The Prison
“Orang-orang yang mencintaimu dengan tulus, mereka akan tetap begitu. Bahkan saat kau jatuh pada tempat paling gelap sekalipun.”
.
.
.
.“Uh!”
Mata yang memiliki iris biru, sebiru langit cerah itu perlahan terbuka saat sebias cahaya mentari menganggu tidur dari balik jendela besi kecil. Jane Artur, gadis berusia delapan belas tahun itu meregangkan badan. Tidur di tempat tidur yang keras tidak akan pernah berakhir baik untuk tubuh, apalagi jika itu dilakukan selama sepuluh tahun.
Kaki rampingnya menjuntai ke arah lantai, seiring dengan tubuh yang ia gerakan untuk duduk. Tangannya lantas merapikan rambut panjang, berwarna putih keperakan yang menutupi wajah. Ia menghela napas berat.
Jika di luar sana anak seusianya akan senang hati bermain di tengah cuaca cerah nan hangat, maka Jane harus cukup rela berdiam diri di dalam ruang kecil pengap, dan lembab dan berdebu yang ia tempati.
Jane mengerti dengan sangat baik, kenapa ia harus tinggal di tempatnya sekarang. Cerita dari seluruh pengawal dan pelayan jelas membuatnya paham, siapa dirinya, siapa orang tuanya dan bagaiamana ia berakhir di tempat mengerikan ini saat usianya masih delapan tahun kala itu. Jane hanya bisa pasrah akan segalanya.
“Haus!” ucapnya pelan.
“Haus,!” ia memegangi lehernya kala rasa haus itu semakin jadi. Tertatih, Jane berjalan ke arah pintu yang sedikit memiliki lubang kecil di atasnya.
“Aku haus, bisakah seseorang diluar sana memberiku minum?, kumohon!” ucapnya setelah berhasil mencapai pintu.
Tidak seperti tahanan lainnya, Jane tidak diperlakukan secara kasar. Beberapa kebutuhan kecilnya akan dipenuhi oleh penjaga meski tidak dengan segera.
“Ini.” Seorang pria dengan tubuh agak berisi, memberikan segelas air lewat lubang yang ada di pintu.
Jane meneguk habis air itu dalam satu tegukan, dan haus itu tidak juga reda. Jane merasa tenggorokannya terbakar, ia lantas mencekik lehernya sendiri, sampai suara erangan membuat sang penjaga yang masih berdiri di balik pintu merasa panik.
“Arrhg!” Jane kembali mengerang, dan sekarang tubuh mungil itu sudah bertemu dengan lantai yang dingin, menggeliat dan meronta kesakitan. Penjaga yang panik lantas berlari memanggil penjaga lain, dan juga para ahli pengobatan. Butuh waktu cukup lama untuk itu, hingga ruangan yang selalu dikunci itupun dibuka. Dua penjaga tampak siaga di bagian dalam bersama dua ahli pengobatan, dan tiga penjaga berdiri kokoh dibagian luar.
“Baringkan dia di ranjang!” kata seorang ahli pengobatan yang sering mereka panggil N Rolan.
Dua penjaga itu pun lantas mengangkat tubuh Jane yang masih bergetar hebat, dengan hati-hati. Mereka tidak boleh melukai gadis itu, jika tidak, maka mereka akan berakhir di tangan Alpha mereka Alpha yang menggantikan posisi King Morgan.“Ayah!” Vanesa, ahli pengobatan yang lain yang merupakan putri dari N Roland melakukan telepati dengan ayahnya.
“Jane akan berganti shift malam ini.” Ucapnya. Ya, Vanesa berbicara mrlalui telepati. Jika tidak, dua pengawal yang ada bersama mereka akan memberi tahu alpha yang baru, dan itu akan membahayakan sang putri yang selama ini mereka jaga. N Roland adalah abdi setia Alpha Artur yang sudah meninggal lima tahun lalu, dan Alpha mereka yang baru bukanlah sosok yang ramah.
“Kita bisa memberikannya ramuan penenang.” ucap N Roland yang diangguki Vanesa. Vanesa dengan sigap membuka sebuah kantong kain yang selalu ia bawa kemanapun, mengeluarkan sebuah botol yang berisi cairan hitam pekat di dalamnya. Ia kemudian membantu Jane untuk meminum ramuannya. Beberapa saat setelah itu Jane mulai mendapatkan dirinya kembali, dan tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bane Blue
FantasySetiap Alpha akan memiliki seorang putra sebagai keturunan pertama. Tapi bagaimana, jika yang terlahir adalah seorang putri? Ketika langit biru dihiasi warna merah, saat itulah sebuah takdir menakjubkan dimulai.