Berjuta oksigen telah aku hirup di desa kecil ini. Kakek mengajarkanku artinya hidup sederhana, sesederhana aku bernafas di muka bumi ini. Temanku hanya seorang kambing milik kakek dan juga burung-burung yang selalu menemaniku bersenandung disetiap pagi.
"Ayah... Dengarkanlah, aku ingin berjumpa, walau hanya dalam mimpi..." Lagu yang sudah lama namun aku suka dengan lagu ini, setiap aku menyanyikan lagu ini aku semakin ingat pada ayah dan semangat mencari ayah.
Jangan tanyakan dimana ibu!. kata kakek, saat aku dilahirkan ibu pergi tanpa pamit meninggalkan aku dan ayah. Tapi saat aku usia 3 tahun ayah pergi ke kota untuk bekerja, sampai saat ini usiaku 15 tahun ayah tidak pernah pulang dan tidak memberikan sedikit uang untuk aku sekolah.
Pagi ini aku dan kakek pergi ke sungai untuk mengambil air bersih dan juga mencari ikan. Semoga saja hari ini beruntung, mendapat ikan banyak dan hari ini aku bisa makan kenyang tanpa nasi.
Kakek jarang sekali beli nasi, kita hanya makan singkong rebus hasil dari merawat kebun milik tetangga ataupun makan ikan itu juga kalau kita sedang beruntung."Luna.." kakek memanggilku, suara khasnya selalu terdengar merdu, senang sekali jika kakek mengijinkanku pergi bersamanya ke sungai ataupun ke kebun.
"Iya kek, luna ikut ke sungai yah, luna bosen di rumah, bosan juga main sama si Beni" Beni? Beni itu nama kambing kakekku, aku panggil dia Beni gak tau nama itu datang dari mana.
Perjalan ke sungai gak terlalu lama hanya 2km dari rumah, aku merasa bebas, tenang, damai, ahhhh suara air mengalir itu menyejukkan hati. Udaranya segar dan aku serasa memiliki banyak teman karena disana banyak burung yang beterbagan juga berkicau, mereka begitu bahagia memiliki banyak teman bermain, sangat berbeda denganku, tidak pernah ada yang mau bermain hanya karena aku tidak sekolah dan tidak punya mainan, aku gak perduli!. Aku gak butuh teman seperti mereka yang selalu mengucilkan orang tak berada seperti aku, aku cuma butuh kakek dan aku sangat butuh ayah!.
"Luna kesini!, liat apa yang kakek dapat!" Kakek menghentikan lamunanku, aku bergegas turun dari batu besar di tepi sungai.
"waaww, kek ikannya besar sekali" aku sangat senang kakek mendapat ikan hari ini.
"ayo kita pulang, ini sudah cukup untuk kita berdua, di rumah ada singkong bisa untuk pengganti nasi" Kakek mengajakku pulang, rasanya aku masih ingin disini, gemuruh air bisa menenangkanku, tapi aku juga tidak sabar ingin membakar ikan dan melahapnya. Aku dan kakekpun pulang lalu bergegas memasak singkong juga membakar ikan dibelakang rumah.
Sebelum ayah pergi meninggalkan aku, rumah ayah dan kakek berbeda, namun karena kurangnya biaya hidup rumah ayah dijual dan aku tinggal dirumah kakek sampai sekarang ini. Aku sangat ingin bekerja agar bisa memperbaiki rumah kakek yang sudah tua ini. Aku tidak tega melihat kakek bekerja keras di kebun, memikul barang yang begitu berat tapi dengan upah tak seberapa. Bagaimana caranya aku mencari uang? Apakah aku pergi ke kota saja, bekerja sambil mecari ayah? Ahhhh Sudahlah, aku pikirkan ini nanti malam, lebih baik aku rebus singkong lalu membakar ikan.
"Kek, biar Luna saja yang masak, kakek tunggu di dalam rumah saja, kakek istirahat saja yaa" Hari ini aku ingin memasak sendiri, kakek sudah banyak mengeluarkan keringat demi aku kesenangan aku, bagaimanapun kakek itu bagaikan ayah sekaligus ibu untukku.
"Makanan sudah siap" aku menyajikan makanan dengan begitu senang dan hatiku tidak begitu tertekan. Aku ingin lupakan ayah walau itu hanya sekejab, nanti malam juga aku pasti ingat lagi, sudah biasa dengan niatku yang ingin melupakan tapi selalu ingat.
"Terimakasih Luna, kakek senang liat Luna bahagia seperti hari ini, ayah kamu juga pasti senang kalo tau kamu sekarang bahagia" Kakek mengingatkan lagi aku pada ayah. Aku terkadang merasa ayah tidak peduli mau aku sedih ataupun senang, tapi aku yakin ayah juga rindu aku.
"Kek, Luna ingin lupakan ayah sebentar saja, dan besok Luna ingin pergi ke kota untuk bekerja danmencari ayah" Aku harap kakek mengijinkanku pergi besok, aku bisa menumpang ke warga yang akan mengantar sayuran ke kota.
"Luna, kehidupan di kota itu tidak gampang nak, kamu juga tidak tau alamat ayah kamu, disana kamu mau makan apa? Kakek gak punya uang buat bekal" Kakek terlihat matanya berkaca-kaca, sepertinya kakek tidak mau aku pergi.
" Tapi kek, izin kan Luna pergi, pokoknya Luna akan pergi!" Saat itu aku sangat egois, aku pergi ke kamar dan membereskan baju. Tanpa aku tahu, kakek menangis di kamarnya, usia kakek sudah hampir 70 tahun dia sudah sangat tua, aku tidak memikirkan apa yang akan terjadi jika aku meninggalkannya.
~~~
Tunggu cerita selanjutnya yaaa
Vote and comment
Kritiknya sangat ditunggu, karena aku awal banget belajat nulis😊😊😊

KAMU SEDANG MEMBACA
Aluna
DiversosMengingat seorang ayah, bagiku sulit. Wajahnya pernah kulihat, namun saat aku kecil. Aku pernah mencium tangannya, tapi aku lupa bagaimana harum tubuhnya. Aku pernah dipeluk olehnya, tapi aku lupa bagaimana hangatnya. Ayah... Kembalillah, aku ingin...