My Secret Love

15 4 0
                                    

My Secret Love

Hujan tak kunjung reda, sepasang mata sayu memandang putus asa. Ingin rasa berteriak lalu menerobos ribuan runtuhan hujan demi hasratnya yang terpendam dalam diam. Namun, rasa dingin telah mendahului niatnya. Tubuhnya tak mampu bergeming demi melawan rasa dingin yang tercipta setiba hujan turun. Matanya terserang kantuk yang teramat hingga membuat kepalanya jatuh tertunduk dan menyenderkan kepala di sebuah tiang di dekatnya.

“Bangun, ayo bangun noona Yun Hae!”

Gadis bernama Yun Hae membuka matanya yang terasa berat untuk dibuka. Kemudian ia memandang siapa yang telah membangunkanya dari tidur. Terkejut, Yun Hae segera tersadar dan secepat mungkin berdiri. Dengan agak terhuyung ia berusaha untuk tersadar lebih maksimal lagi.
“Mian, aku tertidur. Jeoseonghamnida,” Ucap Yun Hae seraya sedikit membungkuk menunjukkan rasa menyesalnya.
“Sudahlah, kau membuang waktuku saja.” Kata namja itu dengan angkuhnya. Yun Hae tertunduk mendengar perkataan kasar namja berwajah malaikat tapi berhati devil itu.

Yun Hae segera masuk mobil mini coover milik park Wo Yoong, kakak tiri Yun Hae. Sudah 3 tahun Yun Hae tinggal bersama Wo Yoong. Semenjak ibu Yun Hae dan paman Wo Yoong resmi menjadi suami istri. Wo Yoong tak memiliki orangtua lagi. Ia menjadi yatim piatu setelah ayah dan ibunya mengalami kecelakaan mobil ketika hendak menjemput Wo Yoong dari bandara sepulang belajar dari negeri kangguru. Walau telah sekian lama bersama bukan berarti Yun Hae dapat berbicara bebas dengan Wo Yoong. Sikap Wo Yoong yang tertutup membuat Yun Hae segan terlebih takut untuk sekedar menyapanya. Sesampainya di rumah, Yun Hae segera bergegas ke kamarnya tapi sebelumnya ia mengucapkan terima kasih kepada Wo Yoong. Tapi Wo Yoong malah cuek seakan tak mendengar apa pun. “Bagaimana bisa para wanita menyukai lelaki semacam itu. Bahkan jangkrik pun akan lari melihatnya.” Seru Yun Hae begitu ia telah berada di kamarnya.

Jam menunjukkan pukul 16:25 waktu korea selatan. Seharusnya sesore ini Yun Hae berada di kamarnya yang hangat bersama buku-buku pelajarannya dan berkutat dengan internet. “Apa dia sengaja melakukan ini? Membiarkan aku mati bersama dinginnya air hujan?” seru lirih Yun Hae menebak-nebak. Kini musim hujan tengah di puncaknya. Hampir setelah hari di bulan ini Yun Hae selalu menunggu jemputan dalam keadaan kedinginan bagai anak ayam yang terguyur hujan dan ternyata induknya menghilang. Bahkan Yun Hae selalu mengalami demam di malam hari karena terlalu lama menunggu di dalam riuhnya hujan.

Kali ini, Yun Hae menjadi takut. Pasalnya sudah pukul 18:08, Yun Hae tak kunjung dijemput. Yun Hae meraba ponsel miliknya. Tak beruntung bagi Yun Hae sisa daya ponselnya tak mampu melakukan panggilan. Pesan pun sudah berkali-kali Yun Hae kirim. Tak pada Wo Yoong tapi pada ibunya juga. Tapi nihil, Yun Hae hanya bisa pasrah seraya memandang sayu sebuah kotak terbelit pita yang cantik di sampingnya. Yun Hae memutuskan untuk mencari bus yang akan menuju arah tempat ia di mana tinggal. Tapi sepertinya terlambat, sebenarnya sudah berkali-kali bus mampir ke halte itu tapi Yun Hae tak mau mengecewakan Wo Yoong.

Wo Yoong baru tersadar jika ia telah lupa menjemput Yun Hae. Itu semua karena ia mengejar persiapan skripsinya. Wo Yoong segera membawa mobilnya, kecepatan mobilnya melebihi kecepatan seperti biasanya. Ia sangat khawatir jika saja Yun Hae benar-benar masih menunggunya. Ia juga kesal terhadap pamannya dan ibu Yun Hae yang pergi mendadak hingga ia harus ekstra dalam mengawasi Yun Hae. “Ke mana dia? Apa dia sudah pulang?” tak menemukan Yun Hae di tempat biasanya ia segera merogoh ponselnya dan mendial nomor Yun Hae. Tapi ponselnya tak aktif.

Wo Yoong yang merasa kesal dan takut terduduk di bangku halte. Matanya menangkap sesuatu di sampingnya. Tiba-tiba saja ia menjadi penasaran dengan kotak persegi dengan pita cantik menghiasinya. ‘Untuk hyung! Selamat ulang tahun!’ Wo Yoong meraih kotak tersebut begitu ia menemukan namanya tercantum di sisi atas kotak tersebut. ‘Hyung. Maaf aku selalu menyita waktumu seperti yang selalu kau katakan. Tapi aku tak tahu harus siapa lagi yang mampu menolongku, hanya kau. Maaf aku selalu membuatmu malu memiliki adik tiri seperti aku. Tapi aku selalu bangga padamu, kau jenius. Tidak seperti aku. Maaf!’

Tubuh Wo Yoong bergetar. Dibukanya kotak tersebut. Wo Yoong menemukan sebuah scraf tertuliskan namanya, sebuah sweater abu-abu tunik berbahan wol asli. Ini sweater impiannya. Wo Yoong mencium kedua benda tersebut dengan khitmad. Tak terasa air matanya menetes. “Aku mencintaimu Yun Hae, aku sangat mencintaimu. Tapi aku malu. Aku malu karena sikapku terlanjur dingin padamu. Aku malu mengakuinya. Maafkan aku. Mianheyo!” Wo Yoong terdiam sejenak, hatinya kaku sekarang. Ia menjadi sangat khawatir saat ini pada Yun Hae.

“Apa aku membuatmu menunggu. Aku baru saja membeli roti.” Ucap Yun Hae santai. Wo Yoong tercekat sungguh ia terkejut mendapati gadis itu di depannya.
“A..Apa kau mendengarnya?” tanya Wo Yoong gugup.
“Bo? Aku baru saja datang!” Ucap polos gadis itu. Wo Yoong tersenyum. Kemudian ia berdiri tepat di hadapan Yun Hae. Mereka saling tatap.
“Mianata!” Wo Yoong memeluk Yun Hae yang terdiam heran mendapati Wo Yoong memeuknya.
“Kau mau rotinya?”

The End

The Beauty Of Love [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang