(3) Jlitheng

712 18 0
                                    

***

Cuplikan akhir bagian 2...
Anak muda itu memandang Swasti sejenak. Gadis itu menundukkan kepalanya. Ia tidak berniat untuk bertanya lagi kepada ayahnya, karena ia sudah dapat menangkap, apakah yang sebenarnya terjadi.

Meskipun demikian, ia tetap mengagumi anak muda yang perkasa itu. Dalam usianya ia sudah memiliki ilmu kanuragan yang mantap, sehingga kekuatannya dapat mengimbangi kekuatan seekor harimau. Ketangkasannyapun melampaui ketangkasan orang kebanyakan.

***

"Perjalanan kalian hampir merenggut jiwa kalian" berkata anak muda itu, "sayang sekali. Siapakah gadis itu?"

"Anakku" jawab ayah Swasti.

"Bawalah ke padukuhan. Tentu ada tempat bagi kalian berdua"

"Ah" jawab ayah Swasti, "kami tidak pantas tinggal bersama angger. Kami adalah perantau yang tidak ada harganya. Beribu terima kasih. Tetapi biarlah kami melanjutkan perjalanan kami"

"Jangan merajuk seperti anak-anak Kiai" berkata anak muda itu, "sekali lagi kalian bertemu dengan seekor harimau, maka kalian akan mati"

"Kami akan berhati-hati ngger. Adalah salah kami, bahwa kami tidak memanjat sebatang pohon. Biasanya kami tidur diatas pepohonan. Tetapi malam ini kami lengah, sehingga hampir saja maut menjemput kami"

Anak muda itu mengerutkan keningnya, ia menjadi heran mendengar jawaban orang tua itu. Hampir diluar sadarnya ia bertanya, "Jadi anak gadismu itu juga pandai memanjat?"

Orang tua itu termangu-mangu, sedangkan Swasti menundukkan kepalanya. Wajahnya menjadi merah.

"Begitulah ngger" jawab ayah Swasti, "karena kebiasaan kami merantau, maka kadang-kadang anak gadisku berbuat yang tidak biasa dilakukan oleh gadis-gadis yang lain. Ia memang dapat memanjat meskipun harus ditolong. Kami membuat anyaman tali pada dahan-dahan untuk menolong agar kami tidak terjatuh"

"Kau tidak takut harimau kumbang yang juga pandai memanjat?"

"Tidak banyak terdapat harimau kumbang ngger. Tetapi seandainya kami bertemu juga dengan harimau kumbang, maka aku mungkin akan dapat melawannya dengan pedangku. Harimau pada umumnya lemah jika mereka berada diatas pepohonan"

Anak muda itu tersenyum. Jawabnya, "Nampaknya kau memang seorang perantau yang berpengalaman menjelajahi hutan. Tetapi pada suatu saat kau dihadapkan pada bayangan maut seperti yang baru saja kau alami" anak muda itu berhenti sejenak, lalu, "tetapi kau adalah orang yang aneh. Kau tidak jera karena peristiwa ini. Bahkan seolah-olah kau cepat melupakannya"

Orang tua itu termangu-mangu. Jawabnya, "Bukan begitu ngger. Tetapi aku berharap bahwa aku tidak akan bertemu lagi dengan seekor harimau. Atau aku tidak membuat kelengahan lagi seperti yang terjadi"

"Kau sangka bahwa harimau hanya dapat kau temui di malam hari? Bagaimana di siang hari?"

"Biasanya kami tidak menyelusuri hutan seperti ini. Kami berjalan di bulak-bulak panjang. Dari padukuhan yang satu kepadukuhan yang lain. Tetapi kami memang sering bermalam dipinggir-pinggir hutan agar kami tidak mengganggu penghuni padukuhan dengan kecurigaan dan mungkin tuduhan-tuduhan yang kurang baik"

Mata Air Di Bayangan BukitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang