Lira memikirkan cara bagaimana menguji Respati, apa dia benar-benar mencintainya? Apa dia bersungguh-sungguh ingin menikahinya?
Dering telepon mengalun merdu. Lira membaca nama “Duda Tengil” terpampang di layar. Diangkatnya telepon itu.
“Assalamu'alaikum Neng Perawan galak dan manja tapi ngangeninnya minta ampun dan selalu bikin Mas uring-uringan, nggak enak tidur, nggak enak makan.”
“Wa’alaikumussalam Duda genit, tengil, rese, nyebelin, yang selalu bikin Lira KESAL... SEBEL!!!” Lira mengeraskan kata 'kesal' dan 'sebel'.
Entah kenapa nada bicara Lira saat ngambek begini terdengar manja menggemaskan di telinga Respati. Pria itu tersenyum tak jelas di ujung telepon.
“Oh, jadi Mas cuma bikin kesal dan sebal, nih? Nggak bikin kangen?”
“NGGAK...!!!” jawab Lira lantang.
“Ehm, nggak salah maksudnya.”
“Au ah...” ketus Lira.
“Oya, Lira mulai libur kapan? Kalau udah libur, pulang bareng Mas ya ke Jakarta. Nanti Mas coba pesan tiket kereta api, masih ada apa nggak. Kalau kehabisan, ya kita naik mobil. Nanti Lira bisa ngajak teman Lira yang juga dari Jakarta.”
Sesaat Lira mengernyitkan alis.
“Mas Respati ke sini sebenarnya naik mobil atau kereta? Waktu pertama kali ke kost Lira naik ojek, terus pas ngajak ke tempat Ratna, naik mobil.”Terdengar embusan napas dari ujung telepon.
“Mas ke Purwokerto naik kereta. Terus waktu ke kostmu, Mas pesan ojek karena biar cepat sampai, Mas nggak hafal jalannya. Nah, sebenarnya... Mas jadi cerita, nih. Tapi nggak apa-apa, kamu perlu tahu. Mas pernah tinggal di Purwokerto sebelum pindah ke Jakarta. Mas juga punya usaha rental mobil, join bareng Paklik. Makanya selama di Purwokerto, Mas makai mobil rental sendiri. Mas tinggal ngubungi karyawan untuk nganter ke hotel. Ini yang jadi salah satu alasan kenapa Mas ingin buka cabang bimbel di sini karena biar sekalian aja punya dua usaha di satu kota. Jadi nggak ribet waktu Mas mau ngecek.”
Lira manggut-manggut. Ternyata calon suaminya selain punya usaha bimbel juga usaha rental mobil. Terkadang ia jadi minder sendiri. Dari status sosial, keduanya begitu berbeda. Perbedaan usia pun terpaut lima belas tahun. Ia tak tahu ke depan, apa ia bisa beradaptasi dengan segala perbedaan ini?
“Kalau bisa naik kereta, naik kereta aja biar lebih cepat, nggak ada macet," sahut Lira.
“Okay, Neng sayang...”
“Sayang... Sayang... Jangan-jangan ke yang lain juga manggil sayang.” Lira mengerucutkan bibirnya.
“Nggak, lah. Mas nggak berani manggil sayang ke cewek lain. Dari kemarin Lira bahas hal-hal kayak gini mulu, ya? Ini perasaan Mas aja atau emang benar kalau Lira cemburu atau posesif karena komentar-komentar di instagram Mas?”
Lira membisu. Ia tak bisa menyangkal tapi akan terkesan konyol jika ia diam saja.
“Siapa yang cemburu?” pekik Lira kencang, ngegas seperti biasanya.
“Semakin ngegas berarti memang benar, Lira ada rasa posesif sama Mas. Atau Lira nggak percaya sama Mas? Ragu sama Mas?”
Lira bingung memilih kata. Ia sendiri bingung dengan apa yang ia rasakan. Ia mencoba meyakinkan diri bahwa dia belum jatuh cinta pada Respati. Ia menolak mati-matian rasa itu. Namun ia juga enggan melepas Respati. Tanpa alasan yang jelas, ia kesal membaca komentar-komentar di laman instagram Respati yang terang-terangan menggoda duda beranak dua itu. Mendadak ia butuh pengakuan dan ingin menjadi satu-satunya yang memenangkan hati Respati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Mas Duda
RomanceRespati menikahi Lira bukan semata karena cinta. Ia juga menginginkan wanita itu bisa menjadi ibu yang baik untuk kedua anaknya. Namun ujian datang tak hanya dari putra sulung yang belum bisa menerima Lira, juga dari Ayudia, mantan istrinya. *** Res...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir