Seoul Subway Line 1 || 13 Juli 2019 || 08.12 am
Seoul sedang musim panas sekarang, kutebak suhu di luar sana mungkin di atas 27 derajat celcius, tapi mendadak hawa dingin menusuk tulangku setelah kubaca pesan singkat dari Jimin di aplikasi Line di handphone ku.
Apakah pendingin di subway ini lebih dingin dari biasanya? Atau memang kondisiku sedang kurang fit? Entahlah...
Pagi ini aku sedang dalam perjalanan menuju ke kantor saat kubuka pesannya. Sebenarnya isi pesannya singkat saja.
"Kabarmu gimana? Minggu depan aku nikah, datang ya?" Begitu isi pesan Jimin
Hanya memberitahukan kalau minggu depan dia akan menikah dengan Kang Seulgi tunangannya, dan tidak lupa iapun melampirkan gambar undangannya di pesan itu.
Ah... harusnya aku buka pesannya nanti aja.
Aku harus balas apa? Atau aku cuekin aja?
Beribu pikiran menggangguku.
Tentunya Jimin akan tahu kalau aku sudah membaca pesannya.
Aku menyesal kenapa hari ini aku tidak memakai mobil saja untuk pergi ke kantor, mungkin kalau aku menyetir sendiri, aku pasti tidak akan bisa membuka pesannya sekarang.
Mungkin aku buka pesannya nanti saat aku sudah duduk di depan meja gambarku, atau mungkin saat aku makan siang, setidaknya otakku sudah mendapatkan nutrisi yang baik untuk berpikir, sehingga aku tahu harus kubalas apa pesannya itu.
Satu menitpun sangat berarti bagiku saat ini untuk menunda membalas pesannya.
Bukannya aku tidak bahagia mendengar kabar pernikahan sahabatku sejak SMP itu. Tentunya aku sangat bahagia, meski terkadang tidak menyangka juga kalau ternyata si badut itu yang menikah pertama diantara kami bertiga. Park Jimin yang selalu konyol dan terlihat bahagia kapanpun dimanapun.
Memang dia layaknya badut bagiku. Aku menganggap begitu bukan hanya karena pipinya yang chubby saat SMP, tapi karena keberadaan dia selalu bisa membuat orang lain di sekitarnya bahagia, termasuk aku tentunya. Kalau aku ingat-ingat sepertinya itu juga yang membuat Kang Seulgi jatuh cinta padanya saat mereka semester pertama kuliah kedokteran dulu.
Sangat jarang sekali ada mahasiswa kedokteran yang datang ke kampus dengan langkah ringan tanpa beban seperti Jimin, padahal di dalam tas punggungnya berisi buku-buku kedokteran yang aku tahu beratnya berkilo-kilo.
Tapi langkahnya seperti seorang astronot berjalan di bulan. Dan senyuman lebarnya tidak pernah hilang dari wajahnya.
Karena untuk masuk kuliah kedokteran sudah sangat susah, keluar kuliah sebagai dokter ternyata lebih susah. Begitu menurut Seulgi.
Tapi melihat Jimin yang sangat santai menjalani masa-masa kuliah yang sulit itu, sangat membantu Seulgi yang serius mampu melewatinya tanpa rasa stres.
Meski habis membaca buku kedokteran yang tebalnya melebihi hamburger di restoran cepat saji, Jimin masih bisa mengeluarkan lawakan-lawakan yang membuat kami sebagai teman-temannya tertawa terbahak-bahak.
Mereka berdua sekarang sudah jadi dokter di rumah sakit besar di Seoul, tidak heran mereka sudah siap menikah, tabungan mereka tentunya sudah cukup untuk membiayai pernikahan yang terhitung mahal di Korea Selatan ini.
Aku jadi teringat tabunganku yang tidak aku tengok sekalipun sejak satu tahun lalu, mengingatnya saja membuat dadaku terasa sesak sekarang.
YOU ARE READING
Just Wait
Fanfiction[KIM TAEHYUNG FANFICTION] Seoul sedang musim panas sekarang, kutebak suhu di luar sana mungkin di atas 27 derajat celcius, tapi mendadak hawa dingin menusuk tulangku setelah kubaca pesan singkat dari Jimin di aplikasi Line di handphone ku. Sebenarn...