Entah apa yang merasuki Maryam. Daritadi pikirannya tidak bisa tenang. Jantungnya terus berdetak kencang juga hatinya yang mendadak aneh. Berulangkali ia mengucap istighfar namun pikirannya tetap tidak bisa tenang. Ia memilih untuk mengeluhkan perasaannya pada Kak Nushaibah.
Tok! Tok! Tok!
"Siapa?" Tanya suara dari dalam.
"Maryam." Akhirnya Kak Nushaibah mempersilakan Maryam masuk. Kelihatnnya Kak Nushaibah sedang mengerjakan suatu tugas.
"Kakak lagi sibuk?"
"Nggak kok. Baru selesai ngetik tugas. Kenapa, Dek?" Tanya Kak Nushaibah. Maryam duduk di ujung kasur.
"Aku aneh, Kak."
"Hah? Maksudnya apasih, Dek? Kakak gak ngerti."
"Yaa, aku aneh banget sama perasaan aku sekarang."
"Aneh gimana maksudnya? Langsung aja deh, jangan berbelit-belit."
"Aku gak tahu kenapa perasaan aku gak bisa tenang, Kak. Hati aku juga aneh. Aku gak tahu aku kenapa, Kak." Jelas Maryam. Awalnya Kak Nushaibah tampak berfikir tapi kemudian tatapannya berubah seperti tatapan menggoda.
"kayaknya kakak tahu kenapa, Dek."
"Aku kenapa, Kak?" Bukannya menjawab Kak Nushaibah malah tertawa membuat Maryam bingung sendiri.
"Aduh, adikku sudah dewasa ternyata. Hahaha." Kak Nushaibah mencolek pinggang Maryam membuatnya semakin tidak mengerti.
"Apasih, Kak. Aku masih gak ngerti." Maryam mengerutkan dahi.
"Kalau kakak bilang kakak lihat kejadian tadi siang gimana?"
"Kejadian yang mana? Ah, kakak yang sekarang jadi berbelit-belit."
"Itu lho, yang kamu dibantuin angkat galon sama cowok itu." Pernyataan Kak Nushaibah berhasil membuat pipi Maryam panas dengan cepat. Hal itu semakin membuat Kak Nushaibah geli.
"Apaan sih, Kak. Aku gak kenal dia. Itu cuma temen kampus aku, gak lebih." Maryam yakin pipinya sudah semerah kepiting rebus sekarang.
"Ohh, temen kampus..." Kak Nushaibah menyenggol Maryam.
"Udah ah, Kakak gak asik. Aku mau tidur aja." Maryam meilih meninggalkan Kakaknya untuk menghentikan topic yang membuatnya malu.
"Hati-hati kebawa mimpi temen kampusnya, Dek!" Celetuk Kak Nushaibah membuat Maryam semakin malu. Ia mempercepat langkahnya hingga ia mendengar suara benda pecah dari dapur. Ketika ia memeriksa apa yang terjadi, betapa terkejutnya ia saat melihat Abi terbaring kaku di lantai.
"Ummi! Kak Nushaibah! Tolong! Ummi! Kak Nushaibah!" Ia menggoyang-goyangkan tubuh Abi hingga Ummi datang.
"Astaghfirullah, Abi! Abi kenapa, Bi?!" Seru Ummi histeris.
"Astaghfrullah! Abi kenapa, Dek?" Tanya Kak Nushaibah. Maryam menggeleng.
"Aku gak tahu, Kak. Pas aku datang, Abi udah di lantai." Jawabnya. Air matanya mengucur deras khawatir terjadi apa-apa pada Abi.
"Telepon ambulans sekarang!" Perintah Ummi. Kak Nushaibah segera menekan nomor dan meminta agar ambulans segera datang.
"Abii..." Panggil Maryam lirih. Bibir Abinya mulai memutih.
"Ummi tenang dulu, ya. Ambulans bakal datang sebentar lagi. Ummi tenang aja." Kak Nushaibah mengusap-usap punggung Ummi menenangkan.
Abi segera dilarikan rumah sakit setelah Ambulans datang. Sepanjang perjalanan Ummi tak henti-hentinya memanggil Abi. Kak Nushaibah dan Maryam juga tak berhenti berdoa agar Abi baik-baik saja.
Dokter yang memeriksa Abi keluar ruangan setengah jam kemudian. Ummi yang belum berhenti menitikkan air mata cemas segera mendekatinya dan menyerbu san dokter dengan pertanyaan-pertanyaan.
"Ibu tenang saja. Keadaan Pak Hasan sudah membaik sekarang. Tadi memang jantungnya ngedrop. Beliau butuh istirahat yang cukup sekarang. Ibu tidak perlu khawatir." Jelas Dokter. Seketika ucapan rasa syukur terucap.
"Alhamdulillah. Terima kasih banyak, Dok." Kata Kak Nushaibah. Dokter itu tersenyum kemudian pergi. Ummi segera masuk ke ruangan dan meraih tangan Abi yang ditusuk jarum infus sembari mengucap syukur.
"Kak, gimana keadaan Abi?" Tanya Maryam.
"Kamu darimana aja, Dek?"
" Tadi aku habis dari mushola. Gimana Abi?"
"Alhamdulillah. Kata dokter Abi udah baik-baik aja, tadi jantung Abi kumat. Sekarang Abi butuh istirahat yang cukup." Jelas Kak Nushaibah. Maryam tersenyum kemudian mengusap kening Abi.
"Abi pasti bakal baik-baik aja." Maryam mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Maryam pergi menemani Ummi sholat tahajud karena Kak Nushaibah sedang halangan. Selama Ummi dan Maryam pergi, Kak Nushaibah selalu menggenggam tangan Abi sambil berdzikir. Mungkin kelihatannya Kak Nushaibah kuat menghadapi semuanya, tapi sebenarnya dalam dirinya sangat rapuh.
"Abi..." Panggil Kak Nushaibah dengan napas berat.
"Abi harus sehat. Kasian Ummi dari kemarin nangis gak berhenti. Abi juga kan bilang kalau Abi bakal nganterin Nushaibah nanti pas akad. Abi juga mau lihat Maryam bahagia dengan jodohnya, kan?" Kak Nushaibah mencoba agar tidak menangis tapi kantung matanya tak sanggup menahan air matanya.
"Abi harus kuat. Nushaibah gak mau kehilangan Abi dulu." Kini Kak Nushaibah membiarkan air matanya mengalir deras sambil berharap sesenggukannya bisa membangunkan Abi.
-*-
Maaf kalau bagian ini cuma sedikit. Dan maaf karena baru update sekarang.
.
.
.
Vote dan komen biar ceritanya bisa lebih baik lagi ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Kita dan Illah[SLOW UPDATE]
Teen FictionBolehkah aku mencintainya? Ku butuh izin-Mu, karena aku ingin memuliakan ciptaan-Mu bak permata surga yang indahnya tak terhingga.