Bagian 3

25 0 0
                                    


Hari ini, aku terbangun lebih awal. Dengan cepat aku membersihkan diri dan bersolek. Ah.. belum ku beri tahu ya, hari ini aku akan ke padang ilalang, menjadi model seperti yang ia tawarkan.

10 menit..
15 menit..

Kutatap sosok diri didepan cermin.

"Apa aku berlebihan.?"

Setelah cukup yakin dan percaya diri, akupun meninggalkan rumah dan berjalan menuju padang ilalang.

Sekitar setengah jam perjalanan, akhirnya akupun sampai. Dari jauh terlihat punggung yang tak asing lagi.
Aku tersenyum dan mendekat.

"Rex.."
Sapaku.

Rex menurunkan kamera dan menatapku.

"Mia,"
Dia tersenyum, manis..

"Jadi.. Em... aku harus bagaimana ?"
Ucapku sambil agak menunduk dan memegang tengkuk.

"Em.. natural saja. Jangan gugup, bayangkan kamu hanya sendirian."
Pintanya.

Aku mulai bergaya... sulit.

Ckrek.
Ckrek.

Rex menggelengkan kepala, sepertinya hasilnya tidak sesuai ekspentasi.

"Mia.. istirahat dulu ?"

Aku mengangguk dan sedikit.. kecewa, pada diriku sendiri.

Rex berjalan terlebih dahulu dan duduk bersandar dibawah pohon. Kantung matanya sedikit gelap, mungkin ia kurang tidur. Aku hanya disini sambil bermain dengan ilalang, sampai pandanganku teralih oleh matahari yang mulai mengintip keluar.

"Wah.."
Aku tercengang, kagum.

Semilir angin menghempas tubuhku sehingga rambutku berantakan, aku berusaha merapihkannya dan tetap menikmati fajar. Sedikit rasa kecewa terobati kala itu.

Aku menengok kearah rex. Ia tengah memegang kamera sambil tersenyum. Lalu melambaikan tangan kearahku. Aku memberi sinyal untuk datang kemari.

"Rex.. kau harus memotret fajar ini.. sangat indah."
Ujarku semangat.

Rex hanya tertawa dan mengacungkan jempol. Sepertinya, ia masih menikmati waktu istirahatnya. Akupun bisa paham.

● ● ●

Jepretan demi jepretan ia tangkap. Matahari semakin naik dan suhu semakin panas. Kami berdua duduk dibawah pohon yang rindang.

"Apa hasil jepretannya bagus ?"
Tanyaku, memecah keheningan.

"Bagus."
Rex tersenyum.

"Em.. aku boleh lihat ?"
Tanyaku lagi, sedikit ragu.

"Tentu, mia."
Ia melepas tali kamera yang mengait pada lehernya. Ia mendekat lalu mengalungi kembali di leherku.

"Lihat, seperti ini dan kamu bisa melihat ke kiri untuk foto yang lebih lama.."
Jelasnya. Tunggu... ini terlalu dekat ?

Dia terlihat nyaman dan tidak begitu mempedulikan aku. Ya, lagipula apa yang mungkin dia lihat dari sosok sepertiku ?

Aku termenung.

"Mia."
Tiba tiba suaranya membangunkan aku dari lamunan.

"Eh iya.."

Ia menatapku, sangat dalam. Matanya yang indah semakin cerah terkena pantulan cahaya matahari.

Ia menggeleng dan tersenyum.

"Saya ingin tidur sebentar, ya."

Aku mengangguk.
"Nanti aku bangunkan.."
Ujarku.

Rex pun tertidur, aku masih melihat kameranya. Banyak sekali gambar gambar indah yang ia tangkap. Tentu saja banyak diantaranya adalah fotoku, hehe.. ya wajar saja karena aku saat ini sedang menjadi modelnya.

Ratusan foto telah kulewati, semakin lama foto foto yang terambil. Kebanyakan diantaranya adalah foto pemandangan, bangunan, dan tempat tempat sepi.

Namun tiba tiba saja suasana foto foto terlampaunya berubah. Gambar demi gambar mulai dipenuhi dengan warna kontras dan keramaian. Dan tak banyak foto foto pasangan yang sedang memadu kasih.

"Ah.. dia punya sisi ini juga ternyata."

Sampai aku menemukan foto seorang gadis disana..

"Cantik.."
Aku terdiam.

Aku terus melihat foto foto terlampaunya. Foto gadis tersebut bermuculan. Kebanyakan diantarnya adalah foto bahagia yang sedang tersenyum.

Bagaimana denganku ?
Tentu saja aku sedikit murung dan tidak percaya diri. Dia pasti masih.. Bersamanya bukan ? Akupun mematikan kameranya dan menutup lensa kamera.

Aku bersandar dengan pohon sedangkan rex masih tertidur.

Entah mengapa, mengetahui rahasia yang tak seharusnya aku ketahui membuatku sakit.

.
.
.
.

● ● ●

Aku meninggalkan rex karena ia terlihat sangat pulas. Memang merasa sedikit bersalah, namun aku tak kuasa.

"Orang seindah dia pastinya sudah dimiliki oleh orang lain bukan,?"
batinku.

Aku mencoba untuk tersenyum karena orang bilang itu akan membuatmu lebih baik, namun perasaan sesak ini tidak semudah itu mereda.

Akupun sampai rumah dengan letih. Raga dan batin. Tanpa aba aba kuhempaskan tubuhku jatuh diatas kasur dan tertidur.

Sorenya . . .

Aku baru saja terbangun dari tidur siangku, lumayan lama. Kepalaku sakit. Aku berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci wajah. Dan ke dapur untuk makan.

"Eh.. sudah habis ternyata."
Aku baru ingat persediaan berasku telah habis. Akupun segera bergegas untuk membeli beras.

Tanpa persiapan, dan dengan kepala sedikit pusing aku berlari. Pasalnya, desa ini akan sangat gelap saat malam karna minimnya penerangan.

Akupun sampai. Dengan kelelahan. akupun membeli sekarung beras, dan baru tersadar kalau tidak membawa gerobak untuk membawanya.

"Nice..."

Aku mencoba mengangkatnya, namun baru saja beberapa langkah berjalan tubuhnya hampir terjatuh.

"Tidak bisa.."

Aku mencoba menyeret namun lapisan karung menipis dan butiran butiran beras mulai berceceran.

"Ah.."

Akupun terduduk. Sambil menghela nafas beberapa kali, bayangan hitam datang menutup cahaya senja.

"Mia.."
"Butuh bantuan ?"

Suara yang kukenal..

"Rex.. ?"

● ● ●

Rex membantuku membawa sekarung beras. Kami berhenti setiap 200m sekali. Aku khawatir sekali namun ia masih tersenyum dengan keringat yang mengucur dari dahinya.

Setelah 30 menit, kami pun sampai.

"Fiuh..."
Ia menghela nafas panjang sambil mengelap keringatnya.

"Terimakasih rex..."
Ia tersenyum dan mengangguk. Iapun berbalik dan berjalan pergi.

"Rex.."

Ia menengok.

"Kalau mau, kamu boleh mampir. Jalanan... terlalu gelap saat malam."

"Bolehkah ,?"
Tanya nya dengan wajah kelelahan.

Akupun mengangguk.

.
.
.
.

Bitter LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang