02. apple

18 5 0
                                    

“Jangan pernah menganggap hal kecil itu sepele, karena semua yang kau lakukan pasti ada hasilnya, tidak ada yang namanya usaha sia-sia, hanya saja belum waktunya terwujud”

.

.

.

.

.

.

.

...

.

Keesokan paginya, masih pagi sekali, karena ini masih hari libur untuk Soyun, ia memilih membantu ibunya untuk memetik buah apel yang tumbuh subur di halaman belakang rumahnya.

“Letakkan keranjang itu disini”_  pinta ibunya saat mereka tiba di depan salah satu pohon apel berbuah lebat yang sudah siap panen.

Soyun menatap pohon itu dengan mulut menganga,  _“Uwaa, bu kenapa buahnya lebih banyak daripada pohon lainnya?"_ tanya Soyun sambil menyentuh salah satu buah apel yang berwarna merah di pohon itu.

Nyonya Na tersenyum sekilas menatap anaknya,  _“Apa kau tahu? ini adalah pohon pertama yang ayahmu tanam sebelum pohon lainnya, dulu ia tak yakin kalau itu akan tumbuh sesubur ini, sampai akhirnya ia mulai membuat kebun apel disini”_  tutur ibunya penuh senyuman bahagia.

“Ini juga termasuk salah satu peninggalan ayah”_  ucap Soyun sambil menatap buah apel itu seperti tak tega memotong dari batangnya.

“Maka dari itu kau juga harus ikut menjaganya, dulu ayahmu ingin membangun sebuah tempat makan berbahan dasar apel yang ia tanam sendiri, namun itu belum tercapai”_  ucap ibunya sambil menunduk menatap apel didalam keranjang buah.

“Pasti bu, dan aku akan mewujudkan impian ayah juga"_  jawab Soyun yakin.

Nyonya Na membalas dengan senyuman lebar kepada putrinya itu,  _“Kalau begitu bantulah ibu memetik buahnya”_  ajak ibunya lalu dibalas anggukan semangat oleh Soyun.

Soyun mulai memotong buah apel berwarna merah segar itu lepas dari batangnya, dan meletakkan itu di dalam keranjang buah didekatnya.

Setelah selesai dengan pohon itu Soyun berganti ke pohon lain yang juga menumbuhkan buah apel segar lainnya, sampai tak terasa hari semakin terik dan matahari juga semakin tinggi.

Nyonya Na yang melihat putri keduanya yang tengah memetik buah apel dibawah terik matahari itu hanya bisa mengulas senyuman,  _“Dia seperti ayahnya”_  ucapnya.

“Soyun-aa kemarilah, ayo istirahat dulu cuacanya semakin panas”_  panggil ibunya sambil mengayunkan tangannya mengisyaratkan Soyun untuk berteduh.

Setelah mendengar panggilan ibunya, Soyun langsung beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri ibunya yang duduk di sebuah kursi kayu panjang yang berada di dekat sebuah kran air, ibunya juga sudah meletakkan beberapa camilan disana.

“Uwaaa, ibu kelihatannya ini enak”_  ucapnya saat akan mengambil sebuah keripik dari salah satu piring, namun ibunya langsung menepis tangannya,   “Cuci tanganmu dulu”_  perintah ibunya.

Hehehe baiklah”_  jawabnya lalu mencuci tangannya di bawah air mengalir dari kran yang ada disana.

Setelah mencuci tangannya gadis itu langsung duduk disebelah ibunya,  _“Ini makanlah”_  sambil menyuapkan sebuah keripik kedalam mulutnya.

“Uwaa, Bu ini manis, ibu makanlah juga”_  ucapnya sambil menyuapkan ibunya keripik apel itu juga.

Nyonya Na tersenyum melihat tingkah putrinya itu,  _“Iya, ibu akan memakannya”_  ucap ibunya lalu membuka mulutnya memakan keripik itu.

Clandestine Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang