Chapter 1

98 15 2
                                    


Luz, itulah namaku. Nama yang bahkan tidak cocok untukku, apa yang orang tua-ku pikirkan saat memberikan nama ini? lalu setelahnya malah menelantarkanku di sebuah panti asuhan!!

Mungkinkah dia berpikir aku akan hidup seperti namaku ini?

Hei… Jangan bercanda, aku sama sekali tidak melihat cahaya, aku hanya melihat kegelapan dimana-mana, disekolah bahkan di panti asuhan-ku juga.

Aku benci, benci sekali. Benci ayah, juga ibu, aku benci-benci kalian semua.

Kenapa kalian selalu menatapku layaknya sampah, padahal aku sama sekali tidak menganggu kalian… Tapi kenapa begini? Apa salahku?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

HIKARI

Manik kelabu itu menatap langit mendung dengan rintik-rintik hujan dibalik payung transparannya datar, dia benci dengan cuaca akhir-akhir ini, karena mendung satu-satunya cahaya yang ia sukai tertutupi.

Aku benci sekali hujan,

Luz melangkah lebar saat melihat lampu telah berubah warna menjadi merah, ia memasukan sebelah tangannya kedalam saku jaketnya, sedangkan tangan yang lain mengenggam payung.

"Yay… Untung sekali kita hari ini karena hujan,"

"Iya, kita jadi tak perlu mengambil nilai praktek sepak bola hari ini."

Mata luz menatap kedua siswi didepannya, dari seragamnya terlihat jelas bahwa mereka dari sekolah yang sama.

Tapi luz heran dengan percakapan kedua siswi itu, bisa-bisanya sekolah elit seperti SMA swasta Nico-nico Douga mendapatkan siswa tak berkopeten seperti mereka, terlebih lagi dapat lulus dari tes pendaftaran yang terbilang sulit itu.

Ah... Bukannya luz merasa sombong sekarang, karena mendapatkan nilai paling tinggi pada pendaftaran minggu lalu.

Itu juga karena usahanya untuk belajar, meski dia selalu diganggu oleh teman-temannya pada saat dia SMP, tapi itu tidak mematahkan semangat belajarnya.

Dan ia yakin, jika dia dan teman-teman SMP-nya tidak akan bertemu disekolah ini.

Sekali lagi bukan karena ia sombong akibat pintar, tetapi itu memang kenyataannya bahwa teman-teman yang berada di SMP-nya benar-benar bodoh.

Kakinya berhenti melangkah, mata kelabunya menatap gerbang didepannya, lalu setelah itu ia menatap gedung besar itu dari jarak yang cukup jauh.

Itu adalah sekolahnya, sekolah yang akan menjadi tempat belajarnya selama tiga tahun kedepan.

Disini juga tidak memiliki cahaya,

Luz melanjutkan langkahnya, memasuki perkarangan sekolah elit itu. Saat dia telah sampai didepan loker sepatunya, beberapa siswa-siswi disekitar melirik luz.

"Eh… Dia bukannya yang mendapatkan nilai tertinggi pada saat pendaftarai itu??"

"Yah, itu memang dia."

"Siapa nama dia yah? Dia cukup tampan,"

"Kalau tidak salah, namanya luz."

"Hanya luz??"

"Iya, itu memang namanya… Karena ia anak yatim piatu, jadi dia tidak memiliki marga."

"Oh, kasihan sekali dia yah."

Hikari (光)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang