How pathetic

745 97 0
                                    

Setelah itu, entah bagaimana dia bisa dengan mudah menemukan orang itu, bertemu dengannya walau hanya sekilas, dan mulai memperhatikan orang itu dari jauh.

Sebuah pertemuan, rasa penasaran, kemudian berkembang menjadi perasaan suka.

Tapi, ada satu hal yang ingin sekali Mingyu ketahui tapi itu tak pernah terkabulkan,

Nama orang itu.

.

.

"Hey kau. Matamu yang indah membuatku tak bisa memalingkan padanganku. Suaramu yang dapat membuatku meleleh. Tingkah lakumu yang membuatku gemas. Siapa namamu?"

Mingyu menoleh cepat saat melihat Seungkwan membaca lembar kertas yang baru saja ia buang ke tempat sampah setelah meremasnya beberapa kali.

Seungkwan menatap tulisan di kertas itu dengan kening berkerut, "Bacaan menyedihkan apa ini?" Komentarnya.

Mingyu dengan cepat merebut kertas itu dan merobeknya jadi beberapa serpihan yang tidak terbentuk.

"Kenapa kau membacanya?!" Panik Mingyu.

"Karena aku melihatmu serius sekali mencoret—menulis di atas kertas, jadi aku ingin tahu apa isinya, dan kebetulan kau membuangnya," jawab Seungkwan datar.

Mingyu melongo, "Tapi itu sampah, kau tak seharusnya memungutnya kembali dan membuka isinya!"

"Kan penasaran. Lagipula, kau membuangnya tidak pada tempatnya, jatuh di lantai," jawab Seungkwan.

"Eeehhh berarti lemparanku meleset."

"…"

"…"

"Apa sih itu? Tugas sastra atau surat cinta? Menyedihkan sekali isinya." Mingyu tertohok saat mendengar adik kelasnya itu berkata demikian.

"Aku tahu kau bisa membuat seperti itu, Kwan. Tapi setidaknya jangan menghinaku," ucap Mingyu.

Seungkwan tertawa, "Jadi yang benar yang mana?"

"Hah? Apanya?" Tanya Mingyu dengan wajah dungu.

"Tugas sastra atau surat cinta?" Tanya Seungkwan.

"Tidak keduanya," jawab Mingyu.

"Tapi untuk orang yang kau suka?" Tebak Seungkwan.

"…"

Seungkwan terdiam sebentar lalu tertawa. Mingyu menahan diri untuk tidak membanting bocah itu dan menjatuhkannya dari lantai tiga tempat mereka berada sekarang.

Seungkwan berhenti tertawa, "Aku tebak... Apa dia anak tahun ketiga? Aku sering melihatmu mencuri pandang ke kakak kelas tiga."

Mingyu tidak menjawab.

"Kuanggap itu ya," ucap Seungkwan.

Keduanya terdiam sebentar, hingga mata Mingyu menangkap sosok seseorang yang sudah mengisi relung hatinya selama beberapa hari belakangan ini, di lapangan olahraga.

"Well, kenapa kau tidak menembaknya?" Tanya Seungkwan.

"Tidak… tidak sekarang," ucap Mingyu.

"Kenapa?" Tanya Seungkwan heran.

"Karena aku tidak tahu namanya," jawab Mingyu, matanya tak lepas dari memperhatikan gerak-gerik orang itu.

Seungkwan melongo mendengar hal itu, "Siapa yang peduli dengan hal itu?"

Mingyu meliriknya, "Apa maksudmu?"

"Urusan nama itu bisa nanti, setidaknya kau dapatkan dia dulu. Lagipula, kau kan sudah memperhatikannya berhari-hari tapi tidak tahu namanya? Menyedihkan."

Mingyu mencubit pipi tembam Seungkwan kesal, "Terserah aku bocah... Memangnya apa pedulimu…"

"Awawwawwawwawwaw." Seungkwan meringis kesakitan.

"Jangan menghinaku jika kau masih saja dalam status friendzone oleh Seokmin. Dasar menyedihkan," ucap Mingyu telak.

Seungkwan mengumpat.

.

.

.

.

Written by Coffey Milk

N A M E 🐶 Meanie [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang