Maryam membantu Ummi membereskan meja yang kini penuh dengan berbagai jenis camilan dan minuman. Ia bolak-balik memastikan bahwa semua sudah sempurna seperti yang diinginkan. Kak Nushaibah sampai geleng-geleng melihatnya.
"Kamu ngapain sih, Dek? Daritadi bolak-balik mulu nyampe pusing kakak litanya." Sindir Kak Nushaibah. Maryam menyengir.
"Aku cuma mau mastiin. Kan kalau ada yang kurang nanti ribet lagi." Maryam membenarkan posisi piring.
"ckckck... Kakak yang mau dikhitbah kok jadi kamu yang ribet sih. Udah gak papa dek. Udah perfect kok semuanya." Maryam kemudian menangkupkan kedua tangannya ke pipi Kak Nushaibah.
"Aku mau kakak seneng aja. Kan-"
"Sst.. Kamu ada di sini aja kakak udah seneng kok. Kakak tahu kamu mau buat kakak seneng tapi kakak juga gak mau ngerepotin kamu." Kak Nushaibah menurunkan tangan Maryam.
"Iyadeh. Ya udah kakak udah sarapan belum? Aku ambilin nasinya ya. Bentar." Kak Nushaibah hampir saja menahan tangan Maryam namun gadis itu sudah pergi. Kak Nushaibah hanya geleng-geleng.
"Kamu udah sarapan, Maryam?" Tanya Ummi. Maryam hanya tersenyum.
"Maryam gak laper, Mi. Maryam makan nanti aja." Maryam membawa piring itu.
"Tapi jangan lupa makan lho, ya!" Peringat Ummi. Maryam mengacungkan jempol.
"Ini Kak. Sekarang Kakak makan, Maryam mau siap-siap dulu." Maryam menyodorkan piring itu. Kak Nushaibah tersenyum.
"Kamu udah makan?" Tanya Kak Nushaibah sebelum Maryam beranjak.
"Maryam nanti aja makannya. Lagian aku belum laper. Udah Kakak makan aja dulu, nanti aku makan deh abis siap-siap." Maryam beranjak ke kamarnya.
Hari ini adalah hari special kakaknya dan ia tak ingin mengecewakan kakaknya dengan dandanan yang kacau. Ia meraih gamis navy dan memakai pashmina abu yang diberikan Ummi saat ulang tahunnya. Tak lupa ia poles bibirnya dengan lip balm serta melapisi pipinya dengan bedak.
"Hhhh... Bismillah." Ucapnya kemudian keluar kamar. Ternyata keluarga Kak Fathur baru sampai. Ia segera turun dan menyambut keluarga Kak Fathur. Kak Nushaibah nampak anggun dengan gamis putihnya. Apalagi disandingkan dengan Kak Fathur yang memakai koko hitam.
"Assalamu'alaikum warahmatullah..." Salam Pak Adam(Ayah angkat Kak Fathur).
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh... Selamat datang." Sambut Abi sopan. Keluarga Pak Adam dipersilakan masuk setelah saling bersalaman.
"Sebelumnya mungkin keluarga Pak Hasan ini sudah mengetahui apa maksud kedatangan kami kemari. Tapi akan lebih sopan kalau saya sampaikan kembali maksud kedatangan saya beserta keluarga datang kemari.
Saya datang kemari untuk mengkhitbah anak bapak untuk anak saya. Fathur. Jika bapak beserta keluarga berkenan." Ujar Pak Adam langsung to the point.
"Anak saya yang mana nih, Pak. Ada dua soalnya." Canda Abi. Ummi mencubit pinggang Abi karena bercanda diwaktu yang salah. Pak Adam mencolek tangan Kak Fathur.
"Yang mana, Thur? Ditanya tuh." Pak Adam ikut bercanda. Maryam menahan diri untuk tidak tertawa saat melihat ekspresi Kak Fathur yang menahan malu.
"Eum... Anak bapak yang..." Kak Fathur gugup. Maryam mencolek pinggang Kak Nushaibah membutnya menunduk dalam.
"Diam kamu dek!" Bisiknya. Maryam berusaha menahan diri agar tidak kelepasan.
"Yang mana? Yang pake gamis putih atau yang pake gamis biru?" Abi masih bercanda membuat pipi Kak Fathur semakin merah menahan malu.
"Eum... Yang pake ga-gamis.. Put-Putih, Pak." Akhirnya Kak Fathur mencoba menahan suaranya agar tidak bergetar karena malu.
"Oh, yang putih.." Abi tersenyum jail. Ummi kembali mencubit pinggang Abi.
"Abi, ih! Kasian tuh Fathurnya.." Bisik Ummi.
" Gak papa, Mi. Biar gak terlalu serius." Abi tersenyum jail. Pak Adam beserta istrinya tertawa sembari mengelus punggung Kak Fathur.
"Jadi bagaimana, Pak?" Tanya Pak Adam lagi.
"Kalau saya sih percaya dengan nak Fathur karena dia juga sudah pernah kemari untuk bertanya pada saya langsung. Dan setelah saya tanya-tanya, saya yakin nak Fathur ini anak yang baik. Tapi saya hanya bertugas mengantarkan anak saya agar menemukan pasangan yang baik. Kalau urusan menerima atau tidak, saya serahkan pada anak saya." Abi Mengelus punggung Kak Nushaibah pelan.
"Gimana, Kak?" Tanya Abi. Setelah diam beberapa saat akhirnya Kak Nushaibah mengangguk pelan. Semua langsung mengucap syukur. Wajah tegang Kak Fathur langsung berubah tenang. Maryam langsung memeluk kakaknya.
"Yeey! Aku bakal punya kakak ipar!" Jerit Maryam kecil. Kak Nushaibah mengeratkan pelukannya.
"Alhamdulillah... Makasih ya, Dek." Kak Nushaibah tersenyum senang.
Acara ditutup dengan makan siang dan berbincang-bincang. Maryam melirik air minum yang menipis akhirnya mengambil galon di dapur. Ia tak mengira galon itu berat sekali. Ia harus hati-hati saat mengangkatnya agar tidak jatuh. Namun tiba-tiba seseorang jongkok di sisi lain galon.
"Sini, biar sama gue aja." Katanya. Maryam terdiam sesaat sebelum akhirnya sadar siapa orang itu. Nazar.
"Euh.. Gak papa. Aku bisa kok." Maryam menolak.
"Enggak. Udah sini biar gue aja yang angkat. Gue tahu nih galon berat, kan? Udah sini." Nazar memaksa.
"Aku gak enak, kamu kan tamu. Masa tamu yang angkat galon sih." Maryam masih menolak. Nazar berdecak.
"Gak papa kok. Lagian kita harus saling menolong. Udah sini sama gue aja." Nazar bersikeras. Akhirnya Maryam membiarkan Nazar mengangkat galon.
"Ah, Alhamdulllah. Beres, kan?" Nazar menepuk-nepuk kedua tangannya. Maryam tersenyum kemudian menunduk.
"Hhh... Emang susah ya kalau ngomong sama lo. Gue kan udah bilang jangan nunduk mulu. Kalau mau nunduk juga lo jangan terlalu nunduk." Nazar berkacak pinggang.
"Kenapa kamu bisa di sini?" Tanya Maryam mengalihkan pembicaraan.
"Tumben lo nanyain gue. Biasanya juga gue yang suka tanya-tanya." Canda Nazar. Pipi Maryam memerah karena malu.
"Hehehe.. Gue kesini karena gantiin bokap gue. Kak Fathur saudara jauh gue, tapi keluarga kita deket jadi bokapnya Kak Fathur minta bokap gue buat nemenin Kak Fathur. Tapi tadi pagi tiba-tiba kantornya nelepon katanya ada masalah serius jadi gak bisa datang dan minta gue buat gantiin beliau. Dan begitulah gue berakhir disini nolongin lo." Jelas Nazar panjang lebar. Maryam ber-oh.
"Maryam! Sini bantu Ummi, nak!" Panggil Ummi.
"Euh.. Aku bantuin Ummi dulu. Permisi." Pamit Maryam. Nazar tersenyum menang. Jadi nama lo itu Maryam... Nazar mengangguk-angguk sambil tersenyum.
-*-
Nazar membanting tubuhnya ke atas kasur sambil terus tersenyum. Sejak tadi ia tak henti-hentinya tersenyum memikirkan satu nama. Maryam. Ketika ia menatap Al-qur'an diatas meja ia segera beristighfar.
"Astaghfirullah.." Ia menutup matanya. Ya Allah, ampuni hamba. Hamba telah dibutakan dengan cinta dunia. Ampuni hamba Ya Rabb... Nazar hanya hamba yang lemah. Hamba mohon ampuni hamba, Ya Rabb... Nazar mengusap wajahnya namun bayangan gadis itu kerap berputar- putar di kepalanya. Akhirnya ia memilih untuk tidur berharap agar bayang-bayang gadis itu pergi dari pikirannya.
-*-
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Kita dan Illah[SLOW UPDATE]
Fiksi RemajaBolehkah aku mencintainya? Ku butuh izin-Mu, karena aku ingin memuliakan ciptaan-Mu bak permata surga yang indahnya tak terhingga.