Page 00

16 1 0
                                    

Lampu-lampu kota menerangi malam, Jakarta malam hari ini cukup sepi. pasalnya, hujan deras menguyur jakarta malam ini, menemaniku disebuah kedai kopi dipinggiran jakarta yang padat. Kedai kopi ini tak pernah sepi pelanggan, sekalipun hujan kedai kopi ini selalu ramai.

Hampir satu jam aku duduk dikedai kopi yang tak pernah sepi ini, tapi yang ku lakukan hanyalah memandang ke arah luar, ditemani musik kedai ini yang tak dapat menyamarkan suara hujan, sembari menyesap kopiku yang sudah tidak lagi hangat karena dinginnya malam, sesekali aku menghela nafas pelan.

Aku Fea, Serenita Feandra seorang mahasiswa tingkat akhir sebuah Universitas di Jakarta, seorang wanita pendiam dan tak punya banyak teman. Gadis introvert itulah julukan anak-anak kampus yang diberikan kepadaku. Aku tak masalah dengan julukan itu, awalnya.

Mataku menyapu ke sekeliling kedai, hingga menangkap sosok sahabatku, sahabat SMA-ku yang hingga saat ini menjadi sahabat karibku di kampus. Kini ia berada di ambang pintu, seulas senyum tercetak di bibirku, ku lambaikan tangan memberikan isyarat padanya bahwa aku berada di disini.

"Sedih amat ngopi sendirian disini, kayak yang jones aja," ucapnya setelah duduk dihadapanku.

"Gabut dirumah, jadi buru-buru kesini deh."

"Bilang aja mau galau-galauan mikirin dia kan?"

Aku hanya terdiam mendengar kalimat tanya darinya itu, tersenyum tipis sebagai jawaban, lalu menatap cangkir kopi yang ada dihadapanku.

"Harusnya lo itu gausah mikirin dia lagi fey, buka hati lo buat yang mau menerima lo bukan buat orang yang udah ninggalin lo. gua paham susah pasti kan? lo kesusahan bukan karena lo ga bisa, tapi karena lo gamau."

Kata-kata itu terputar kembali dalam memoriku, teringat raut wajah dan kalimatnya yang amat menyakitiku. Betul kata Dira, aku masih suka mengingatnya terlepas dari apa yang sudah dia perbuat kepadaku, aku tidak bisa menampiknya bahwa aku, masih memikirkannya dan juga selalu merindukannya.

"Apa sih ah, udah sana pesen. ngapain kesini kalo ga pesen apa-apa." dalihku saat ia terus menerus menasihatiku.

Dira hanya menyibirku lalu pergi dari kursinya untuk memesan, sedangkan aku terlarut kembali pada omongan Dira tadi.

"Udah ya, jangan terlarut dalam kesedihan, udah hampir 3 tahun gila aja lo masih mikirin dia,"

"Diresapi, dicerna baik-baik, dipraktekin apa kata gue, ini semua demi kebaikan lo." ujarnya sembari menyeruput Vanilla icednya.

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban, jawaban agar dia tidak menasehatiku lebih panjang lagi.

**

Sepulang dari kedai kopi, aku segera membersihkan diri dan mengerjakan sisa-sisa tugasku yang sebetulnya bisa saja aku selesaikan nanti, berdalih akan fikiranku yang dapat teralihkan,

Terdiam sejenak dikasur, ku telusuri seisi kostan ku yang ternyata seluruhnya masih berisikan tentang dia, tentang kenangan kami yang tersusun rapi, setiap sudut ruangan ini mengingatkan ku tentangnya, mulai dari foto-foto kami hingga barang pemberiannya ada di dalam kostku.

Saat itu juga aku langsung mengambil kardus, membereskan semua barang-barang yang menyangkut tentangnya, memasukan barang tersebut satu persatu kedalam kerdus, menyusunnya dengan rapih, dan menaruhnya di pojok ruang ini, berharap dengan cara ini aku dapat melupakan dia sepenuhnya.

"Maaf," lirihku dalam hati,

dalam lubuk hati yang dalam aku tidak tega untuk membuang barang tersebut, tapi jika bukan dengan cara itu mana mungkin aku bisa melupakannya.

**

Salam penulis amatir,
iniiaku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

El Ca-féaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang