4. Flight

42 13 2
                                    

Jangan lupa vote and comment..
.
.
.

happy reading, dear readers

•~•~•

h-1

1 hari sebelum konser dimulai dan hari dimana aku akan menuju lokasi konser itu.

Kami memutuskan untuk berangkat ke bandara terpisah karena jarak rumah Jaerim lebih dekat ke bandara daripada rumahku

Lagipula pagi ini aku bangun sedikit terlambat karena kemarin aku tidak bisa tidur.

Aku gugup..
Aku takut bila ada yang tertinggal.

1 setengah jam lagi pesawatku akan memulai perjalanannya.
Waktunya tidak memungkinkan bila aku kembali kerumah apabila ada yang tertinggal.

Jaerim meneleponku. Aku menduga dia pasti bertanya aku sudah sampai dimana sekarang

"Iya iya aku udah mau berangkat, tapi kenapa aku merasa seperti ada yang terting..

astaga!!

kameraku dikamar" aku bilang pada Jaerim di telpon serta berlari kekamar mengambil kamera, memorikat, dan baterainya.

Untung saja aku mengingatnya
Aku sudah berencana mengabadikan momen ini dari awal berangkat hingga pulang.

"Kamera? kau beli kamera baru? bukannya kameramu yang dulu tidak mau menyala?" kata Jaerim

"sudah, nanti saja aku ceritakan jika sudah bertemu nanti. Bye"

Aku mematikan sambungan teleponnya dan dengan segera menuju ke kendaraanku.

Kondisi diperjalanan sangat mendukung untungnya.

Aku tidak menemui kemacetan.
Jadi kira-kira tidak sampai 30menit aku sudah tiba di bandara.

Aku menelpon Jaerim, kami saling berbagi posisi, lalu memutuskan untuk bertemu.
.
.
.
.

"Ciee, bentar lagi ada yang mau nonton konser" senggol Jaerim mengenai sikutku

Aku tersenyum semangat merespon keusilan Jaerim.

"Oh ya, itu, tentang kameramu, kau beli lagi?" Jaerim memulai pembicaraan lagi

"Ah, tidak. Kau tau, kemarin aku mendadak teringat akan kamera ini saat packing.
Aku melihatnya dilemari, tergeletak. Aku mengambilnya, lalu mencoba menyalakannya.
Ternyata kameranya menyala, aku juga terkejut kenapa mendadak bisa menyala.
Jadi aku mengosongkan memorinya, terus kubawa deh haha"

"hahaha~ kurasa kameramu tidak mau kau meninggalkannya? kan dia selalu kau bawa kemana-mana sebelum rusak"

"hmm.. iyaa, kemarin waktu aku mengosongkan memorinya, banyak sekali fotoku tertinggal disini"

kami berbicara tentang kamera ini seolah-olah kamera ini memiliki perasaan.

Bayangkan saja seperti di film kartun Toys story.

Benda-benda ini mendadak hidup, mengetahui bahwa si pemilik itu sangat menyayanginya.
Jadi mainannya berjuang untuk bisa bersama pemiliknya terus menerus.

Mungkin kameraku berjuang untuk hidup agar dia tidak ketinggalan momen pertamaku menonton konser?

Tapi,
Kameraku kehilangan tasnya.

Bukan kehilangan, barang itu ada di rumah, tapi rusak.

Pertama kupikir hanya talinya yang lepas. Setelah kujahit, resletingnya terbuka tidak mau ditutup, menyebalkan.

The Fact That I Will Never Hate YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang