E-mail Pertama Kak Syakheil

253 14 1
                                    

   Abi memanggilku. Ketika itu aku baru saja selesai shalat Ashar. Ia mengatakan bahwa ada kejutan. Setelah mendekati Abi yang sedang tersenyum-senyum di depan komputer, akupun tau, kejutan apa dan kenapa pula Abi tersenyum-senyum. Ternyata ada e-mail dari orang yang sangat aku rindukan. Kak Syakheilku sayang.

[Assalamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakaatuh.

Dear Adikku tersayang, Mashel Althafunnisa.

Apa kabar Abi sama Ummi? Juga kabarmu, Cantik? Kakak rindu sama semua yang di Indonesia.

Alhamdulillah di sini Kakak sehat-sehat aja Mashel. Dan Kakak harap Mashel sama Abi juga Ummi sama sehat dan baiknya. Jangan khawatirkan Kakak di sini. Alhamdulillaah meski iklim cuaca dan makanan di sini berbeda dengan Indonesia, tapi Kakak bisa beradaptasi.

Mashel, sebelum Kakak berangkat ke sini, Kakak selalu merasa heran atas sebutan orang-orang bahwa kehidupan di sini adalah kehidupan yang tanpa gemerlap duniawi. Kakak sempat berpikir itu hanya kiasan belaka. Kakak tak percaya sama kata itu dan masih ragu akan hal itu.

Tetapi, baru saja Kakak turun dari pesawat, begitu tiba di sini, Kakak langsung sadar itu bukan kiasan. Bandara Internasional di sini saking sederhananya sampai mungkin lebih mirip disebut sebagai terminal secara zhohirnya. Keadaan di sini tak ada kemewahan sama sekali. Semua tampak bersahaja.

Saat di Bandara, Kakak disambut oleh para senior. Mereka adalah para mahasiswa magister yang sedang melanjutkan studi S2 mereka di kota Mukalla. Mereka ramah, mungkin merasa bertemu dengan saudara sebangsa.

Kakak dan calon mahasiswa baru (CaMaBa) lainnya langsung diarahkan untuk menuju ke bus Abu Khomsin (bus yang kuota kursinya ada 50 set). Mirip bus pariwisata yang ada di Indonesia. Kaca sampingnya luas jadi Kakak bisa melihat berbagai pemandangan sepanjang perjalanan. Cie, jangan pengen. Haha

Bangunan yang terdiri dari tanah liat menjadi rumah, gedung madrasah, toko dan lain sebagainya. Di sini tak ada padang rumput hijau, hanya hamparan pasir yang menjadi bagian dari tanah-tanah kosong. Pepohonan di sini tak sebanyak di Indonesia.

Setelah satu jam perjalanan dengan bus, rombongan Kakak tiba di gedung asrama Mukalla. Para mahasiswa senior di sini ternyata sudah memajang rapi pembagian nama kami di papan pengumuman. Gedung asrama lima tingkat ini terdiri dari 30 kamar. Tiap kamar berisikan tujuh orang. Kakak dapat kamar di bagian paling atas. Capeeek naiknya.

Di kamar inilah Kakak bertemu dengan teman-teman sekamar Kakak. Ada yang berasal dari Aceh, Palembang, Pekalongan, Tulung Agung, Banjarmasin dan Sulawesi. Kerennya, latar belakang budaya dan bahasa pastinya akan berbeda kan? Juga tentang pondok yang berbeda pula. Ada yang dari pondok Jawa, pondok modern dan pondok habaib. Kakak kira semua yang kuliah di sini dari pondok dengan pengasuh Habaib semua, ternyata tidak. Haha.

Kakak kemudian berkenalan dengan mereka. Berhubung kita semua laki-laki, jadi walaupun berbeda dan asing tetap saja cepat akrab. Kita masing-masing juga pernah mondok, pernah merasakan yang namanya hidup bareng orang asing. Tau enggak? Tiba-tiba paginya Kak Syakheil ditunjuk sebagai kepala kamar. Sempat Kakak tolak, sedikit malas karena kepala kamar harus membuat segudang to do list demi kebaikan bersama. Tapi mereka maksa, tau alasannya? Karena Kakak yang paling tua! Padahal beda beberapa bulan aja. Mendadak sadar Kakakmu ini emang semakin menua (emoticon sebal).


Program yang jadi list utama Kakak adalah melengkapi perabotan kamar dan perlengkapan kuliah kami. Kakak mengajak mereka ke pasar Mukalla untuk membeli berbagai barang yang akan diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari perlengkapan makan, minum, dan alat bersih-bersih. Enggak, alatnya bukan yang gambar bunga-bunga kayak yang Mashel sama Ummi biasa beli, wkwk. Setelahnya kita ke toko buku alias toko kitab, apa lagi kalau bukan beli perlengkapan kuliah?

Sensasi baru. Karena ini adalah pertama kalinya Kakak sama teman-teman berbicara langsung dengan orang Arab asli. Ya, mereka semua tidak bisa berbahasa Indonesia. Kecuali beberapa kosakata saja seperti; "Apakaba (apa kabar), bagos (bagus), selamat malam, indumi (indomie)" dll. Sama kayak Mashel yang cuma tau beberapa kata bahasa Arab. Haha.

Alhamdulillah, Kakak dulu di pondok belajar bahasa Arab fusha, lumayan lancarlah bicaranya pake skill itu. Teman-teman Kakak juga pernah mempelajarinya. Alhamdulillah. Enggak ribet-ribet bangetlah.

Mata uang yang digunakan di Yaman adalah riyal Yaman. 1 riyal Yaman sebanding dengan 60 rupiah Indonesia. Uang 500 dolar yang Kakak bawa dari rumah sudah Kakak tukarkan $100 ke agen money changer menjadi 57.000 riyal Yaman.

Di salah satu toko perabotan, Kakak berbincang-bincang dengan seorang kasir yang amat ramah. Ia sangat senang melihat rombongan mahasiswa baru yang berdatangan dari Indonesia. Dan setelah Kakak bercakap-cakap panjang dengannya, ternyata ia memiliki keluarga di Indonesia. Ada yang di Jakarta, Surabaya, Palembang dan Kalimantan.

Kakak jadi teringat akan kisah para dai penyebar agama Islam dulu di Nusantara. Mereka berdatangan dari berbagai belahan dunia termasuk Hadhramaut, Yaman. Wajar saja si kasir ini memiliki keluarga di Indonesia.

Oh iya, perlu Mashel ketahui, pasar Mukalla tuh dikenal dengan sebutan "Syirij" atau "Syarij". Di sore hari menjelang maghrib, para penduduk setempat memadati pasar Syirij. Selain pasar, kawasan ini juga menyajikan pemandangan yang indah. Pasar unik berhiaskan sungai yang bermuara ke laut lepas. Cie penasaran, nih.

Nama sungai yang bermuara ke laut itu adalah "Khor". Sama kayak tempat wisata di Indonesia, tempat ini juga dikunjungi banyak orang. Begitu juga obyek wisata Khor yang terletak tepat di jantung kota Mukalla. Sungai yang membelah jantung Mukalla ini diapit oleh dua ruas jalan utama yang dikelilingi pegunungan batu berwarna kecokelatan. Di sana Kakak melihat beberapa pengunjung yang sedang duduk santai menikmati senja ditemani dengan segelas teh dan juga shawarma, mirip kebab. Juga ada anak-anak kecil yang sedang berenang dan mencari ikan. Yup, letak geografis kota Mukalla sangat potensial sebagai tempat untuk mencari ikan karena ia adalah kota yang berpenghasilan sumber daya laut.

Kakak mencoba untuk menaiki kapal hiburan yang mampu menampung kurang lebih 20 orang. Kata si Mas yang nyetir, kapal ini akan mengelilingi Khor dengan sekali putaran. Bayarnya cukup murah, sekitar 100 riyal Yaman (kurang lebih 5.000 rupiah) untuk dewasa dan 50 riyal untuk anak-anak. Lebih murah dari odong-odong keliling komplek, haha. Suasana terasa lebih romantis, apalagi ditambah dengan alunan musik–musik padang pasir, sayangnya Kakak bareng sama teman-teman, bukan istri, eh. Perjalanan memutari Khor Mukalla ini mengambil waktu kurang lebih 10 menit, waktu yang lumayan cukup untuk melakukan selfie, hehehe.

Capek sih, tapi alhamdulillah, Kakak seneng. Setelah belanja buat melengkapi perabotan flat Kakak, kami pun pulang ke asrama, berdiskusi untuk menjadwalkan piket kebersihan, piket masak, piket mengisi air dan piket mengambil nasi di dapur utama.

Oh iya, menu makan Kakak sehari-hari beda loh, sama di Indonesia. Awalnya Kakak kaget. Tapi setelah membiasakan diri, Kakak mulai terbiasa. Pagi Kakak sarapan Roti dengan olesan keju atau selai stroberi, sambil menyeruput milk tea panas. Siangnya, menu nasi khas bumbu Yaman dan ikan goreng. Kadang ayam, tapi ayam hanya muncul satu kali saja di setiap hari Jumat, hehehe.

Kalau  malam, ini nih menu yang paling bikin Kakak kaget. Kakak hanya dikasi oleh dapur utama sepotong roti raksasa dan keras yang dicolekkan ke mangkuk berisikan kacang kedelai yang dimasak asin. Karena lidah dan selera Kakakmu ini masih enggak mau beradaptasi sama masakan jenis ini, Kakak pun kadang lebih milih untuk menanak nasi sendiri di kamar. Dan berkat hal ini, Kak Syakheil jadi mulai rajin mempraktekin berbagai menu masakan, bakal kalahin kamu nih ntar pas pulang nanti.

Setelah sepekan beradaptasi dengan lingkungan kota Mukalla, ternyata muncullah pengumuman dari pihak kuliah kalau besok semua mahasiswa baru sudah diwajibkan untuk masuk kuliah. Kakak pun segera melihat daftar nama tiap kelas yang ada. Nama-nama yang asing dan sedikit bikin mata kabur, haha.

Hari pertama ke kampus, jalan kaki dong. Deket kok, cuma panasnya lumayan. Di sana mahasiswa bukan dari Indonesia aja. Dari berbagai mancanegara, Dek.

Asal mereka amat beragam, ada yang dari Yaman, Thailand, Pakistan, Cina, Tanzania dan Somalia. Untung saja, dosen-dosen yang mengajar di sini semuanya berbahasa Arab yang fasih, alias tidak menggunakan bahasa Arab amiyah (bahasa daerah).

Tapi, meski para dosen sudah berbahasa Arab dengan fasih, pelafalan beliau semua amatlah cepat, seketika otak Kakak pusing di hari pertama. Ada beberapa maklumat yang terlewatkan. Untung Kakak mampu menyeimbanginya dengan membaca ulang kitab-kitab yang sudah Kakak beli di pasar Syirij waktu itu. Seketika Kakak jadi ingat kamu kalau saat belajar dirusuhin pasti bakal marah, wkwk.

Ada kalimat yang membekas di benak Kakak, yaitu dawuhnya Dr. Zen Alaydrus selaku dosen Kakak di mata kuliah Mustholahul Hadis, "Kalian itu, enggak perlu terlalu berlarut-larut lama dalam mempelajari ilmu-ilmu alat seperti nahwu, shorof, mustholahul hadis, mantik, dan lainnya. Ketika sudah pernah mempelajari ilmu alat, seharusnya kalian lebih memperdalam wawasan tentang ilmu fikih dan ilmu hadis."

Seketika kakak ingat kamu, udah seharusnya kamu mulai mengasah kemampuanmu dalam ilmu fikih. Kakak tau kamu cerdas dalam ilmu yang satu ini. Yang serius ya belajar sama Ummi, Abi, Ustadz Ilyas, Ustadzah Asma. Kakak tau kamu bakal bisa cepat mahir pada bidang ilmu ini.


Oh iya, Kakak di sini masuk kuliah mulai dari jam 2 siang sampai jam 8 malam. Ada 3 pertemuan di setiap harinya, diselingi dengan istirahat setiap waktu shalat. Lagi-lagi hal baru. Dulu di pondok, Kakak ngaji cuma sampai Zhuhur aja.

Selesai kuliah, Kakak ajak teman-teman Kak Syakheil masak nasi goreng buat ngisi perut yang udah lapar pakek banget. Selesai waktu makan, Kakak mulai mengajak mereka untuk diskusi dan bicara soal kuliah yang lumayan ribet pelajarannya. Enggak cuma Kakak, temen-temen juga kesulitan buat beradaptasi. Jadilah kita sepakat untuk membuat kelompok belajar. Dan seperti biasa, berkat Kakakmulah mereka semua jadi termotivasi, pesona Kakakmu inikan amat membekas, hahaha.

Oke, udah dulu ya Mashel sayangnya Kak Syakheil. Lain kali Kakak akan ceritakan hal lain. Yang pasti, Kakak belum belajar di Tarim. Masih harus kuliah di Mukalla dulu sekitar satu tahun. Doakan Kakak sehat, ya? Doakan Kakak berhasil menuntut ilmu di sini. Kakak juga akan doakan kalian semua di sini.

Salam rindu untuk Abi, Ummi, dan Mashel sayang. Wassalamualaikum.

TTD : Syakheil Althaf, Kakak gantengnya Mashel Althafunnisa.]

Aku terdiam, mengusap air mata yang sedikit mengalir di sudut mata. Perasaan haru, senang, bahagia dan rindu bercampur menjadi satu. Gejolak perasaan sedih tak mau ketinggalan. Rasanya ingin kutumpahkan berbagai hal yang aku jalani selama Kak Syakheil berangkat. Ketika tangan mulai mengetik balasan, aku teringat sesuatu.

"Abi, Ummi, yang balas pesan siapa? Abi sama Ummi udah baca pesan Kak Syakheil?" tanyaku sejenak setelah mencari mereka dan menemukan di ruang tengah.

"Abi sama Ummi udah baca, pesan itu sepenuhnya hak Mashel. Abi sama Ummi bisa lain waktu berkirim pesan dengan Kak Syakheil," jawab Ummi dengan kelembutan yang khas. Sementara Abi hanya menganggukkan wajah seraya mengedipkan mata. Segera aku kembali duduk di depan komputer Abi, bersiap mengetik balasan.

[Wa'alaikumsalam wa Rahmatullahi wa Barakaatuh.

Dear juga Kak Syakheil-ku tersayang. Alhamdulillah semua keluarga sehat wal afiyat berkat doa Kakak.

Kakak lama banget kuliah di Mukalla? Tapi Alhamdulillah, Kakak seneng di situ. Ya walaupun nyatanya enggak ngilangin sikap Kak Syakheil yang super nyebelin. Seenggaknya tuh ada yang setuju sama aku kalau Kak Syakheil itu udah tua! Hahaha.

Makanan di situ rasanya kayak apa? Enak enggak? Kalau enggak enak, kasiaaan Kak Syakheil, hahaha. Terus Kakak makannya banyak apa dikit? Shawarma sama Kebab enak mana? Makanan selalu jadi hal yang paling bikin penasaran!

Pemandangannya sama pantai Jogja bagus mana, Kak? Mashel pengen ke situ, hiks. Penasaran banget sama keindahan di situ. Kakak wajib bayar penasaran Mashel pakai foto-foto, ya? Terus soal Kak Syakheil ngajak belajar, itu bukan karena pesona Kak Syakheil, tapi karena mereka malas kena omelan Kak Syakheil, Hahaha.

Eh, Kak. Terlepas dari berbagai hal yang Kakak ceritain. Ada sedikit cerita nih, Mashel sekarang ikut program baru yang diadakan Ustadz Ilyas loh, Kak. Program Remaja Masjid dengan berbagai kegiatan unggulan. Salah satunya Tahfidz, Kak. Doakan ya, agar Mashel kuat untuk mengemban amanah sebagai ketua kelompok akhwat.

Kegiatannya dibikin terpisah antara akhwat sama ikhwan, Kak. Biar enggak khalwat. Kita juga selalu diawasi oleh para asatidz dan ustadzah yang ikut menggerakkan program ini. Alhamdulillah untuk sekarang semua berjalan lancar.

Kak, Kakak baik-baik ya, disana. Mashel enggak tau apa lagi yang harus dibicarakan. Yang pasti, Mashel rindu Kak Syakheil, sayang banget sama Kak Syakheil.

Terima kasih udah meluangkan waktu untuk adikmu ini. Salam sayang pake banget dari Mashel untuk Kak Syakheil.

Waalaikumsalam.

TTD : Mashel yang cantik kayak Umik, adiknya Kak Syakheil, Kakak yang nyebelin tapi Mashel sayang.]


Padahal ada banyak hal yang ingin aku sampaikan. Tapi entah kenapa, cuma itu yang berhasil aku ketik. Dan lebih buruknya, sudah aku kirim pada Kak Syakheil. Entahlah, perasaan rindu itu kadang memang mengganggu kan? Sedikit menyebalkan!

*****

Pada lembut angin malam hang membelai
Kerinduan menyeruak menguasai
Memenjarakan kata pada pikiran
Dan air mata mewakili perasaan

Oh rindu...
Begitu kejam menikam kalbu
Segalanya seakan tentang kamu
Wahai Kakak laki-lakiku.

-Mashel Athafunnisa.

******

Assalamu'alaikum

Akhirnya setelah hiatus lama, bisa juga upload part ini. Sedikit banyak, part ini butuh referensi sekaligus pengetikan yang konsen jadi molor lama. Haha...

Terima kasih terkhusus pada readers yang setia, juga pada ust assallaatoh yang bersedia membantu editing sekaligus menulis banyak di part ini. Selamat juga atas gelar B.Sc nya.. semoga ilmunya manfaat Ustadz, semoga juga part ini manfaat buat yang baca.

Hilwa Syauqillah, Magelang, 5 Juli 2019

Sepenggal Nafas RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang