Ini sudah lima hari setelah hari pernikahan Kak Nushaibah. Rumah menjadi kosong karena kini sudah ada yang hilang. Kak Nushaibah ikut dengan Kak Fathur pindah ke Bandung. Maryam hanya sendiri di rumah menemani Abi dan Umminya setiap hari. Tak ada yang tahu tentang perasaannya selain Kak Nushaibah termasuk Ummi.
"Ummi mau Maryam masakin apa pagi ini?" Tanya Maryam pagi itu. Ketika membuka kulkas hanya tersisa sosis,nugget,wortel,dan kacang panjang. Ia lupa berbelanja kemarin.
"Apa aja, Sayang." Jawab Ummi. Maryam akhirnya memilih hntuk membuat sosis goreng dan nugget untuk menu sarapan pagi ini. Sungguh kurang sehat, tapi mau bagaimana lagi?
"Sini Ummi yang masak. Kamu panggil Abih sana!" Pinta Ummi. Maryam mengangguk membiarkan Ummi mengambil alih.
Maryam menemukan sang Abi tengah membaca koran di teras depan. Kopi yang tadi Maryam siapkan kini sudah tandas.
"Bi, mau sarapan? Bentar lagi matang." Panggil Maryam. Abi mengalihkan pandangannya dari koran.
"Iya. Bentar lagi Abi masuk." Jawab Abi. Maryam mengangguk kemudian membawa gelas kotor ke dapur.
"Mana Abi?" Tanya Ummi.
"Katanya bentar lagi nyusul." Ummi mengangguk-angguk.
Abi masuk pas ketika masakan sudah siap di atas meja. Ummi menyiapkan nasi untuk Abi kemudian untuk dirinya sendiri. Maryam meraih sendok nasi setelah Ummi selesai. Ia meminum air karena tiba-tiba tenggorokkannya kering.
"Kak Nushaibah sudah. Kamu mau kapan?" Tanya Abi tiba-tiba membuat Maryam tersedak.
"Eh, aduh pelan-pelan dong Sayang minumnya." Ummi memberikan selembar tisu.
"Uhuk...uhuk... maksud Abi?"
"Ya... Abi cuma mau nanya aja. Barangkali kamu sudah siap. Nanti Abi carikan jodoh yang pantas buat kamu." Ujar Abi enteng. Rasanya Maryam sulit menelan ludahnya sendiri.
"Kan Maryam udah bilang kalau Maryam gak mau dijodohin." Keluh Maryam.
"Ya, Abi cuma mau kamu segera menikah. Siapa tahu Abi keburu pergi sebelum melihat kamu menikah. Padahal Abi pengen banget menjadi wali nikah kamu." Abi bicara tanpa sedikitpun melirik anaknya yang kini wajahnya sudah sepucat kertas.
"Abi ngomong apaan sih? Pokoknya Abi harus sehat! Maryam nggak mau ditinggal Abi dulu." Maryam mulai bete dengan pembicaraan ini. Ummi sedaritadi hanya bisa melihat dalam diam. Bingung harus memihak yang mana.
"Mati itu cuma Allah yang tahu. Kamu gak bisa melawan ketetapan itu" Mata Maryam mulai berkaca-kaca. Hatinya terasa sakit ketika orang tuanya membicarakan tentang kematian. Ia belum siap untuk ditinggalkan orang tuanya.
"Yaa.. Maryam belum siap untuk berkeluarga sekarang." Maryam mencoba bicara meskipun tenggorokannya masih kering.
"Ya sudah, Abi tidak memaksa kamu. Kalau kamu belum siap, Abi mengerti." Abi kembali melanjutkan kegiatan makannya.
-*-
Maryam mencium tangan Ummi sebelum berangkat ke kampus. Pagi ini ia ada kelas dan juga kelas tambahan. Sayangnya, motor miliknya sedang diservis di bengkel. Untung ada sahabatnya yang siap untuk mengantarnya.
"Alya sudah sampai?" Tanya Ummi.
"Dia udah nunggu di depan gerbang, Mi. Maryam bernagkat dulu, ya. Assalamualaikum" Sebelum bernagkat Maryam mencium pipi Ummi.
"Wa'alaikumsalam. Hati-hati dijalan!" Ummi melambaikan tangan.
Maryam menemukan Alya tengah memainkan hp-nya di atas motornya. Senyumnya mengembang sambil mendekati sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Kita dan Illah[SLOW UPDATE]
Teen FictionBolehkah aku mencintainya? Ku butuh izin-Mu, karena aku ingin memuliakan ciptaan-Mu bak permata surga yang indahnya tak terhingga.