Kelvin bangun telat. Ia bangun dan kaget begitu melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Segera ia melompat dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi.
Ia meruruki diri yang larut dalam pekerjaan dan berpikir keras tentang penyebab tangisan sang istri hingga menjelang fajar. Akibatnya, ia bangun telat karena merasa kelelahan.
Setelah memakai kemejanya yang sudah tersedia di kursi meja rias, ia segera keluar kamar dan melihat sang anak yang sudah duduk manis menikmati sarapannya bersama sang istri yang matanya sembab.
"Kenapa kamu gak bangunin aku, Za?"
Zara mengamati Kelvin yang duduk di meja makan sambil memakai kaos kaki dan sepatunya, tampak terburu-buru. Zara mendekat dan membantunya memasangkan dasi—hal yang tak pernah dilakukan Zara sebelumnya dan mampu membuat pergerakan Kelvin berhenti seketika.
"Kamu kelihatan kecapekan, aku gak tega banguninnya"
Kelvin mendongak dan terpaku melihat mata Zara yang bengkak dan suaranya yang masih serak. Perlahan ia menghela nafas.
"Kamu gak usah ngantor, Za. Lebih baik kamu istirahat"
Zara menatap lurus mata Kelvin, "Aku gak akan pergi ngantor kalau kamu juga libur hari ini"
"Tapi Za—"
"Kamu ada meeting hari ini?"
Sesungguhnya tak ada, bahkan pekerjaan pun tak banyak yang harus dikerjakannya hari ini di kantor. Namun ia agak ragu untuk tidak pergi ke kantor.
"I think we should spend time together time as a quality time. Maybe we should visit papa" saran Zara yang akhirnya diangguki Kelvin
***
Mereka berkendara menuju kota Bogor. Zara duduk dengan tenang sambil memangku sang jagoan yang tampak sibuk dengan mainannya sedangkan Kelvin berkonsentrasi dengan jalanan didepannya.
Tiba di rumah sang ayah yang terasa sudah sangat lama tak dikunjungi, mereka mendapati Brata sedang sibuk mengurus kebunnya dengan serius hingga tak menyadari kedatangan mereka.
Damon segera turun dari mobil dan berlari menghampiri sang kakek lalu menghambur memeluknya erat hingga membuat Brata menoleh dan konsentrasinya pada kebun tercintanya pecah.
"Oh, astaga! Cucu kesayangan kakek!"
"Kek.. main cuk"
Zara menggeleng melihat keakraban antara papa dan anaknya. Ia pun menghampiri sang papa bersama Kelvin setelah sang suami turun dari mobil.
"Apa kabar, pa?"
Brata memeluk putri tunggalnya, "Baik. Kalian bagaimana?"
"Kami baik. Maaf karena jarang kesini, pa"
"Gapapa, nak. Oh papa mau kangen-kangenan dulu sama cucu papa. Papa boleh minta tolong belanja, Za?"
Zara mengangguk. "Kami masuk dulu, pa"
Zara dan Kelvin masuk ke dalam rumah sang ayah dan melihat menu sarapan pagi yang ayahnya tadi makan dan Zara tampak terkejut melihatnya. Hanya ada nasi goreng tanpa lauk apa pun.
Segera Zara ke dapur dan membuka lemari serta kulkas dan menemukannya kosong. Zara marah pada dirinya sendiri. Ya, selama ini selalu dirinya yang belanja keperluan rumah sang ayah dan selama beberapa waktu kemarin ia sempat tak mampir dan sekarang ayahnya kurang gizi seperti ini. Ia berdecak sebal.
"Ada apa, Za?"
Zara menoleh, "Karena aku jarang kesini, persediaan kebutuhan papa habis dan pagi ini papa makan makanan yang gaada gizinya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Should Be Him ✔️
RandomThis story is private. Please click follow button before you add this story to you library. Happy reading:) -- Dia, seharusnya memang dia dan hanya dia.