Kembali

27 9 1
                                    

    Kota Banyuwangi, 08 Juni 2008

    "Kamu bukan orang satu-satunya menderita. Percayalah diluar sana banyak sekali orang yang lebih menderita. Seenggaknya kamu bisa memberikan semangat kepada mereka.~AD"

    Hari ini aku diperbolehkan untuk istirahat di rumah. Rasanya hati ini senang, beban sedikit berkurang. Sampai di rumah aku ingin mengingat kembali memori yang sempat hilang didalam ingatanku ini. Namun aku tidak ingin memaksakan memori itu kembali, karena ini sama saja menyakiti jiwa ku.

    "Ma, nanti sampai di rumah tolong ya tunjukin sesuatu yang biasanya aku sukai. Mungkin kalau pelan-pelan memori ku kembali." pinta ku kepada mama.

    "Nak, kamu harus istirahat dulu. Kamu masih belum pulih nak." jawab mamaku dengan pedulinya kepadaku.

    "Ma, Desya tidak apa-apa, jadi jangan khawatir. Nanti kalau Desya capek janji deh bakalan langsung Istirahat. Oke ma."  rayuku kepada mama dengan mata pupy eyes, supaya mama mengijinkan ku untuk melakukan sesuatu.

    Mamaku hanya mengangguk pasrah menandakan bahwa aku diijinkan. Setelah barang selesai dikemasi, aku keluar dari rumah sakit itu. Senang rasanya bisa menghirup udara sejuk di luar. Udara yang aku rindukan selama di rumah sakit.

    "Ayok nak masuk ke mobil kita pulang." ajak papa sehingga melamunkan pikiranku.

    Aku hanya membalas ajakan tersebut dengan senyuman. Aku yakin papaku pasti mengerti apa yang aku maksudkan. Dalam perjalanan aku melihat rumah - rumah di pinggir jalan yang asri itu. Rasanya senang punya rumah dengan jalan dan halaman yang asri. Ku lihat banyak sekali anak kecil bermain bersama keluarganya, saat aku melihat itu hatiku terasa hangat. Andai aku bisa mengingat kembali memoriku.

    Tak sengaja pandanganku bertemu dengan sosok anak kecil yang sedang menangis. Entah karena apa, aku tidak tahu. Aku merasa tidak tega, akhirnya aku meminta kepada papaku untuk berhenti.

    "Pa tolong berhenti di tepi jalan dulu, ada sesuatu pa. Please..." pintaku kepada papa untuk menepikan kendaraan yang aku tumpangi.

    "Ada apa Sya? Kok minta berhenti sih?" tanya kakak Kafel kepadaku.

    "Kepo deh! Bentar ya pa, ma, kak aku turun dulu. Mungkin hanya memerlukan waktu sebentar setelah itu aku kembali."

    Aku turun dari mobil dan langsung menghampiri anak yang sedang menangis itu.

    "Aduh adek manis kok nangis sendirian sih disini? Adek kenapa kok nangis?" tanyaku kepada anak itu sambil memangkunya.

    "Kakak, papa sama mama hilang. Nggak kembali-bali dari tadi, atu tatut sendilian. Hiks...." jawab anak itu dengan suaranya yang comel dan pelo sambil menangis.

    "Aduh jangan nangis lagi ya, gimana kalau kakak temenin kamu nunggu papa sama mama? Hm... Gimana kalau kita nunggu nya sambil bermain. Mau nggak?" hiburku agar dia tidak menangis kembali.

    Dari sedikit kejauhan ada seseorang yang terharu dan tersenyum melihat moment itu. Yaitu kakakku sendiri.

    "Pa, Desya sekarang sudah dewasa. Semenjak insiden 6 hari yang lalu perilaku anak kita sekarang sudah jadi remaja sesungguhnya." ucap mamaku kepada ayahku tepat dibelakangku, entahlah kapan mereka menghampiriku.

    Tak butuh waktu yang lama aku membuat anak itu kembali ceria dengan bermain gelembungan. Tawa anak itu pecah, mempertandakan dia bahagia. Senang rasanya bisa menghibur seseorang yang sedang sedih atau kecewa. Rasa hangat langsung menjalar di sekujur tubuhku.

    30 menit kemudian...

    Orang tua dari anak itu datang, aku rasa mereka sedang keluar mencari sesuatu. Karena itu tampak jelas mereka membawa kantong kresek ukuran besar. Anak itu langsung berlari kepangkuan ibunya, ibunya langsung mencium pipi anak itu.

Kota SunriseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang