Bagian 2: Kabar Bahagia

5 0 0
                                    

Tepat pukul sebelas siang, aku menerima pesan dari Ibu yang berisi.

Pesan Ibu:
Ibu dapet surat dari Newyork, dari Bumi, mau ibu kirimkan ke tempatmu?

Jantungku berhenti, lalu berdegub agak kencang, kacau sekali perasaanku kali ini.

Untuk apa mengirimi aku surat jika kamu masih menginginkan kabarku, kamu bisa sekadar telpon, kirim pesan, ataupun melalui email?

Ah mungkin aku saja yang terlalu merindukan suaramu.

Lalu aku mulai membalas pesan dari ibu, satu persatu huruf mulai aku ketik diponsel berwarna rosegold itu.

Tidak usah bu, nanti kalau Luna pulang ke rumah saja baru Luna baca.
Tidak kelamaan?
Tidak ibu.

Siang ini aku langkahkan kakiku entah kemana, ingin saja menghirup udara segar. Pikiranku sangat penuh saat ini, belum lagi dipenuhi oleh Bumi, Bumi yang aku pijak kali ini berbeda dengan kamu Bumi yang aku kenal. Bumi yang aku pijak selalu menerima aku berada di sisinya, tapi kamu Bumi yang berbeda. Kamu tidak pernah mengizinkanku duduk bahkan bersandar pada hatimu saja tidak.

Apalagi kini jarak masuk dalam perkara hatiku.

Lagi-lagi jarak.

Aku bosan.

Tanpaku sadari ternyata aku berjalan menuju taman samping apartemen yang aku tinggali selama berkuliah sampai koas di kota orang ini.

Memandangi beberapa orang yang lewat, anak sekolahan yang baru pulang sekolah, sepasang kekasih yang tengah duduk di bangku taman, ibu-ibu yang berjalan menjajakan makanan ringannya pada sepasang kekasih itu. Dan aku sedang duduk di atas ayunan kecil yang terbuat dari kayu dan tali yang cukup kuat menahan berat badanku ini.

Masih ingat pertanyaanmu kepadaku yang tidak pernah puas kamu tanyakan kepadaku.

Kenapa sudah besar masih suka main ayunan?

Bukan suka main, tapi menikmati setiap ayunannya yang kamu dorong, lalu menghirup udara sebebas mungkin, itu sederhana tapi cukup menenangkan bagiku.

Kalau ada anak kecil yang nangis mau gentian naik ayunan gimana?

Yah aku kasih ayunannya, aku sudah dewasa, mengerti bahwa kebahagiaan harus dibagi, tidak harus dirasakan terus, karena kesedihan, keputusasaan akan terlihat sedih jika mereka tidak dirasakan juga.

Aku juga suka ayunan

Kenapa?

Karena kamu suka, jadi apa yang kamu suka aku bakal suka.

Kenapa harus gitu?

Karena aku harus kasih kamu kebahagiaan, sebagai satu-satunya sahabat terbaikku.

Kali ini tanganku beralih ke ponselku, memilih kontak yang aku beri nama Bumi, ingin sekali rasanya aku meneleponmu hanya sekadar menanyakan kabarmu, atau beralasan kepencet gitu? Atau menanyakan soal surat?.

“0812225666” Kata suara dari arah belakangku.

“Hah?” Kataku kaget lalu melihat ke arah belakangku.

Ternyata Lintang.

“Saya kira kamu lagi bingung, mau nelpon siapa, telpon saya saja kalau butuh teman”Katanya yang sekarang telah duduk di ayunan sebelahku.

Lalu dia sedikit mengintip ke arah ponsel yang sedang aku pegang itu.

“Oh Bumi?”

“Kenapa?”Tanyaku lalu cepat-cepat mematikan layar ponselku.

LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang