Ketukan pintu berulang yang nyaring membuatku terbangun dari tidur pulasku di hari senin pagi yang cerah dibalut awan tipis berwarna putih mendampingiku pergi ke sekolah. Hari pertama sekolah setelah libur panjang hari raya Idul fitri. Jam masuk sekolah saat itu pukul 06.45. Ayah mengantarku dengan kecepatan yang tinggi karena dikhawatirkan aku telat masuk sekolah. Memang sejak awal ini salahku karena bangun kesiangan yaitu tepat pukul 05.00.
Ding.... Dong.... Ding... Dong . Suara bel tanda masuk berbunyi tepat ketika aku sudah memasuki sekolah. Rasa lega yang kurasakan dalam fikirku hari ini aku beruntung karena tidak telat. Aku memasuki kelas 7C tepatnya di samping Mushola lantai dua. Ketika itu aku bingung akan duduk dimana,yang tersisa hanya 1 bangku dibelakang, akupun duduk disitu. Ketika teman sebangku bernama Viona. Seorang anak perempuan yang baik dengan karakter berbeda denganku. Viona ini mudah sekali bergaul dengan yang lain, sedangkan aku anak pemalu yang tak akan bicara jika tidak di ajak bicara terlebih dahulu.
"Hai, kamu Asa ya. Aku viona" tanya anak itu dengan antusias.
"Iya, salam kenal ya " Jawabku dengan malu-malu . waktu itu aku masih kesulitan dalam bergaul karena memang aku berasal dari sebuah desa. Berbeda dengan teman-teman yang yang sudah terbiasa dengan pergaulan di kota karena memang disini tempat tinggal mereka. Saat itu juga aku mulai memberanikan diri untuk berkenalan dengan teman sekelasku. Kebetulan pada saat aku berkenalan dengan Lypi dan Mei yang juga berasal dari desa sama sepertiku. Entah mengapa aku merasa kan akrab dengan mereka berdua. Benar saja beberapa minggu kedepan kami bertiga menjadi akrab dan kemanapun selalu bersama.
Suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang mencoba menggangguku, dimulai dari mejaku yang digeser-geser hingga mengangkat mejaku. Awalnya aku hanya diam saja, tapi semakin lama dia semakin menyebalkan hingga membuatku geram dan bermaksut menanyainya tentang apa yang dilakukannya.
"Hee kamu lo ngapain?, kenal aja nggak kok" tanyaku menahan rasa geramku.
"yaudah kalau gitu kenalan dulu, namamu siapa?" Entah mengapa berawal dari rasa ingin memarahinya malah berujung saling memperkenalkan diri satu sama lain. Anak ini bernama Ryan, anak –anak memanggilnya cebol:v, mungkin karena tubuhnya yang mungil. Aku akui dia memang memiliki wajah yang lucu dengan lesung pipi di kedua pipinya.
Tiada hari tanpa suara riuh ryan, selalu ramai olehnya. Ada saja ulah nya yang membuat geram, ketawa, dan menangis. Dia menggangguku setiap saat, seakan waktuku adalah waktunya juga. Hingga suatu malam ketika aku sedang menyibukkan diri di kamar untuk belajar, tiba-tiba handphone berdering. Tak kusangka ada pesan dari Ryan, hal itu membuat bingung karena tidak biasanya dia mengirimi pesan. Aku pikir ada sesuatu yang penting ,jadi aku balas pesan itu. Saat itu ternyata dia menembakku, aku bingung karena dari dulu aku tak pernah menerima siapapun yang telah menembakku. Namun, kali ini aku memutuskan untuk menerimanya karena memang aku juga tertarik dengannya.
Esok pagi pada upacara hari kemerdekaan Indonesia, yang kurasa antara canggung dan tidak tau harus berbuat apa. Kami berpacaran tanpa sepengetahuan dari teman teman yang lain. Ketika aku sedang sendiri dia mendekat dan sekedar bertanya kabar atau menyakan sesuatu dengan malu-malu. Sungguh lucu tingkahnya pikirku , pasalnya sikapnya sungguh berbeda dari saat kami belum jadian. Selama dua minggu jalani tanpa sepengetahuan dari teman-teman. Disitupun kami sering mencuri-curi pandang ketika teman-teman yang lain sedang sibuk dengan urusan mereka maisng-masing.
Rasa canggung terus menyelimuti kami berdua, sampai hingga suatu titik dimana aku yang baru pertama kali pacaran ini merasa semua perhatiannya membuatku tidak nyaman dan selalu khawatir jika ketahuan oleh kedua orang tuaku. Aku pun memutuskannya secara sepihak dan hal itu membuatnya tidak terima dengan pernyataan yang kubuat. Keesokan harinya dia menghampiriku untuk mendengar langsung pernyataanku, ketika itu ternyata ada salah satu teman yang mendengar hal itu dan langsung memberi tahu yang lain. Sontak setiap anak di kelas mengerubungiku dan Ilham . menanyakan yang terjadi dan kamipun menceritakan kepada mereka semuanya.
" kamu masih suka apa ga sama Asa?" tanya seorang. Dia menjawab jika dia masih menyukaiku. Setelah itu giliranku ditanyai dan aku menjwab serupa karena memang aku masih suka dengannya. Saat itu kami kembali berpacaran. Sungguh suatu hubungan yang lucu dan bisa digunakan sebagai cerita untuk masa depan.
Di kelas pun kami masih bersikap biasa tanpa ada rasa canggung lagi. Namun, cara kami berpacaran tak banyak berubah dari sebelumnya. Kami masih seperti berteman biasa. Tidak ada momen romantis seperti cerita dalam novel-novel yang banyak beredar di toko buku dan internet. Satu hal yang kuingat ketika itu kami main game pc bersama.
Selang beberapa bulan kemudian kami merasa tidak cocok dan memutuskan untuk berteman saja. Jika dibilang labil memang benar , karena ini memang belum saatnya untuk pacaran. Mulai saat itupun aku memutuskan untuk tidak berpacaran dengan siapapun hingga saat SMA nanti.
YOU ARE READING
The Old Me
RandomAngin berhembus mengikuti hayutan air yang melaju menempuh panjangnya jarak yang tak berujung. Menapaki titik-titik setiap jalan yang tersembunyi, melangkha tegap tanpa mengerti rasa takut yang menyelubungi setiap kehidupan