Musim Semi
.
.
.
Baru sekitar tiga minggu mereka berada disekolah baru, Jaehyun tidak percaya jika saudari kembarnya sudah mendapatkan teman yang keren—bahkan menjemputnya kesekolah dengan mobil Chevrolet Chevelle SS berisi satu cewek cantik berambut pirang yang menunggunya dengan sukacita. Mobil itu seksi, ber-cat merah dengan dua garis putih melintang di kap depan dan belakangnya, serta knalpot yang menyembul menantang dibelakang. Astaga, Jaehyun meneguk air liur seraya berharap bisa mendapatkan itu di ulang tahunnya yang ke-18, hingga mengabaikan saudari kembarnya yang terus melemparkan ekspresi jahil."Jangan iri ya, adikku", ujarnya sambil terkikik kecil.
Jaehyun menaikkan salah satu alis, memandang dengan tatapan remeh. "Terlalu bodoh untuk iri tentang teman-temanmu—dan minggir, kau menghalangi mobil impianku!"
Pemuda bongsor itu mendorong Jaehee pelan agar eksistensi perempuan itu hilang dari hadapannya. Jaehee mencebik mengusak rambut kecokelatan Jaehyun yang sudah ditata rapi dengan kasar.
"Ah! Pergi sana, bodoh!"
Jaehee tertawa riang, ia pun menoleh kearah temannya yang beruntungnya masih sabar melihat pertengkaran kecil kedua saudara itu. Lantas Jaehee bergegas masuk kedalam rumah dan mengecup kedua pipi ibu dan ayahnya dengan sayang, dan berlari menuju teman perempuannya yang terlihat senang menyambutnya. Mobil itu menderu pelan saat meninggalkan halaman depan rumah Keluarga Jung, meninggalkan Jaehyun yang duduk dengan wajah kesal di kursi teras.
Huft. Tidak ada hari yang tidak menyebalkan jika perempuan itu masih serumah dengannya.
Demi apapun, Jaehyun sebenarnya menaruh rasa iri sedikit tentang teman-teman Jaehee. Siapa yang tidak ingin dijemput oleh orang yang keren dengan mobil yang keren pula?. Tapi Jaehyun segera berkilah dalam hati jika ia tidak peduli dengan hal itu, sambil memasang tampang datar saat ia menyusupkan simpul tali kedalam sepatunya. Persetan dengan teman, berangkat kesekolah sendirian juga tidak membuat dirinya sesak nafas.
Jaehyun merapikan fisherman sweater-nya yang mencuat kemana-mana, lalu menyampirkan backpack hijau tua diatas pundaknya dan bergegas menuju kedua orangtuanya yang sedang berciuman. Membuat Jaehyun sedikit terkejut.
"Astaga..."
Mereka pun segera melepaskan ciuman sambil memandang Jaehyun dengan awkward. Pemuda bongsor itu hanya tertawa geli melihat tingkah lucu kedua orang tuanya.
"Ayah, ibu. Aku berangkat"
Mereka mengangguk dan memeluk Jaehyun dengan erat, lalu saling melambaikan tangan penuh sayang bagaikan mereka adalah keluarga paling tenteram sedunia. Wajah pemuda itu meringan seiring perjalanannya menuju sekolah, mencoba melupakan Chevrolet Chevelle SS yang ia idam-idamkan.
--------
Saat sampai di sekolah, Jaehyun mendapati Jaehee tengah berbicara dengan sosok laki-laki berambut merah pasir di bangku lingkaran dekat pohon ek, dan ia tidak melihat keberadaan si cewek pirang yang sebelumnya menjemputnya.
Jaehee terlihat malu-malu, ia tidak mau mendongakkan kepalanya yang tertutup untaian rambut hitam sementara laki-laki asing itu terus tersenyum manis kepadanya.
Jaehyun menautkan alis samar, berkata 'Apalagi ini' dalam hati
Ia menatap Jaehee yang sepertinya sadar tentang eksistensinya, lalu perempuan itu mengatakan sesuatu yang tidak bisa Jaehyun dengar dengan terburu-buru seraya melambaikan tangannya malu-malu, dan lelaki itu pun pergi sambil melambai sekeren mungkin. Oh, saudari kembarnya menuju kearahnya.
"Ada apa?". Jaehee melipat kedua tangannya didepan dada.
"Siapa dia?", ujar Jaehyun to the point. .
"Oh, dia? Entahlah", Jaehee mengigit bibir bawahnya sambil tersenyum kecil."Hei, hei. Jangan bilang kau suka padanya?"
Perempuan manis itu hanya tersenyum dengan mata yang menerawang—tanpa dijawab pun Jaehyun sudah tahu apa arti dari ekspresi tidak sedap dipandang itu. Ia pun memasukkan tangannya kedalam saku, menatap Jaehee lekat-lekat dengan mata sipitnya yang tajam.
"Dia sepertinya playboy, kau jangan dekat-dekat dia"
Jaehee pun kembali ke alam sadarnya. Ia balas menatap laki-laki bongsor itu dengan raut tidak setuju.
Sepertinya mereka akan perang lagi kali ini. Dua dalam sehari.
"Apa? Sepertinya aku mendengar suara lebah. Buzz!"
Jaehyun memutar bola matanya.
"Pergi dan cari teman sana, Tuan Penyendiri. Jangan urusi aku".
Ujung kening Jaehyun berkedut, ia memandang saudarinya dengan kesal sampai-sampai rasanya ingin menggotong Jaehee dan memasukannya kedalam tong sampah saat itu juga—tapi nyatanya, ia tetap membiarkan perempuan itu terus tersenyum penuh kemenangan padanya, sambil meniupi kuku-kuku berpoles biru langit yang sebetulnya sudah kering.
Jaehyun tidak ingin terpancing lebih lama dan memilih untuk pergi meninggalkan Jaehee dengan muka kelewat bodohnya, sebelum ia mendengar suara riang yang memanggil namanya dan juga perempuan disebelahnya.
"Jaehyun, Jaehee!"
Laki-laki itu menoleh, seseorang bertubuh ramping dan berparas lucu berlari kearahnya. Rambut hitam lembut itu bergoyang-goyang seiring langkahnya, dan tidak butuh sedetik bagi Jaehyun untuk tahu bahwa itu Sicheng.
"H-hai". Lelaki China itu menyapa dengan suara putus-putus. Ia memandang Jaehyun dan Jaehee bergantian.
"Hai Sicheng", balas mereka hampir bersamaan, membuat Sicheng tersenyum sangat lebar, hingga dua taring kecil itu mengintip—seperti biasanya. Ia mengenakan jaket parka berwarna merah marun hari ini, dipadu dengan trouser cokelat dan sepatu boots Dr.Martens kuning cerah yang sangat kontras dengan cuaca mendung dan berkabut khas Montana. Ia tiba-tiba memposisikan dirinya ditengah-tengah kedua saudara itu, lalu menggandeng lengan mereka dengan gaya seperti anak kecil dan bergegas menuju kelas. Jaehyun tidak bisa menahan senyumannya saat tidak sengaja bertatapan dengan Sicheng.
Sejenak sepasang saudara kembar itu melupakan pertengkaran kecil mereka yang konyol, dan hanyut dalam percakapan yang seru bersama Sicheng. Ia bercerita tentang apa saja sambil mengeratkan gandengannya pada dua lengan orang disebelahnya, dari sini Jaehyun mengerti jika Sicheng adalah orang yang suka ber-afeksi, dan itu tidak masalah bagi Jaehyun. Apalagi pemuda itu punya segudang lelucon untuk dilontarkan pagi-pagi, membuat jarak antara halaman depan sekolah menuju kelas terasa seperti selangkah.
Jaehyun sepertinya cukup keberatan untuk berpisah dengan celotehan lucu Sicheng saat mereka sampai di depan pintu kelas yang bersebelahan, dan saat Sicheng meninju lembut pundaknya seraya menggandeng Jaehee, ia semakin bertambah muram mengingat fakta bahwa Jaehee satu kelas dengan teman pertamanya, dan ia sendirian.
Jaehyun mencelos dalam hati mengapa saudarinya bisa seberuntung itu.
.
.
.
.———————
Maaf banget sedikit, teman-teman. T_T
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerely, Jaehyun || Jaewin
FanfictionKarena pasalnya ; hidup bukan tentang tujuan, namun perjalanannya-dan Jaehyun pikir ia telah menemukan tour guide yang tepat.