BAB 3 (Pemukulan)

10 1 0
                                    


Hari ke dua berjalan sama persis seperti hari pertama, hanya saja materi yang diberikan yang berbeda. Di penghujung hari kedua, panitia memberikan tugas yang luar biasa tidak akan aku lupa sampai sekarang-karena ini akar permasalahannya-panitia memberi tugas untuk memberikan dua surat kepada panitia, satu surat berisi ungkapan benci, dan satunya lagi berisi ungkapan cinta. 

Tepat setelah tugas diberikan, pandanganku hanya mengarah pada seseorang, Fadli. Fortune cookie dewi fortuna datang lagi padaku, kebetulan sekali saat itu Fadli merupakan panitia untuk ospek tahun ini, jadi tanpa pikir panjang aku segera pulang ke rumah dan segera menulis surat cinta itu.

Hal pertama yang aku lakukan ketika tiba di meja belajar adalah mencari binder ku dan memilah kertas bercorak mana yang akan aku berikan kepada dia, lama aku membolak balik buku dan mencari kertas yang tepat, tapi tidak ada yang menurutku cocok untuk diberikan padanya. Akhirnya aku menutup buku itu, kusandarkan kepalaku kebelakang, menatap pilah – pilah bambu yang saling menyilang dengan diselingi oleh genting yang melindungi aku dari panas dan hujan. Entah angin mana yang meniup pikiranku kala itu, akhirnya aku memilih kertas polos biasa, kertas putih yang nantinya akan kupenuhi dengan coretan – coretan kata yang mengungkapkan seberapa dan selama apa aku mencintai laki – laki itu.

Dengan satu hembusan nafas, aku mulai menuliskan kata demi kata yang sangat aku pikirkan masak – masak, menulis sembari membayangkan bagaimana ekspresinya ketika membaca surat itu, apa yang akan dia pikirkan tentangku, dan yang lebih penting, apakah dia akan merespon perasaan jujur ini? Diiringi dengan banyak pertanyaan itu, akhirnya surat ini selesai, dan sentuhan terakhir aku bubuhkan surat itu dengan nama lengkapku-hal terbodoh yang sampai saat ini masih sangat aku sesali- dan surat itu pun selesai.

Esoknya, dengan masih menjalani rutinitas yang sama, dengan masih memakai atribut bodoh yang sama, aku berangkat dengan riang sekaligus canggung. Surat itu sudah aku simpan rapi di dalam tas tak lupa surat benci yang isinya hanya tulisan "INI SURAT BENCI" berbanding terbalik dengan surat cinta. Hari itu materi yang disampaikan cukup singkat mengingat hari itu merupakan hari terakhir MOS indoor, aku sangat tidak sabar untuk memberikan surat ini yang mana merupakan surat pengakuan cintaku yang pertama kepadanya semenjak aku mulai menyukainya.

"Perhatian" suara dari pengeras suara yang seketika menarik perhatianku untuk melihat kearah podium.

"Maaf menganggu waktunya sebentar, berhubung kalian masih pada kumpul, kami selaku panitia ingin menanyakan sesuatu pada kalian semua" semua murid baru diruangan itu nampak kebingungan dan melihat satu sama lain.

"Kemarin, saya mendengar ada satu bahkan lebih dari murid baru menghina dan mengejek kami, para panitia, di sosial media. Mereka menghina kita dengan kata yang tidak pantas dan sangat merendahkan kita. Kami selaku panitia merasa sangat marah dan hal ini sudah tidak bisa ditolerir lagi" mendengar ketua panitia ospek mengatakan hal itu, semua orang mendadak diam dan menundukkan kepala, ruangan seketika itu menjadi sangat sunyi.

"Kami selaku panitia sudah bekerja sangat keras untuk semua acara ini tapi kalian malah menghina kami dan berkata kami tidak becus! Sekarang saya minta yang merasa menghina kami, maju ke depan dan segera meminta maaf!".

1 menit....... 3 menit......... 5 menit......

Sunyi. Sama sekali tidak ada yang bergerak atau mengakui kesalahannya.

"Dek! Tolonglah hargai kami, kalian gak tahu gimana susahnya jadi kami harus korban waktu dan tenaga untuk acara ini, tapi kalian dengan seenaknya menghina kami, bilang kalo kam gak becus lah, mal---"

"Ya emang gak becus!!!" seketika seluruh pandangan di ruangan itu menatap ke arah suara. Suara itu bukan dari murid baru, melainkan dari wakil panitia ospek itu sendiri. Satu komentar yang terlontar itu menjadikan suasana semakin sunyi dan sedikit mencekam.

Bisa kulihat, sedetik setelah ucapan itu terlontar, wajah dari ketua panitia Ospek seketika merah padam, dia menggertakkan giginya dan mengepalkan tangannya, mencoba untuk meredam amarah.

"Maksud kamu?" ucap ketua panitia ospek dengan nada sinis yang menekan.

"Kamu gak sadar, se bobrok apa kepanitian kita? Ruangan ini kemarin Cuma saya yang membersihkan, seksi Humas kemana? Malah enak leha leha di sekre, saya kemarin mau bilang masalah ini ke kamu, eh kamu malah enak – enakan mojok di kelas! Kayak gitu masih mau ngerasa hebat?" fakta itu mengejutkan semua orang yang ada di ruangan, beberapa panitia bahkan terlihat sangat tidak nyaman berada di ruangan itu.

"Oi bro, jadi loe sekarang mau main terang – terangan? Oke nih gue kasih satu fakta. Proposal pengajuan dana yang kemarin loe bikin, itu loe lebihin kan dana pengajuannya? Biar sebagian besar bisa masuk ke kantong loe sendiri?" ruangan seketika riuh oleh suara bisik – bisik.

"Maksud kamu apa ya? Uang apa? Punya bukti gak kalo saya nyelewengin dana?" sangkal wakil ketua panitia.

"Gak usah sok suci deh loe" ucap salah satu panitia lainnya.

"Kemarin gue liat loe di club! Duit yang hampir sejuta itu loe buat mabok kan?"

Wajah wakil ketua panitia ospek terlihat sangat merah karena malu, malu bahwa "fakta"nya terbongkar. Seluruh mata diruangan itu menuju pada dia, dia hanya bisa menunduk, lalu perlahan dia melihat kearah kami

"Saya bisa jelas----"

BUGGHHH

Belum selesai kalimat yang ingin diucapkan, bogem mentah mendarat tepat di pipi kiri wakil ketua panitia ospek. Ia jatuh tersungkur di lantai, seakan belum puas ketua panitia menduduki badan pria malang itu dan seolah ingin menghajarnya, tetapi di cegah oleh panitia lainnya. Dengan keadaan ruangan yang mencekam, kami sebagai murid baru hanya bisa diam dan menjadi penonton karena urusan itu sama sekali bukan urusan kami. 



Tbc

Over ThinkingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang