BAB 1 (Terbukanya dunia)

18 3 0
                                    


Masa putih biru adalah masa saat, aku mulai merasakan sesuatu yang mengusik tidur malamku, menganggu konsentrasiku,dan membuyarkan seemua anganku. Seolah tak kapok aku mengulangi kesalahan yang sama, menghadapi tatapan orang yang mengasihaniku hanya demi sebuah hal.... Cinta.

Awalnya yang ku tahu, "Cinta" adalah suatu hal yang mendasarkan semua orang tertawa. Awalnya aku mengira "Cinta" itu kebahagiaan, alasan klise memang. Tapi itulah yang kulihat sejak kecil, saat berjalan – jalan dengan orang tuaku, aku selalu melihat orang dewasa bergandengan tangan setelah itu mereka tertawa. Dari situlah aku menganggap bahwa "Cinta" adalah, kebahagiaan.

Tapi semua anggapan itu luntur saat seseorang hadir menyapa keseharianku. Dengan sejuta tawa juga kharisma yang ia hadirkan, mampu mengubah segala presepsiku mengenai, apa itu "Cinta". Sampai suatu ketika aku merasa bahwa "Cinta" ini mulai merubah diri menjadi sesuatu yang lebih kuat. Sesuatu yang selalu orang kenal dengan "Pengorbanan".

Hari ini adalah hari dimana para remaja menanggalkan baju putih biru mereka dan memulai kembali. Membeli buku diary baru dan mulai mencari cerita untuk ditulis disana. Tapi aku tak perlu membeli buku diary baru, karena diary ku yang dulu ataupun yang sekarang hanya akan berkutat pada satu orang dan selalu pada orang yang sama. Bagiku hari ini, merupakan kesempatan dimana aku akan melihat dia kembali, melihat dengan jelas. Tak hanya dari sebuah media, aku akan bertemu langsung.

--------------------------

Seperti yang sudah kukatakan, hari ini aku resmi menjadi anak SMA. Sebagian orang menganggap menjadi anak SMA itu luar biasa, entah dari mana anggapan itu ada, tapi aku pun terpengaruh, dulu saat aku masih anak putih biru aku selalu kagum dengan kakak – kakak seragam abu-abu putih yang aku temui di jalan, entah mengapa aku merasa mereka sangat luar biasa dengan rok atau celana abu – abu juga jaket almamater yang mereka kenakan, mereka terlihat sangat keren, sungguh keren, sampai – sampai aku memimpikan memakai baju seperti tu suatu hari nanti. Di mataku penampilan mereka menunjukkan kedewasaan yang belum aku miliki saat itu, wibawa yang bahkan aku belum tau apa artinya sebelum aku bertanya ke guru Bahasa Indonesia, dan sikap tanggung jawab yang masih sangat jauh dari kamus hidupku, itulah kenapa mereka sangat keren dimataku. Dan setelah aku resmi mengenakannya hari ini-walau masih satu hari aku memakainya-aku bertambah yakin kalau menjadi anak SMA itu, keren.

Hari pertamaku menjadi anak SMA dimulai dengan tradisi turun temurun yang entah siapa yang membuat, ya sesuai dengan yang kalian pikirkan, MOS atau Masa Orientasi Siswa, tapi memang dasar aku baru hari pertama aku sudah terlambat masuk alhasil aku datang di saat semua siswa baru sudah siap di barisan kelasnya untuk mengikuti upacara penyambutan, tapi untungnya Dewi Fortuna masih berpihak pada manusia ceroboh ini, beruntungnya saat itu upacara belum dimulai sehingga aku bisa menyesuaikan, dan beruntungnya lagi aku mendapat barisan di tengah bukan di belakang dan karena dua keberuntungan inilah yang membawaku menemui seseorang (lagi).

Dia menyandarkan pundak kirinya di tembok, memasukkan tangan kanannya di saku celana, dan tersenyum cerah persis sama seperti pertama kali aku bertemu dengannya. Seragam putih abu-abu itu tampak sangat cocok ia gunakan, sedetik aku kira dia orang lain tetapi aku yakin itu dia karena senyum cerah itu hanya dia yang punya-sayang sekali hanya aku yang mengenalnya aku ingin sekali kalian mengenalnya dan aku jamin kalian akan 100% jatuh hati dengan senyumnya-senyum itu, seragam itu, dan juga debaran jantung yang 10 kali lebih cepat saat aku bertemu denganmu lagi, tidak akan mungkin aku lupakan.

"Ketemu" gumamku.

Terima kasih karena masih bernafas sampai hari ini, terima kasih telah tetap hidup, dan terima kasih telah menjadi penyemangat sampai aku bisa berdiri dan bertemu denganmu hari ini.

Pertemuan itu luar biasa, sekali lagi Dewi Fortuna memberiku fortune cookie yang sangat membahagiakan, tiga keberuntungan sekaligus bukankah itu keren?

Upacara hari itu hanya sekedar ucapan selamat karena sudah diterima oleh kepala sekolah, lalu pidato mengenai tata tertib sekolah, dan juga mengenai tetek bengek yang harus siswa baru siapkan untuk kegiatan MOS esok hari. Selain itu, ada juga acara kunjungan sekolah yang inti dari acara itu adalah mengenalkan setiap sudut sekolah kepada siswa baru dengan harapan supaya siswa baru tidak bingung dengan seluk beluk sekolah, walaupun kenyataannya siswa justru lebih paham seluk beluk sekolah ketimbang para guru.

Tapi acara ini ada fungsinya juga, aku jadi lebih bisa mengamati setiap sudut sekolah ini lebih mendalam, seperti bagaimana penampakan halaman depan sekolahku yang sebenarnya tidak terlalu menyakinkan, saat pertama kali masuk gerbang aku tidak terlalu memperhatikan karena sibuk mengejar waktu, tapi sekarang aku sadar bahwa dari struktur bangunannya sudah jelas kalau sekolah ini beberapa bulan tidak dicat ulang, cat tembok kuning gading di dinding halaman sudah mengelupas, beberapa tanaman hias di pot kecil yang berjajar di halaman sekolah sudah layu, dan beberapa keramik di lantai pun ada yang pecah, dan juga beberapa sudut sekolah ini terlihat suram. 

Walaupun dengan keadaan seperti ini, aku sudah sangat bersyukur dapat diterima disini, paling tidak denga kondisi seperti ini sekolah ku mendapat peringkat 6 SMA Negeri favorit di kotaku, itu sudah cukup menyakinkan kolega dan teman – teman ibuku bahwa anaknya adalah anak yang pintar. Sebelum pulang aku melihat papan pengumuman di depan gerbang untuk melihat aku ada di kelas apa, dan ternyata aku di kelas 10 IPA 3-ingat kelas ini karena dari sini keajaiban kehidupan keduaku dimulai- Dan hari itu, berakhir begitu saja.

Diatas motor menuju arah pulang, aku memikirkan mengenai bagaimana membahagiakan dan luar biasanya pertemuan aku dengan dia setelah 1 tahun lamanya berpisah. Dia sama sekali tidak berubah, masih menjadi dia ku yang dulu, yang ramah, yang bahagia, dia yang menjadi cinta pertamaku saat remaja. 

Sebenarnya tujuan awalku masuk ke SMA ini selain karena dekat dengan rumahku dan juga selain karena ini adalah sekolah negeri yang mana sangat mudah mendapat bantuan pemerintah, alasan utama ku adalah karena "Dia", laki – laki yang aku temui di lapangan saat upacara tadi. Dia yang selanjutnya akan mengisi sepertiga dari cerita ini, selain aku, dan seseorang lainnya. Aku bertemu dengan dia sekitar 3 tahun yang lalu, dia adalah orang pertama yang mematahkan persepsiku bahwa cinta pandangan pertama itu tidak ada, dia yang mengajarkanku bahwa manusia bisa saja dengan bodohnya jatuh pada tempat yang sama berulang kali, dia itu luar biasa. Tidak ada yang istimewa dari pertemuan kami, hanya pertemuan dua manusia yang kebetulan secara tidak sengaja cupid memanah jantung si wanita, tapi tidak untuk si pria.

Kala itu aku sangat ingat adalah hari jumat, waktu dimana anak SMP mendapat jadwal untuk kegiatan pramuka, kebetulan hari itu sebelum mulai kegiatan di lapangan semua siswa mengikuti pemberian teori di kelas masing – masing. 

Awalnya berjalan lancar, pembina pramuka menerangkan teori nya, teman – teman ku dan aku mendengarkan dengan seksama, sampai pada saat otak dan mataku mulai lelah melihat tulisan sehingga aku dengan iseng melihat kearah pintu kelas yang terbuka untuk mendapat sedikit pemandangan, dan detik itulah cupid menghujamkan panahnya di jantungku. Senyum paling cerah dan ceria yang tidak ada orang yang bisa mengikuti, raut wajah yang bahagia, dan kehadiran yang menyejukkan, merupakan trifecta kombinasi yang sempurna. Sejak itulah aku jatuh cinta dengan dia. Beruntungnya aku, sesaat setelah keajaiban itu dia masuk ke kelasku, dan kemudian aku tahu kalau dia adalah kakak kelas yang mengikuti pramuka sebagai ekstrakulikulernya, yah bisa dibilang dia merupakan pembantu pembina. Dan kemudian pula aku tahu siapa nama laki – laki itu, dia Fadli, aku tidak tahu pasti siapa nama lengkapnya, aku tau nama itu pun karena aku curi – curi pandang ke name tag di dadanya, dan hanya itu yang bisa aku baca.

Bila menilik lagi masa – masa itu aku merasa benar benar seperti remaja pada umumnya, mencintai lawan jenisku dengan bodoh dan lucu. Cinta monyet mereka bilang, tapi saat itu aku merasa kalau itu adalah cinta yang sesungguhnya, perasaan baru yang sangat tidak dapat aku katakan dengan susunan kata apapun. Sesuatu yang dengan mudahnya membawa pelangi dalam awan suram kehidupanku, saat itu aku benar – benar tahu bahwa aku jatuh cinta untuk pertama kalinya. Dunia, aku jatuh cinta.


Sudah UP! Semoga kalian suka....

Over ThinkingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang