Pendaftaran Sekolah

7 0 0
                                    


Aku menarik gagang pintu kamarku dan keluar menuju kamar mandi, seketika udara dingin menusuk kulitku. Walaupun begitu kupaksakan untuk mengguyur badanku lekas kembali ke kamar dan segera berganti baju kemeja kotak-kotak silver dan biru serta jeans hitam kesanganku.

Aku berangkat ke kota Bojonegoro tepatnya di SMPN 1 Bojonegoro, tentunya untuk mendaftarkan diri kesekolah yang kata orang SMP terfavorit di Bojonegoro. Awal masuk sempat minder sama anak-anak yang lain, alasannya apalagi kalau bukan karena aku dari desa, beda dengan anak-anak kota yang sudah biasa dengan keadaan disini. Oh ya, namaku Anastasya Valensia. Ayah ibuku memanggilku Asa. Aku adalah anak pertama dari dua bersudara.

"Sudah Sa, tidak usah minder ya, kamu pasti bisa tunjukan kepada mereka" Ucapan ayahku untuk menenangkanku yang terkesan minder terlihat dari raut wajahku.

"iya yah, tadinya hal itu sedikit membuatku agak minder, tapi sekarang tidak lagi" jawabku dengan tersenyum lebar. Setelah itu kami masuk kedalam SMPN 1 Bojonegoro dan menuju aula tempat pendaftaran berlangsung. Disana ayahku menyerahkan persyaratan dan formulir pendaftaran kepada seorang guru yang saat itu yang menjadi pantia pendaftaran.

Setelah itu, aku dan ayah pulang ke rumah dan aku membuka kembali buku tentang tes skolastik yang aku dapatkan dari ayah serta dari lembaga bimbingan belajar di Bojonegoro. Kubaca dan kupelajari buku-buku itu berulang-ulang hingga aku paham isi buku tersebut tak lupa dengan berdoa kepada Allah agar mendapatkan yang terbaik nantinya. Satu yang tak kalah penting yaitu restu dari orang tua.

Hari-hari berlalu dengan cepatnya hingga waktu untuk ujian masuk sekolahpun tiba. Aku bersama ayah bergegas menuju sekolah itu. Sampai disana aku langsung masuk ruang ujian tepat di kelas paling ujung dan terkesan angker menurut pandanganku. Aku duduk di kursi dan bersebelahan dengan anak yang tak ku kenal. Ujianpun dimulai dan aku berdo'a dahulu sebelum membuka lembar soalku.

" Permisi, ini kamu kerjakan semua?" Tanya anak di sebelahku ditengah berlangsungnya ujian.

"iya, kan lumayan jika ada bener dari apa yang aku kerjakan asal" jawabku dengan enteng tanpa tau prosedur penilaian tes skolastik. Kami melanjutkan mengerjakan soal ujian dengan sungguh-sungguh dan tanpa sadar waktu mengerjakan soal telah usai . Panitia menyuruh semua anak yang ada di kelas itu untuk mengumpulkan hasil pekerjaan mereka kedepan kelas. Serentak anak-anak berdiri dan mengumpulkan lembar pekerjan itu dan bergegas keluar kelas dan menuju pintu gerbang untuk menghampiri orang tua mereka.

Ayah tersenyum padaku ketika aku keluar dari sekolah itu dan bertanya apakah aku bisa mengerjakan soal tadi, setelah itu aku pulang ke rumah dengan jantung yang masih berdegup kencang karena masih gelisah bagaimana hasilnya nanti. Dirumah ibu memasakkan makanan kesukaanku untuk menenangkan ku dan perlahan akupun mulai tenang.

"Sa, tidak usah takut, jika memang Allah meridhoi kamu masuk ke SMPN 1 Bojonegoro, insyaAllah kamu akan masuk" ucapan ibu membuat merasa nyaman.

" Iya bu, aku mengerti. Tapi aku tak mau melihat ayah dan ibu kecewa karena aku" jawabku dengan nada lirih.

" Tak apa Sa, sekolah dimananpun itu sama saja yang penting niatanmu untuk belajar dan semangat belajarmu yang tinggi sudah cukup membuat ibu dan ayah bangga" ucapan yang keluar dari mulut ibu sontak membuatku meneteskan air mata dan memeluknya erat. Kata-kata itu seakan menyelinap dan bersemayam dibenak yang membuatku semakin menyayangi kedua orangtuaku.

Hari demi hari terlewati begitu saja dengan hati yang masih tegang karena terasa tergantung oleh pengumuman hasil seleksi yang tak kunjung muncul. Hasil seleksi muncul dua kali, yang pertama muncul jam 12 malam dan disana namaku tidak tertulis dalam daftar siswa yang masuk ke sekolah itu. Sedihpun menjalar dalam heningnya malam saat itu. Lagi-lagi kedua orangtuaku mencoba menenangkanku dan mencoba ikhlas dan merelakannya. Namun keesokan harinya di jam sama hasio seleksi berubah nilai bertambah dan aku masuk ke sekolah itu. Rasa menyelimutiku dan orangtuaku, rasa sedih yang dulunya bersemayam hilang dalam sesaat karena kabar itu.

The Old MeWhere stories live. Discover now