Part 5

2.6K 180 8
                                    

⚠⚠typo bertebaran⚠⚠

Happy reading ...

Sandra menunduk kaku berdiri di hadapan Sandoro yang terlihat tenang, tetapi tatapannya seakan mengintimidasi Sandra. Tubuhnya tersandar pada sandaran bangku kebesarannya, dengan tangan berlipat di depan dada.
Sesekali ia menghela nafas panjang, seakan sedang memikirkan sesuatu.

Sandra menghentak kakinya, seperti anak kecil yang merengek pada orang tuanya. "Pak, saya pegel ini, saya duduk ya." izin Sandra, Sandoro tak mengindahkan ucapannya. Ia tetap diam di pandangnya Sandra lekat.
Yang di tatap terlihat salah tingkah.

"Kamu betah kerja disini?" tanya Sandoro sembari mengambil kopi di atas meja lalu menyeruputnya. Sandra terdiam sejenak, perasaannya sudah tidak enak.

"Emang kenapa pak?" ucap Sandra balik bertanya.

"Loh kok kamu malah tanya balik, kamu belum jawab pertanyaan saya." ujar Sandoro tegas.

"Em ... Betah kok, pak." lirih Sandra.

"Tapi saya rasa, kamu tidak bersungguh-sungguh dalam bekerja." Sandra mengerutkan dahinya. Sudah lembur, dan di bilang tidak serius? You kidding me? Pikir Sandra.

"Terus mau bapak sekarang apa? Coba kalau ngomong tuh to the point jangan bertele-tele. Saya masih banyak kerjaan." sunggut Sandra. Sandoro mendelik ke arah Sandra.

"Serahkan pekerjaamu pada Raisa!" perintah Sandoro.

"Wah, bapak baik banget, jadi saya gak ada kerjaan dong ya."

"ada kok, kamu bereskan barang-barang kamu."

"Loh pak maksudnya gimana?"

"Kamu saya keluarkan!" kata-kata itu bagaikan petir di siang bolong bagi Sandra. Ia tercengang mendengar ucapan Sandoro.

"Maksudnya pak, saya di pecat?" Sandoro mengangguk, ucapannya sangat mutlak.

"Saya di pecat, cuma karena tidak tahu nama bapak? are you sure? astaga, dia jauh lebih gila dari nenek saripah yang memiliki gangguan kejiwaan." gerutu Sandra. Emosinya mulai terpancing dengan sikap Sandoro yang terlihat tenang tanpa dosa.

"Bukan, saya tidak masalah bila kamu tidak mengenal nama saya, tetapi kantor telah memberi Surat pemecatan untuk mu." ujarnya seraya melemparkan secarik kertas yang terlipat rapi, Sandra mengambilnya, di bukanya lebar-lebar kertas itu. Matanya melotot lebar, namanya tertera disana dengan kata-kata yang halus namun berarti menyakitkan bagi Sandra.

"Pak, jangan pecat saya." mohon Sandra menampilkan puppy eyes pada Sandoro. Sandoro mengalihkan wajahnya enggan menatap Sandra.

"Saya hanya mengikuti peraturan kantor Sandra, saya tidak bisa membantu banyak. Maaf, silahkan keluar dari ruangan saya!" perintah Sandoro. Sandra menyentak kakinya.

"Bapak jahat." umpatan itu keluar dari lubuk hatinya yang terdalam. Sandra keluar dengan langakh lebar, pintu di tutup keras dengannya, hingga menimbulkan suara yang kencang. Semua mata menatapnya bertanya-tanya. Tetapi Sandra menagabaikannya. Pikirannya sudah tidak karuan. Ia merasa bingung harus mencari kerjaan dimana. Ia segera berjalan ke meja kerjanya, dan merapikan barang-barangnya.

"Lo di pecat?" tanya Raisa. Sandra mengangguk kecil, wajahnya masih mancarkan.kemarahan dan kesedihan yang kental.

"Nih, kerjaan gue sementara lo yang kerjain." ucap Sandra seraya memberikan berkar-berkas pada Raisa.
"Dan lo harus kerja baik-baik, jangan sampe lupa sama nama boss killer itu, nanti nasib lo kaya gue, DI PECAT!"
ucapnya penuh penekanan di akhir kalimat.

Raisa menunduk takut, Sedangkan Sandra masih mengeluarkan.sumpah serapahnya teruntuk Sandoro seorang.

"Ehem."  Deheman kecil terdengar dari belakang Sandra, seketika Sandra terdiam, ia membalikkan tubuhnya, ternyata Sandoro sudah berdiri di belakangnya.
Sandra mendelik dan mengalihkan wajahnya.

"Sandra, ini uang pesangonmu." ujar Sandoro menyodorkan amplop coklat ke arah Sandra. Sandra melirik sekilas. Lalu di rampas cepat amplop tersebut.

"Makasih." ucapnya ketus. Lalu mengambil box berisi barang-barangnya dan pergi berlalu dari hadapan Sandoro. Sandoro mengikuti arah langkah Sandra yang menghilang di balik pintu lift.

Ia menghela nafas sejenak. Ada rasa tak enak harus mecat Sandra, tapi ini sudah keputusan kantor.
"Sedih ya pak, musuh bebuyutan udah keluar." goda Raisa. Sandoro menatap sekilas ke arahnya. Tetapi yang di tatap sudah kabur kembali ke meja kerjanya.

"Semuanya kembali bekerja!" perintah mutlak Sandoro. Ia kembali masuk ke dalam ruangannya.

****

Dilain tempat, Sandra berjalan tak tentu arah, ia harus mendapatkan pekerjaan, ada seseorang yang harus ia biayai. Ibunya yang sedang sakit, saat ini sedang di rawat di rumah sakit, semenjak kepergian ayahnya bersama istri mudanya, Dahlia yang merupakan ibu Sandra sering sakit-sakitan. Sandra sendiri sebenarnya terlahir dari keluaraga yang terbilang mampu, tetapi orang ketiga dalam hubungan ayah dan ibunya memicu perpecahan keluarganya. Sehingga ia di haruskan bekerja keras untuk menghidupi ibu dan dirinya sendiri.
Ayahnya sudah lepas tanggung jawab. Ia tidak bersedia unyuk menanggung biaya kehidupan ibunya serta Sandra. Barang pemberiannya yang tersisa hanya apartemen dan mobil. Ya. Mobil yang masih di bengkel sampai saat ini akibat tabrakan yang di berikan Sandoro.

Sandra kesal sendiri bila harus mengingat kelakuan Boss gilanya itu, ingin rasanya ia mengirim pihak rumah sakit jiwa, untuk membawanya ke RSJ.

"aagrrhh gara-gara dia gue jadi di pecat. Kemarin gue kesiangan gara-gara dia, sekarang gue kesiangan juga kan karena dia yang nyuruh gue lembur, dasar orang gak bertanggung jawab." gerutuan terus terucap dari bibirnya. Sumpah serapah tak lupa ia ucapkan.

Ia terduduk pada halte bis, matanya mengitari sekeliling. Berharap ada pengumuman lowongan pekerjaan yang bisa ia ajukan diri kesana. Namun tak ada apa pun yang terpasang disana. Ia mengambil ponselnya dari saku blazernya. Mencoba mencari lowongan pekerjaan dari salah satu forum di media sosial.

"Menjadi asisten, boleh juga nih." ujarnya antusias. Dengan cepat ia menghubungi nomor yang tertera disana. Deringan menunggu berbunyi. Tak lama panggilan terangkat.

(Hallo)

"Hallo, saya Sandra, saya baru saja melihat di forum lowongan pekerjaan. bahwa ibu sedang membutuhkan Asisten?"

(Ya, benar)

"Kalau boleh tahu, asisten apa ya bu?"

(Kamu datang saja ke alamat saya, nanti juga kamu tahu. Yang jelas positif kamu tenang saja.)

tanpa pikir panjang, Sandra mengiyakan.

"Kalau begitu, sekarang juga saya kesana bu. Tapi ke alamat mana ya bu?" tanya Sandra.

(Nanti saya kirimkan alamatnya)

"Baik bu, terimakasih."

Panggilan terputus, tak lama sebuah pesan masuk, menampilkan sebuah alamat yang di kirim dengan orang yang baru saja ia hubungi. Sandra berseru riang.

Semoga betah. Batin Sandra.

Mungkinkah Sandra dapat bekerja dengan baik di tempat barunya?

*Bersambung*

Kira-kira Sandra kerja dimana ya?? Ada yang tau?

Tunggu kelanjutan dari cerita S2 ya..

Jangan lupa vote dan komen..

Beloved Enemy (Sudah Tersedia Di Google Play)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang