Part 9

2.4K 166 7
                                    

Typo bertebaran. . ⚠⚠⚠

Happy reading ...

.

.

.

Dalam perjalanan pulang, hanya kehingan yang menyelimuti antara mereka. Sandra lebih memilih melihat pemandangan kota melalui jendela sampingnya. Sedangkan Sandoro hanya fokus menyetir. Sampai akhirnya ...

Ciitt!!!

Sandoro mengerem mendadak. Sandra yang sedari tadi memang tidak memakai seat belt. Terdorong ke depan, dahinya membentur Dashboard. Ia meringis, matanya membola menatap Sandoro tajam.

"Aduh, bapak tuh bisa nyetir gak sih?" tanya Sandra dengan nada tinggi. Sandoro mengelus dadanya, ia masih  terkejut tanpa mengindahkan perkataan Sandra.

"Sakit nih, aduh ..." Sandra merintih. Dahinya tampak membiru. Sandoro menoleh kepada Sandra. Ia kembali terkejut dengan keadaan Sandra.

"Astaga, maaf Sandra saya tidak sengaja." ucap Sandoro merasa bersalah. Sandra mendelik kesal pada Sandoro.

"Bapak tuh kenapa sih? Ngerem mendadak."

"Iya maaf, tadi ada kucing lewat." jawab Sandoro dengan lembut. Ia merasa bersalah dengan Sandra telah menyebabkan dahinya memar.

"Sakit nih pak." ringis Sandra. Sandoro memutar kedua bola matanya, Sandra terlihat manja kalau seperti ini. Air mata keluar dari sudut matanya. Sandoro berubah panik.

"Eh kok nangis." Sandoro mengambil sapu tangannya dari saku jasnya dan menghapus air mata Sandra. "Udah jangan nangis, saya minta maaf. Ya udah kita mampir ke apotek dulu ya, kita beli obat atau salep untuk penghilang rasa nyeri." Sandoro terlihat seperti seorang kakak yang sedang menghentikan adiknya menangis, terkadang Sandra sendiri menyukai sikap dewasa yang Sandoro miliki.

Sandra manggut-manggut, bibirnya mengerucut, dengan mata yang masih berkaca-kaca, isakkan kecil sesekali keluar dari mulutnya.

Apa sesakit itu??. --batin Sandoro tak tega. ia kembali melajukan mobilnya.

Sampai di apotek. Sandoro turun meninggalkan Sandra. Sandra hanya terdiam menunggu kembalinya Sandoro. Tak lama Sandoro datang membawa sekantung kresek berisi obat.

"Nih!" Sandoro menyerahkan kantung kresek itu pada Sandra, seraya memasuki mobilnya. Sandra menerimanya dengan senang hati. Tapi sedetik kemudian ia kembali muram saat Sandoro mengarahkan tangan kepadanya.

"Apa?" tanya Sandra pura-pura tidak mengerti.

"Gantiin uangnya, nih struknya." ujarnya seraya menyerahkan struk obat. Sandra tercengang, tidak percaya.

"Loh pak, saya begini kan karena bapak yang nyetir gak hati-hati dan mengerem mendadak. Masa saya juga yang harus beli obatnya? tanggung jawab dong pak!" sungut Sandra. Sandoro berdecak dengan senyum mengejek.

"Dengar Sandra Aliza! Itu bukan salah saya sepenuhnya, itu salah kamu juga yang tidak memakai seat belt, jadi bukan salah saya juga dong." Ucap Sandoro tak kalah bersungut.

Sandra menghela nafas seraya mendelik. "Dasar pelit." ujar Sandra. ia merogoh sesuatu dari dalam tasnya, kemudian mengeluarkan beberapa lembaran uang, lalu di lemparkan pada Sandoro.

"Nih ambil, dan gue gak butuh tumpangan lo." ucap Sandra seraya keluar dari mobil. Ia berjalan dengan langkah lebar tak tentu arah. Ia sangat emosi sampai tak berpikir panjang bahwa hari telat larut dan sepi. Air matanya berkaca-kaca.

"Gak tahu apa kalau gue harus ngirit, gue kan belum gajihan." gumamnya di tengah-tengah isakkannya. Sandra menghentikan langkahnya, ia menghentakkan kakinya kesal. ia menyesal telah memuji Sandoro dalam hati.

Sandra tersadar dimana ia saat ini, tempatnya sekarang sangat jauh dari apartemen yang ia tempati. Ia mendengus kesal. Ia kembali melanjutkan langkahnya. bisa saja ia memanggil taksi atau ojek online tapi uang Sandra sudah menipis, jadi ia memilih berjalan kaki saja.

Sandra memeluk tubuhnya sendiri, udara dingin terasa menusuk tubuhnya. Gaun yang ia pakai memang tidak terbuka tapi tidak juga panjang.

Sandra mempercepat langkahnya saat melewati kumpulan pria. Ia merasa terancam dengan tatapan mereka yang seakan menelanjanginya.

"Jalan sendirian aja? Mau di temenin gak?" goda para lelaki itu. Sandra mengabaikan pertanyaan mereka. Ia semakin berjalan cepat. Namun salah satu dari mereka mengikuti Sandra, bahkan menarik tangan Sandra. Sandra menoleh dan menghempaskan tangannya.

"Jangan kurang ajar ya!" omel Sandra. Bukannya merasa bersalah. Mereka semua tertawa mengejek.

"Galak banget sih. Nanti cantiknya ilang loh." goda pria itu lagi, kedua temannya berjalan mendekat ke arah Sandra, menyusul temannya yang tadi menarik tangan Sandra. Sandra sangat was-was. Ia mundur beberapa langkah saat ketiga pria itu maju.

"Kalian mau apa?" tanya Sandra bersuara parau, ketakutannya sangat mendominasi, walau pun ia mencoba untuk tenang.Pria-pria itu menyeringai semakin maju mendekat. Sandra ingin berteriak, namun mulutnya terasa keluh, air mata keluar dari sudut matanya. ia mmembalik tubuhnya hendak lari, setidaknya ia harus berusaha. Namun sebelum Sandra berhasil pergi, salah satu pria itu menarik tangan Sandra. Sandra ketakutan, ia mencoba untuk melepaskan tangan pria itu, tapi kekutannya tak seberapa.

Dalam hati, ia menyesal telah keluar dari mobil Sandoro. kalau harus memilih, ia lebih baik bertengkar pada Sandoro, dari pada harus berakhir di perkosa secara bergilir. Ternyata seperti ini akhir kehidupan gue. mah, maafin Sandra.-- batinnya.

"kalian sedang apa?" tanya seseorang, membuat ketiga pria itu menghentikan aktivitas tarikkannya pada tangan  Sandra. Sandra membulatkan matanya lebar.

Sandoro.

Kedua pria menghampiri Sandoro yang sudah mengganggu rencananya, sedangkan satu pria lagi memegangi kedua tangan Sandra.

"Siapa lo?" tanya salah satu pria yang memiliki tato di lengan tangan kanannya.

Sandoro tersenyum sinis. "hanya manusia." sahut Sandoro tenang. Pria bertato itu berdecih, seraya melangkah maju mendekat ke arah Sandoro. Pria itu sudah bersiap ingin melemparkan pukulan pada Sandoro, namun dengan cepat Sandoro menangkis tangan pria itu, kini keadaanya berbalik, Sandoro memegang tangan pria itu erat lalu di putar dengan kencang. pria itu menjerit kesakitan, Sandoro menonjok rahang pria itu sampai tersungkur.

Sisa dua pria lagi, pria berambut gondrong menghampiri Sandoro dengan memasang gaya kuda-kuda. Dengan santai nya Sandoro melangkah mendekat, lalu memberikkan bogeman pada wajah pria itu. Pria gondrong itu tergelepak seketika.

Sedangkan pria yang memegang tangan Sandra memilih berlari meninggalkan kedua teman-temannya yang sudah tak sadarkan diri akibat pukulan Sandoro.
Sandra menetikkan air matanya, ia berlari menghampiri Sandoro dan memeluknya erat. awalnya Sandoro merasa terkejut, tetapi akhirnya ia membalas pelukan Sandra. Setelah tersadar Sandra melepaskan pelukannya.

"Bapak telat." ujarnya ketus. Sandoro menghela nafasnya.

"Yang penting kamu selamat, ayo pulang!" Sandoro berjalan meninggalkan Sandra, kemudian Sandra berlari menyusul Sandoro yang sudah mendekati mobilnya.

"Bapak ikutin saya?" tanya Sandra dengan memicingkan matanya curiga.

"Farel dan Tiara sudah menitipkan kamu dengan saya." jawabnya dengan tenang. Lalu kembali melajukan mobilnya setelah Sandra naik.

*bersambung*

Hisa: "Kurang apa coba Sandoro?? Tampan? Iya, Mapan? Iya, Jago bela diri? Iya, Dewasa? Iya."

Sandra: "Sandoro itu pelit, angkuh, sok cool, dan datar.."

Hisa: 😓😓

(Jangan lupa vote dan komen😘)

Beloved Enemy (Sudah Tersedia Di Google Play)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang