Musim Semi
.
.
.
Sicheng28
[Hei Jae]Jaehyun
[Ya?]Sicheng28
[Ternyata kau penghuni kelas sebelah ya]
[Aku baru tahu satu fakta]Jaehyun
[Kau tahu darimana?]Sicheng28
[Dari Jaehee]
[Aku bertanya tentangmu]Jaehyun
[Oh. Bagus]
[Bagaimana dengan buku orientasi-mu?]Sicheng28
[Sudah dikembalikan]
[Aku hampir kena serangan jantung saat Jaehee bilang kalau dia lupa membawanya]
[Ternyata aku dikerjai-_-]Jaehyun
[Haha:D]
[Hati-hati, anak itu cukup jahil]
[Kau harus sering-sering menjahilinya balik]Sicheng28
[Ide bagus:D]
[By the way. Mari berteman:)]
[Aku ingin menambah satu teman lagi]
[Lagipula, kita sudah berbicara sampai sejauh ini]Jaehyun
[Tidak masalah]
[Lagipula, belum ada yang berbicara kepadaku selama Masa Orientasi]
[Padahal aku ini bukan orang yang dingin]Sicheng28
[Mengkhawatirkan sekali:(]
[Aku akan jadi teman terbaikmu kalau begitu:D]
[Dan, kita juga harus bertemu untuk berbicara offline :D]Jaehyun
[Tidak buruk]
[Kalau begitu, keluarlah dari kelas]
[Aku juga akan melakukan hal yang sama]Sicheng28
[Untuk apa?]Jaehyun
[Berbicara offline...?]
[Kelas kita bersebelahan]Sicheng28
[Oh ya. Kau benar!]
[Aku segera meluncur].
.
.
Sicheng mengintip keluar pintu kelas. Kepalanya menyembul menatap kelas sebelah yang ternyata pintunya tertutup rapat. Apakah bukan itu kelasnya? Batin Sicheng.Ia melangkahkan kaki menuju tepat di depan pintu yang berwarna cokelat mulus akibat pelitur. Seharusnya jika ini benar kelasnya Jaehyun, ia tidak perlu waktu lama untuk sekedar menemui Sicheng karena kelas mereka hanya saling sebelahan. Sicheng mengetuk-ketuk sepatu converse-nya. Bingung. Apa info yang diberikan Jaehee salah? Apakah Jaehee mengerjainya lagi?
Kalau benar gadis itu mengerjainya lagi, Sicheng akan menyiapkan kejahilan yang setimpal untuknya.
KRIET
Akhirnya, setelah beberapa menit menunggu, pintu kelas terbuka. Seorang figur lelaki tegap dengan postur tubuh bidang menyapa penglihatan Sicheng. Rambutnya sewarna pintu kelasnya dan kulitnya teramat putih—agak pucat, dan begitu halus. Ia cukup tinggi, namun itu hanya terpaut beberapa sentimeter dengan Sicheng. Mengingat Sicheng juga termasuk jajaran lelaki tinggi di kelasnya.
"Sicheng?" Ia bertanya ragu-ragu. Suaranya berat namun terdengar lembut. Sicheng membalasnya dengan tersenyum antusias.
"Halo!"
Pemuda itu—Jaehyun, juga ikut tersenyum lebar.
"Bahagia karena memiliki teman pertamamu?" Sicheng menepuk pundak lelaki itu pelan. Jaehyun tiba-tiba saja merasakan hormon endorfinnya naik, wajahnya terasa lebih ringan. Ia tahu bahwa ini suatu awal yang baik.
"Ya, sedikit"
Jaehyun menutup pintu kelasnya, lalu berjalan keluar.
"Apa yang membuatmu lama?" tanya Sicheng.
"Ketua kelas baru-ku tiba-tiba meminta data diri secara mendadak."
Pemuda China itu mengangguk. Mereka berjalan pelan menjauhi kelas dan menyusuri koridor yang nampak luas karena lengang. Tiba-tiba saja sebuah tangan putih berhiaskan gelang anyam berwarna merah terjulur di depan dada Jaehyun. Ia lalu menemukan seutas bibir yang tersenyum sangat lebar.
"Salam kenal, ya."
Jaehyun melihatnya dengan tatapan bingung.
"Kau tidak membiarkan tanganku menggantung, kan?"
Lelaki seberang pun tertawa kikuk menyadari hal itu, ia segera menjabat tangannya dengan cepat dan sedikit tergesa-gesa. Sicheng tersenyum geli melihatnya, namun ia cukup tertegun bahwa telapak tangan besar itu cukup halus untuk ukuran seorang laki-laki yang sedang melewati masa pubernya—seperti memegang selembar beludru yang disetrika dengan sempurna.
"Salam kenal juga." Jaehyun membalas—menyembunyikan letup-letup gembira dari balik wajahnya yang kalem, tanda jika semuanya berjalan begitu bagus.
Mereka pun memilih untuk bercerita sedikit tentang diri mereka sendiri untuk menghindari kecanggungan tapi ternyata itu tidak jadi masalah karena Sicheng adalah orang yang cukup jenaka dan menyenangkan. Jaehyun berkali-kali terkekeh melihat cara bicara laki-laki itu, ataupun raut wajah Sicheng yang berubah-ubah setiap celotehan keluar dari mulutnya. Itu konyol, pikir Jaehyun. Anak yang baru saja menjadi temannya ini mampu membuatnya nyaman dan senang, serta menampik fakta bahwa mereka baru saja mengenal beberapa menit yang lalu. Jaehyun menerka kekuatan macam apa yang Sicheng miliki.
"Aku tidak tahu kenapa kita bisa akrab sekali, padahal baru saja bertemu", ujar Jaehyun. Jari telunjuknya menggaruk kepala belakang. "Tapi aku suka gayamu"
Pemuda yang lebih pendek menunjukkan deretan gigi putihnya.Lebar sekali. Seakan belum ada yang menyanjungnya seperti itu. Ia menepuk pundak bidang Jaehyun dengan lembut.
"Terima kasih, kawan. Nah, bagaimana kalau kita lanjutkan cerita sambil menyusuri sekolah?"
Alis tebal jaehyun tertaut.
"Berbicara offline lagi, kalau kau mau," tambah Sicheng dengan nada riang.
Jaehyun menoleh kanan kiri, di sekelilingnya benar-benar sepi. Tidak ada siapapun yang lewat di koridor ini kecuali mereka berdua. Oh hell no, jangan bilang bocah didepannya ini ingin mengajaknya keluyuran ditengah jam pelajaran?. Mereka kan masih menjadi murid baru disini, itupun baru empat hari!
"Bagaimana jika ada seseorang yang menegur kita?" tanya Jaehyun sangsi.
"Jangan dipedulikan!"
Pemuda China itu memasukkan tangannya kedalam saku, lalu melihat teman barunya yang sedikit ragu untuk menerima ajakannya.
"Percayalah, guru-guru hanya memperkenalkan diri saja karena kita siswa baru disini," ujar Sicheng seraya meluncur diatas lantai dengan penuh gaya. Jaehyun terkekeh saat ia hampir terpeleset.
"Ayo?"
Pemuda itu bertanya meyakinkan lagi, dan Jaehyun berfikir. Seharusnya sedari awal dia tidak berada disini dan tidak melakukan apapun yang merugikan dirinya, seharusnya ia mengaplikasikan slogan 'Berpura-pura aku tidak eksis' dan berada di kelas menunggu jam berakhir. Seharusnya mereka berkenalan saat sepulang sekolah saja. Namun saat melihat senyum konyol dan sepasang mata hitam yang begitu berkilau itu , Jaehyun merasa bahwa ia ingin 'nekat' sedikit.
"Ayo"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Jaehyun || Jaewin
FanfictionKarena pasalnya ; hidup bukan tentang tujuan, namun perjalanannya-dan Jaehyun pikir ia telah menemukan tour guide yang tepat.