"Appa belum pulang juga yah?" tanya Shui kepada Irene yang baru saja selesai membersihkan noda kopi di meja. Gadis kecil itu menggeleng pelan yang langsung dimengerti oleh Shui.
"SHUI DIMANA MAKANANNYA?!"
Tiba-tiba saja sebuah suara jeritan terdengar dari arah dapur. Spontan Shui dan Irene kaget hampir di waktu yang bersamaan. Soyeon muncul dari balik tirai dengan wajah memerah menahan kesal.
"Bocah tengik sialan, aku sudah menyuruhmu untuk membuatkanku pasta! Dimana letak telingamu itu?!"
"Ma-maaf Noona, aku... Aku tadi hanya--"
Soyeon mencengkeram rahang Shui dengan tangannya yang dipenuhi oleh lima buah kuku yang sangat panjang. Pria itu terpaksa menahan perih akibat goresan kuku itu yang mengenai kedua pipinya.
Sedangkan Irene, ia hanya bisa terdiam melihat Soyeon menyiksa kakaknya itu.
"SIFATMU SAMA SAJA DENGAN EOPPAMU ITU! BAJING--"
"Sudahlah Soyeon... Biarkan dia, hanya dengan menyakiti Jimin saja itu sudah lebih dari cukup bagiku." Nancy muncul dari balkon lantai dua.
Soyeon yang tadinya ingin mengumpat lagi mengurungkan niatnya dan menyunggingkan senyum keji di wajah cantiknya.
"Well, kurasa kau benar juga. Jimin sudah cukup menderita dan aku akan membuatnya semakin menderita lagi sampai-sampai dia akan berakhir dengan segala perban di tubuhnya dan terbaring lemah didalam rumah sakit seperti seorang keparat,"
Shui mungkin pendiam. Tapi ia tidak akan berperilaku seperti itu selamanya apalagi kalau seseorang sampai membuat Eoppanya diolok-olok oleh dua penyihir biadab seperti kedua wanita ini.
"KUBERITAHU PADAMU JEON SOYEON YANG TERHORMAT! BAGAIMABAPUN KAU MENCACI-MAKI DAN MENINDAS EOPPAKU, DIA TIDAK AKAN PERNAH JATUH WALAU DENGAN BATU SEBESAR APAPUN KARENA HATINYA... TIDAK TERBUAT DARI BELAS KASIHAN SEPERTIMU!"
Plak!
"Jaga bicaramu didepanku!"
Nancy menampar pipi Shui dengan wajah merah padam menahan emosi. Anak itu sudah cukup lancang didepan kakak dan Ibunya sendiri.
Shui tau, melawan kedua wanita biadab ini tidak akan pernah ada habisnya. Ia memilih untuk mengalah dan pergi dari sana. Mungkin ke tempat dimana dirinya bisa menyendiri untuk beberapa waktu.
•°•°•
Malam semakin larut. Dan salju semakin menebal.
Namun Shui dengan segala rasa sakit di hatinya berusaha mengabaikan hawa dingin di sekeliling tubuhnya. Ia begitu mengkhawatirkan orang-orang terdekatnya. Walau terasa aneh, apalagi untuk dirinya sendiri, karena baru kali ini... Ia bisa merasakan ada sebuah perasaan yang tidak mengenakkan di dadanya. Terasa begitu mencekik. Seakan ada hal buruk yang baru saja terjadi.
Tak sengaja, manik birunya menangkap sosok yang tak asing sedang berjalan lesu di pinggiran kota. Shui sampai-sampai harus beranjak dan sedikit berjinjit untuk bisa melihat dengan jelas, apakah orang itu benar sosok yang ia kenali.
Dan yah, memang benar, itu adalah Zinan adiknya.
Tapi tiba-tiba saja ia merasa janggal. Zinan... Pria itu nampak tak sehat. Tubuhnya bergetar hebat layaknya seseorang yang sedang menggigil.
"ZINAN!"
Dengan langkah cepat Shui menerobos salju dan menghampiri Zinan yang terdiam di tempat--setelah mendengar namanya terpanggil--lalu segera menyerahkan sweter tipis yang ia pakai dan memeluk adiknya tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lifemates » Kookmin [Book 2 : END]
Fanfiction[BOOK TWO FROM ROOMMATES] *** [SEQUENCES OF READING] : • Roommates > Season 1 : END • Lifemates > Sequel : END • Roommates > Season 2 : OG *** Semuanya kembali berawal disaat seseorang datang dan berniat untuk menghancurkan hubungan mereka. • Uplo...