BAB 2
"Nduk, ayo sido niliki bapak gak?" kata ibu.
-Nduk, jadi ziarah bapak gak?-
"Oke, siap" jawabku dengan penuh semangat.
Akupun bergegas ganti baju dan pergi bergegas menemui bapak, atau lebih tepatnya, ziarah. Setelah mendapat berita aku diterima di SMA Negeri favorit di kotaku, orang pertama yang sangat ingin aku temui adalah bapak, beliau akan sangat bangga mengetahui fakta tersebut. Tetapi sayangnya, Bapakku meninggal 2 tahun lalu saat aku kelas 2 SMP, saat itu adalah masa yang sangat berat dan sangat aku benci. Kepergian bapak yang tidak kami inginkan karena harus terjadi di saat keluarga kami sedang berada di titik terendah kehidupanlah yang membuat masih adanya setitik ke ikhlasan di hatiku, kenapa harus saat itu? Kenapa harus dalam keadaan seperti itu? Dan kenapa aku tidak ada disampingnya saat itu? Semua pertanyaan dan penyesalan itulah yang mengiringi kedewasaanku.
Masih sangat hangat di kepala, hari itu 30 Maret 2014, sesaat setelah adzan subuh berkumandang, disaat aku masih terlelap dalam mimpi, guncangan keras yang diberikan ibu saat itu bukan untuk membangunkanku untuk sholat subuh, tetapi kabar duka yang menyeruak di telingaku.
"Nduk, pak e wes gak ono!" teriak ibuku histeris.
-Nduk, bapak sudah gak ada-
Dengan masih setengah terkantuk setelah mendengar itu otakku seketika bekerja dengan fokus, mencerna dengan cepat perkataan itu. Aku spontan menendang selimut ku dan berlari ke arah kasur bapak. Yang kutemui disana hanya tubuh kurus yang dulunya gagah perkasa serta wajah pucat yang dulunya tampan. Gemetar tanganku meraih tangan bapakku kala itu, yang bisa kulakukan saat itu hanya menangis dan meminta maaf, seketika ucapan yang bapak katakan terulang kembali.
"Nduk, anak kui lagi kroso abot nek salah siji wong tuwo ne gak onok" begitu kata beliau.
-"Nduk, anak baru akan merasa susah jika salah satu dari orang tua nya meninggal"-
Saat itu aku sama sekali tidak paham dengan apa yang bapak katakan, tapi sekarang aku sangat paham, amat paham.
---------------------
Jarak antara rumah dan makam bapak tidak terlalu jauh sehingga sekitar 25 menit kita sudah sampai di makam bapak. Makam dengan corak mirip motif loreng ABRI yang menjadi pertanda bahwa bapak semasa hidupnya adalah seorang perwira tentara yang sangat gagah dan juga lucu.
Seperti tentara pada umumnya, perawakan bapak yang tinggi besar juga kumis lebat yang menghiasi wajahnya, membuatnya sangat dihormati di kampungku dulu, tetapi dibalik semua kegarangan itu bapak hanyalah laki – laki yang sangat mencintai anak istrinya, bapak rela melakukan apapun, asalkan anak dan istrinya selalu bahagia, itulah bapak seorang perwira tentara dengan jiwa kesatria namun berhati lembut apabila dihadapkan dengan anak dan istrinya.
Tidak banyak yang aku lakukan disana, hanya berdoa lalu menangis, lalu aku bercerita dengan sombong karena aku berhasil diterima di SMA Negeri favorit lalu aku menangis lagi, lalu aku menabur bunga, berdoa, menangis, lalu aku pulang dengan perasaan sedikit lega karena sudah bisa bercerita. Terlalu menyakitkan bila aku harus bercerita mengenai bapak sebab banyak kenangan indah yang kami lalui walau hanya 13 tahun bersama, dia adalah satu-satunya superhero terbaik yang pernah aku miliki, walaupun sekarang aku tidak memiliki superhero lagi tapi aku berjanji akan menjadi wonder woman untuk ibu, adikku, dan aku tentunya.
---------------------
Sepulang dari makam bapak, perasaan lega dan kesedihan masih merundung aku kala itu, ya memang selalu seperti ini ketika aku kembali menemui bapak, tapi tak apa aku tidak boleh bersedih karena kehidupan harus selalu berjalan ke depan dan juga mau aku menangis 7 hari 7 malam pun, bapak tidak akan hidup kembali, kan? Puas bersedih sedih, aku baru ingat soal beberapa perlengkapan MOS untuk besok yang belum aku siapkan, jadi malam itu aku habiskan untuk menyiapkan "alat tempur" untuk besok pagi.
Esoknya, aku telah tiba di tempat dimana aku akan melalui 3 tahun hidupku kedepan, hari ini aku mengikat tali sepatu lebih kencang dari biasanya, agar aku bisa berlari dan mengawali hari pertama ospek ini dengan lancar tanpa hambatan apapun, semoga menjadi awal mula yang baik, dan semoga dewi fortuna masih memiliki sisa fortune cookie untukku.
Pagi itu aku tiba di sekolahku dengan disuguhi pemadangan selayaknya ospek pada umumnya, hari itu lapangan sekolahku hanya dipenuhi para remaja tanggung yang berbaris rapi di tengah lapangan. Dengan menggunakan berbagai atribut mereka yang membuat mereka nampak seperti orang bodoh. Hiasan kepala dari bola sepak yang dipotong menjadi setengah lingkaran dihiasi dengan rafia warna merah putih yang dikepang rapi sebagai pengikat topi, name tag dari kertas yang di laminating lengkap dengan foto kita yang berpose duck face dengan penjual makanan tradisional, tak lupa tali sepatu dari rafia kepang yang menggantikan tali sepatu kita. Malu sebenarnya untuk datang ke sekolah menggunakan atribut bodoh ini, tapi mau bagaimana lagi sebagai murid baru kita tidak ada wewenang untuk membangkang apalagi mengubah aturan.
Segera setelah aku selesai dengan "pemikiranku" aku bergegas berlari menyebrangi lapangan dan sampai di barisan kelasku, saat datang aku mendapat barisan paling belakang bukan hal yang buruk, jujur aku lebih menyukai untuk ada di belakang dengan begitu aku lebih tersembunyi dan lebih bisa mengamati mereka semua "calon teman-temanku 3 tahun kedepan- dengan lebih baik.
Penyakit introvert memang, mencintai sunyi dan benci akan bising. Dari yang aku amati sekilas, satu hal yang langsung aku tangkap, "calon teman sekelasku" ini semua nya, cantik! Sebagian besar dari mereka terlihat memiliki kulit yang cerah asia bukan cerah kuning langsat, postur tubuh mereka sangat kecil dan imut, intinya mereka sangat cantik! Aku sangat iri.
Aku bukan termasuk wanita yang cantik, dengan tinggi hanya 159 cm dan berat hampir 63 kg saat itu, aku tergolong tinggi besar. Ditambah dengan saat itu kulitku sangat sawo matang yang saat itu terlihat kusam ditambah lagi kacamata dengan frame hitam tebal yang semakin membuat kulit wajahku kusam dan lebar. Dengan penampilan seperti itu, jujur aku sangat minder dan sulit bergaul dengan orang, aku takut akan bagaimana orang akan berfikir mengenai diriku, tentang bagaimana orang akan menilai buruk tentangku walaupun tidak secara terang-terangan, tapi aku paham betul bagaimana penilaian buruk mereka nampak begitu jelas dari bagaimana mereka menatapku dari atas sampai kebawah lalu mereka sedikit menyerngit setelahnya.
'Setiap manusia tidak ada yang sempurna' ungkapan itu yang aku pikirkan setelah satu persatu melihat wajah mereka. Aku kira wajah dan sorot emosi yang mereka keluarkan akan secantik sebagaimana penampilan awal mereka, tapi ternyata salah. Setelah melihat wajah mereka, ada banyak sekali hal tidak baik yang ada dalam diri mereka, semua itu ditutupi dengan baik oleh penampilan luar mereka. Aku tidak mengatakan mereka jahat atau apa, tapi ada sesuatu di hati mereka yang kemudian dapat aku tangkap melalui sorot mata mereka, tidak semua, hanya beberapa. Sebagian dari mereka masih murni dan banyak sisi ceria yang menyenangkan, mereka yang nantinya merubah aku menjadi pribadi yang lebih baik dan tidak menjengkelkan.
----------------
Setelah absen dan pemberitahuan tugas, kami semua diarahkan untuk menuju ruang aula untuk pembekalan beberapa materi mengenai sekolah dan hal – hal lainnya. Pembekalan materi ini akan diadakan selama 3 hari berturut – turut dengan pembicara dari berbagai kalangan, pagi itu kita mendapat pembekalan materi mengenai sejarah SMA ku ini dan juga mengenai kewarganegaraan.
Seperti yang sudah bisa diprediksi, anak remaja tanggung dihadapkan pada situasi dimana mereka harus duduk tenang dan mendengarkan 'ceramah' selama kurang lebih 9 jam lamanya di suatu ruangan yang terlalu sempit untuk dikatakan sebagai aula ditambah lagi ruangan ini hanya memiliki 8 kipas angin besar yang sebagian dari mereka sudah mati, terbayang bagaimana panas, sumpek, dan bosannya ospek hari itu, alhasil semua siswa tidak ada yang dapat mendengarkan materi dengan tenang dan semua gelisah ingin segera keluar dari 'neraka kecil' ini segera.
Dan kegiatan setan ini malangnya akan dilaksanakan selama 3 hari full, entah akan jadi apa aku nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Over Thinking
RomanceCerita ini bukan jenis roman picisan yang bisa bikin kamu ketawa ketawa sendiri di kamar, bukan juga jenis cinta segitiga yang bikin kamu benci sama satu karakter, kisah ini murni pengalaman gadis muda yang jatuh cinta berulang kali, tapi semuanya b...