BLACK SCHOOL

4.4K 643 8
                                    

"Mayang?"

Gadis berkulit terang dengan seragam putih abu super ketat dan cenderung minim bahan itu, berbalik dengan santai mendapati seorang gadis berpakaian tertutup.

Manik hitam Mayang menatap dari atas sampai bawah, dan sempat terkesima dan gagal fokus dengan sosok Tentara yang ada di samping gadis itu.

"Maaf? Tadi lu panggil b? (Tadi kamu memanggil saya)," tanyanya main melirik-lirik Aditya yang tetap memasang wajah datar.

Riri mengangguk dengan ekspresi yang tak jauh beda dari Aditya. Baru kali ini dia mau menurunkan sedikit egonya untuk menyapa orang lain lebih dulu.

"Riri." Tangan kanan Riri terulur.

Mayang langsung tersenyum dan balas menjabat. "Mayang. Lu asli mana?"

Aditya jadi malas menunggu. "Nona Riri cuma ingin bicara satu hal," tegasnya membuat Mayang merasa direspon.

"Oh, ya?" tanyanya dengan suara sengaja dilembut-lembutkan untuk menarik perhatian Aditya. "Lu mau bicara apa, Riri? Lu anak baru toh?"

Riri mengangguk lagi. "Saya suka dengan kata-kata kamu di speaker pekan lalu."

Mayang malah tertawa. "True pasti. Cuma banyak yang sonde suka, dan selalu bilang b buat kasus padahal b menyuarakan suaranya para siswa biar para guru tuh introspeksi. (Cuma banyak yang tidak menyukainya, dan selalu berkata saya membuat kasus padahal saya menyuarakan suaranya para siswa agar para guru itu introspeksi)."

Aditya malah tampak tak suka. "Caramu itu terlalu kasar, kenapa kamu tidak—"

"Pak Aditya?" potong Riri membuat Aditya kembali diam.

Riri benar-benar tidak suka jika rencananya gagal hanya karena Aditya terlalu banyak ikut campur.

"Maaf, ya, Mayang." Riri mencoba tersenyum untuk mencairkan suasana.

Mayang membalas dengan senyuman kecut. "Oh ya, kalau lu mau bergabung dengan b pu komunitas, bisa sekali. Nanti malam jam delapan di depan sekolah."

Ini dia, pikir Riri. Dia akan terjun ke dalam komunitas Mayang dan mencari tahu, apa Mayang si pembuat kasus di sekolah itu bahagia menjalani hidupnya.

Riri tersenyum tipis. "Okay. Insyaallah."

Sebelum berbalik, Mayang masih sempat menoleh sekilas. "Tolong datang sendiri tanpa yang lain!" ucapnya sebelum melirik sekilas ke arah Aditya dengan tajam.

"Kamu mau bergabung dengan orang seperti itu?" Aditya tampak jengah. "Ingat, Ri, seseorang itu tergantung temannya. Manusia itu peniru, jadi kamu jangan bercanda! Kamu bisa terpengaruh hal-hal buruk."

Riri malah memutar bola mata malas. "Pak? Kita belum tahu, apa Mayang itu punya pengaruh buruk atau tidak?"

Aditya sampai menghela napas dengan ekspresi gusar. "Keluar jam delapan malam, Ri. Perempuan dengan pakaian minim dan keluar jam delapan malam. Apa masih bisa dikatakan membawa pengaruh positif? Saya yang laki-laki saja sudah tidak bisa berprasangka baik."

Riri yang malas berdebat langsung main pergi tanpa menggubris. Sepertinya dia akan menunjukkan sikap para remaja pada umumnya. Pemberontak.

***

Mayang memarkir motor maticnya di ujung jalan dekat SMP Negeri Pancasila Kupang dan perlahan menaiki skateboardnya menuju SMA Negeri Pancasila Kupang yang berada tepat di sebelah.

Tampilannya agak terbuka dengan hot pants jeans, dan jaket bomber yang hampir menutupi celananya. Rambut sepinggangnya dibiarkan tergerai dengan kepala dihiasi topi rap berwarna merah yang dipakai terbalik.

MISI Z (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang