karena....," laki-laki itu belum selesai berbicara Aca sudah menimpalinya.

"Ikut aku ke cafe depan ini," Aca melangkah dan diikuti oleh laki-laki itu dengan wajah yang sedikit berbinar.

AFTER THE LOVE HAS GONE (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang