Hanya yang benar-benar memasang telinga bisa mendengar esak tangis yang ditahan sebalik selimut nipis.
Seketika tadi matanya terarah ke cermin belakang. Di dalamnya cuma ada sepasang bola mata milik seorang gadis. Di bawahnya terlihat garis hitam panjang, beserta kesan, bekas-bekas airmata lama.
Malam tadi ketakutan mendatangi tidurnya. Ia duduk walau tiada dijemput di birai katil. Keindahan yang sepatutnya menidurkan si gadis, kali ini diganti oleh ketakutan.
Perlahan dia mengusap kepala si gadis. Berusaha untuk kembali mengingatkan yang hitam-hitam dari warna hidupnya. Putar-putar waktu yang laju, manusia-manusia yang bergerak meninggalkan, dan hari-hari murung yang dulu dilalui dengan senyum-senyum buat. Kesemuanya dibangkitkan kembali.
Tangan dingin ketakutan memegang lembut kedua-dua bahunya. Ia bukan usapan biasa, melainkan tekan-tekan yang seluruhnya menyakitkan! Habis kuderat si gadis melawan, berusaha melepaskan diri dari tekanan tangan itu. Dia masih tetap gagal seperti waktu-waktu dulu.
Malam ini ketakutan telah berjaya menidurkannya. Selimut nipis yang tadi sudah diganti airmata. Buat menghangat-hangat tubuh, menahan angin malam.
Selamat Malam.
YOU ARE READING
Gadis Chuck Taylor
Non-FictionKerana kehidupan itu sendiri seperti sebuah perjalanan, yang mana di dalamnya punya pelbagai kisah dan cerita yang kadang tak terungkap di mulut dan tak tertulis di jari.