TWO

45 8 0
                                    

Kriiiingggggg... Kriiiinggggg....

Pukul 5 pagi. Seperti biasa, kecuali hari libur, jam beker Dinda berbunyi. Jika dua bulan belakangan ia tak menghidupkan bekernya dalam rangka libur kuliah, maka mulai semalam ia harus menghidupkannya kembali. Karena jika tergantung ketukan pintu dari eyangnya saja ia tak akan dengar.

Pernah suatu ketika Dinda lupa menghidupkan jam bekernya. Kamarnya selalu dikunci, karena ia menjunjung tinggi azas "my room is my privacy". Karena ia takut jika penyakitnya kambuh dan eyang mengetahui.

Alhasil, eyang sampai menggedor-gedor pintu kamar Dinda. Tapi hasilnya nihil. Mau mendobrakpun eyang tidak memiliki tenaga. Kalian tahu akhirnya? Dinda bangun kesiangan, juga bolos kuliah. Poor Dinda!

"Nduk cah ayu, bangun. Sudah pagi," kata Eyang lembut sambil mengetuk pintu kamar Dinda.

Terdengar erangan khas orang bangun tidur di dalam sana.

"Hoamm... inggih Eyang. Dinda sudah bangun."

Eyang yang mendengar jawaban cucu kesayangannya itu kemudian pergi untuk menyiapkan sarapan. Dinda segera pergi ke kamar mandi dan menyiapkan dirinya. Tak lupa laptop, juga paper yang harus ia bawa dalam rangka presentasi hari ini. Setengah jam kemudian ia telah siap untuk sarapan.

"Gimana kuliahnya, Nduk?"

"Alhamdulillah. Everything is gonna be okay, Eyang." Sambil cengengesan ia mengambil nasi goreng yang telah tersedia di meja makan.

"Eyang ora ngerti, Nduk.¹" Eyang tertawa renyah.

"Hehehe. Pokoknya Eyang doain Dinda saja. Oh iya, hari ini ada festival UKM di kampus, Eyang. Dinda ditugaskan untuk presentasi. Jujur saja Dinda gugup." Raut wajah Dinda berubah menjadi cemas.
Seperti biasanya, Eyang selalu menjadi selimut terhangat bagi Dinda.

Menyalurkan segala energi positif untuk cucu kesayangannya. Energi yang tidak pernah Dinda dapatkan dari siapapun, bahkan kedua orangtuanya sekalipun.
Eyang segera memeluk Dinda, dan mengelus puncak kepalanya.

"Nduk, tidak ada yang perlu kamu takutkan. Kalau kamu takut, kapan kamu bisa? Anggap semuanya latihan untukmu. Lagipula, mau sampai kapan kamu menutup diri dengan lingkunganmu, cah ayu?"

Dinda merasa tertohok dengan kalimat eyangnya barusan.

Benar kata Eyang, aku sudah terlalu lama menutup diri dari lingkungan.

"Wis, enggal dientekke sarapane.² Cepet berangkat, nanti terlambat." Eyang tersenyum penuh arti kepada Dinda.
Tanpa menjawab lagi, Dinda segera menandaskan nasi gorengnya. Sejurus kemudian ia pamitan kepada eyang lalu segera mengambil motor maticnya.

Aku harus berubah!

~

Tepat jam 7 pagi Reza beserta dua temannya, Alyara dan Okmana, sudah standby di markas APES. Alyara-lah yang datang paling awal, karena kunci markas dipercayakan kepadanya. Disusul Okmana lima menit kemudian, dan Reza beberapa saat setelahnya.

"Si curut Delvin kemana sih?! Gila aja kita disuruh dateng jam 7 lah dia sekarang malah belum sampe. Mana gue belum latihan sama sekali." Alya terus mengamati jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah 8 pagi.

"Sabar, atuh, Alya. Kita teh tunggu aja Delvin. Sebentar lagi pasti sampe." Okma berusaha menyabarkan Alya yang sudah tersulut emosi. Atau memang sifat dasar perempuan itu tidak sabaran? Entahlah...

"Sudah sudah. Lebih baik kita latihan dulu bertiga. Kita videokan sekalian, nanti kalau Delvin datang kita tinggal kasih lihat video kita. Jadi nggak perlu ngulang latihan lagi. Gimana?" Ucap Reza menengahi.

WHEELS (Ketika Hidup Tak Seindah Cerita Dongeng)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang