part 10

2.6K 174 5
                                    

Malam terasa panjang bagi Sandra ketika bersama dengan Sandoro saat ini. Seakan Tuhan tak mengizinkan mereka untuk berpisah, setelah kejadian dimana Sandoro harus memukul satu-satu pria brandalan saat menolong Sandra yang nyaris ingin di lecehkan. Kini mereka harus kembali terhenti akibat ban mobil Sandoro yang bocor.

Sandoro mendesah kesal, ini kali ketiga ia harus mengganti ban mobilnya dalam kurun waktu satu bulan. Ia berkecak pinggang geram menatap ban mobilnya yang sudah tidak berbentuk sempurna. Sedangkan Sandra ia tertidur di dalam mobil sedari tadi sebelum kejadian bocor ban.

"Apa ada bengkel atau tambal ban yang buka jam segini?" gumam Sandoro berbicara sendiri seraya menatap jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 23.53 WIB.

Sandoro menatap sekitar berharap ada tempat yang bisa ia mintai bantuan. Namun, naasnya tak ada satu pun yang buka, jalanan terlihat sepi hanya ada beberapa mobil dan motor yang lalu lalang. Sandra bergeliat, mengucak matanya. Setelah tersadar dengan keadaannya saat ini , ia segera mencari keberadaan Sandoro.

"Pak." panggilnya.

"Hem." jawaban Sandoro membuat Sandra sedikit lega, Setidaknya ia tidak di tinggal. Sandra turun dari mobil menghampiri Sandoro.

"Kenapa, Pak?" tanya Sandra. Sandoro menatap sekilas Sandra lalu kembali meratapi ban mobilnya.

"Bocor." jawab Sandoro singkat. mulut Sandra terbuka lebar, ia tercengang, dengan cepat ia melihat jam tangannya yang melingkar cantik.

"Udah malem Pak." ujar Sandra menyadari Sandoro, Sandoro hanya mengangguk kecil, setidaknya ia sudah menanggapi ucapan Sandoro. "terus gimana dong, Pak? emang gak ada ban serep?" tanya Sandra.

"Tidak." jawaban Sandoro membuat Sandra seketika lemas. Ia ingin cepat-cepat pulang. Badannya terasa lelah dan pegal karena aktivitasnya seharian ini.

"Makanya Pak, kalau punya mobil tuh harus ada ban serepnya, kalau kaya gini kan gak bikin repot orang, sekarang udah malem, saya mau pulang, mau istirahat, saya tuh cape, eh ... Malah berakhir kaya gini." gerutu Sandra.

Sandoro menghela nafas pendek. Merasa kesal pada Sandra yang bukannya membantu, malah membuatnya semakin bertambah pusing. Enggan membalas perkataan Sandra, Sandoro memilih masuk ke dalam mobil, dan merebahkan jok mobil lalu membaringkan diri disana. Sandra melebarkan matanya, Lalu kembali masuk ke dalam mobil.

"Loh, pak kok malah tidur?" tanya Sandra geram.

"bukan cuma kamu aja yang cape dan mau istirahat, tapi saya juga." Jawab Sandoro dengan mata yang terpejam.

"Terus saya gimana?"

"Kalau kamu mau pulang, ya pulang aja. Toh, apartemen kamu juga gak jauh dari sini." jawab Sandoro dingin.

Sandra mengepalkan tangannya kuat, bagaimana bisa Apartemennya di bilang sudah dekat dari tempatnya saat ini. Tiga kilometer lagi, itukah yang di maksud Sandoro dekat? jangankan untuk berjalan sendiri di tengah malam, menatap jalan yang gelap dan sepi saja Sandra sudah merasa ketakutan.

"Pak, apartemen saya masih sangat jauh." ucap Sandra dengan nada merengek. "tidak niatkah bapak untuk antarkan saya sampai apartemen? Atau setidaknya carikan taksi untuk saya." Sandoro menghela nafas dalam-dalam.

"saya antarkan kamu? Pakai apa? taksi?? kamu tidak lihat bagaimana sepinya jalan ini? sopir taksi juga manusia butuh istirahat." Sandra mendengus kesal.

"Nyesel gue balik ma dia." gerutunya.

"Terserah, kalau kamu mau pulang, ya pulang saja sana, saya tidak mau meninggalkan mobil saya sendiri di tempat sepi ini." ujar Sandoro.

Beloved Enemy (Sudah Tersedia Di Google Play)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang