Cinta Origami

97 18 1
                                    

By : Penaputih

            Kata orang musim semi itu paling indah diantara musim yang ada di dunia ini, musim semi yang menghangatkan dan paling pas untuk menyatakan cinta. Tapi, sayangnya di indonesia hanya ada dua musim; musim hujan dan musim kemarau. Dan aku paling benci dengan musim hujan, apalagi musim kemarau.

Seseorang pernah berkata padaku, belajarlah dari hujan, "dia tidak pernah menyerah meskipun sudah beberapa kali terjatuh, sekarang jatuh tahun depan ia akan terjatuh lagi begitulah hujan tidak kenal lelah. Aku benci ujan karena ia terus terjatuh dan tidak pernah berhenti terjatuh."  Dan aku tidak mau seperti hujan yang terus terjatuh.

Aku tertawa mengingat kata-kata itu, apalagi mengingat bagaimana wajah orang itu saat berujar begitu serius waktu persentasi di depan kelas. Rangga namanya, tapi sayangnya dia bukan Rangga yang Cinta kenal, dia beda dan tidak ada yang bisa mengerti tentangnya, termasuk aku yang tak mengerti tentangnya, padahal kita sudah lama saling kenal.

"Tia!"

Aku sedikit terkejut saat bahuku di pukul cukup keras dari belakang, membuatku menoleh dan menatap tajam siapa yang barusan memukulku.

"Kenapa, sih?" tanyaku kesal, sedangkan dia hanya cengengesan.

"Aku lihatin dari tadi bengong mulu, kenapa?" Dia mengambil botol minum yang aku beli sebelum datang kesini, "terpesona sama permainanku?" lanjutnya lagi bertanya membuatku tertawa kecil meremehkannya sambil membuang wajahku.

"Terpesona?" tanyaku dan kembali melihatnya, aku lihat dia mengangguk kecil.

"Kau buruk bermain futsal, jangan sok deh," tajamku sambil mengusap wajahnya yang penuh keringat dengan handuk yang mengalung di lehernya dengan kasar.

"Kenapa kesini?" tanyanya sambil memegang pergelangan tanganku, bukannya marah, dia malah menanyakan alasanku datang kesini.

Aku mengedipkan kedua mataku bingung, lalu memalingkan wajahku menatap langit sore. Akhir-akhir ini di Bali terjadi fenomena yang aneh, dimana matahari terbenam lebih lama, sehingga sore ini masih terlihat cerah.

"Kenapa kesini?" tanyanya lagi membuatku menoleh melihat wajahnya yang tampak serius.

Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa datang ke lapangan luas ini. Lapangan yang memiliki banyak kenangan saat SMA. Lapangan Bhuana Patra yang menjadi tempat berolah raga; baik itu untuk siswa maupun masyarakat sekitar.

Aku menghela napasku panjang, "enggak sengaja tadi lewat, terus lihat kamu lagi main."

Dia terkekeh lalu menarik tanganku membuat aku bingung sekaligus terkejut saat ia menarikku sampai aku tertidur di atas rumput di sampingnya.

"Lewat apa lewat?" tanyanya membuatku memutar bolamataku malas.

"Lagian aku enggak tahu kalau kamu lagi main. Kan biasanya sibuk di kampus," sindirku, dia malah tertawa mendengar apa yang aku katakan.

"Kangen?" tebaknya membuat aku berdecih lalu memilih bangun. Lama-lama aku bisa terpojok jikalau dekat terus dengannya.

"Kemana?" tanyanya. Aku mengusap pantatku karena ada beberapa rumput kering yang menempel.

"Pulang. Sudah malem," jawabku ketus dan berjalan meninggalkannya yang masih setia tidur.

Dia yang selalu membuatku degdegan, tapi dia juga yang membuatku kesal sendiri. Aku selalu menyangkal kalau ini bukan cinta, bukan sebuah rasa yang seharusnya tidak ada di hatiku. Orang yang tidak pernah aku mengerti. Rangga Wibawa yang tak bisa aku mengerti sampai sekarang. Aku menghela napas lagi dengan kasar, berharap rasa sesak ini bisa hilang.

Kumpulan Puisi dan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang